Sebuah pengakuan
Seketika gemuruh dalam dada ini menyeruak. Saat melihat wanita yang sedang berdebat dengan pak Al adalah Siska. Tak henti-hentinya wanita itu mencari masalah. Sekarang ulah apa lagi yang ia perbuat. Sehingga orang sebaik atasanku ini bisa semarah itu padanya.
"Siska." Wanita yang memakai dres selutut itu terkejut melihat diriku. Segera ia maju selangkah mendekati aku dan tangannya sudah siap menamparku. Tapi segera pak Al mencekalnya.
"Jangan sentuh dia. Atau aku akan buat kamu menyesal.
Segera tangan putih mulus itu di hempas ke samping. Aku bisa melihat dengan jelas amarah dan kebencian dari raut wajah wanita yang selama ini membuat aku dalam masalah besar.
"Brengsek kamu! Kita belum selesai, saya akan balas perlakuan kalian." Ia pun pergi meninggalkan kami.
Aku dan Pak Al kemudian duduk kembali di tempat duduk kami tadi. Hening diantara kami tidak ada satupun yang bersuara. Hingga aku yang lebih dulu membuka percakapan.
"Apakah Bapak kenal dengan Siska?" tanyaku pada pak Al.
"Dia adalah mantan pacar saya," jawabnya jujur. Aku pun hanya mengangguk pelan. Kemudian akan bertanya lagi pada beliu. Sebelum aku membuka suara, Pak Al lebih dulu menjawab nya.
"Saya sudah tidak ada hubungan lagi dengan wanita itu. Ia sudah menghianatiku dengan laki-laki yang sangat aku kenal." Terlihat jelas kesedihan dari raut wajah beliau bercampur amarah yang menyeruak.
"Maaf Pak saya tidak bermaksud mengungkit-ngungkit luka dihati Bapak," ujarku tak enak hati pada beliau.
"Tak apa. Lebih baik kita kembali ke kantor." Akupun mengangguk cepat.
Sesampainya di kantor, kami disibukkan kembali dengan pekerjaan kami masing-masing. Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu ruanganku dari luar.
"Masuk," sahutku kemudian. Pintu pun terbuka, seorang pria dengan senyum ciri khasnya masuk ke dalam.
"Pak Al!" Aku pun kaget.
"Ada apa Pak? ada yang bisa saya bantu?" tanyaku kemudian.
"Mami minta kamu menemani saya malam ini," jawabnya ragu-ragu. Akupun terperanjat kaget.
"Apa kamu keberatan?" Kemudian beliau bertanya lagi.
"Emmm..."
"Apa ada yang marah jika kamu jalan berdua dengan saya?" Pak Al bertanya lagi karena aku tak kunjung menjawabnya.
"Emm.. bukan seperti itu Pak. Tapi saya merasa tidak nyaman jika terus-terusan membohongi orang tua bapak. kenapa Bapak tidak jujur saja. Kalau kita tidak ada hubungan apa-apa," jelasku kemudian.
Seketika wajahnya berubah sendu. Entah apa yang dipikirkan oleh beliau. Kerap kali aku berkata seperti itu. Seperti ada kepedihan yang mendalam. Yang membuat aku tak bisa menyelaminya.
"Aku hanya takut kehilangan satu-satunya orang yang aku sayang. Aku hanya punya mami. Aku tidak ingin membuat dia bersedih. Apapun akan aku lakukan untuk membuat dia bahagia. Termasuk membohonginya tentang hubungan kita," jawabnya dengan suara berat.
"Jadi saya mohon padamu mu. Setujui permintaan saya kali ini saja. Saya janji setelah ini saya tidak lagi meminta kamu untuk menjadi pacar pura-pura saya," ucapnya memelas.
"Hari ini adalah pesta perkawinan adik sepupu saya. Dan mereka mengundang saya. Mami ingin memperkenalkan kamu pada keluarga besar saya."
"Hah... Ya ampun. Ini akan semakin menambah masalah. Ya Tuhan," gumam ku. Masih di dengar oleh pak Al.
"Saya akan menjamin setelah ini kita tak perlu lagi berpura-pura."
"Baiklah kalau begitu. Saya mau. Tapi ini untuk yang terakhir kalinya ya pak." Iya tersenyum lebar mendengarnya.
**************
Sebuah gedung berlantai tiga di sulap menjadi tempat pesta perkawinan yang mewah dan megah. Warna gold mendominasi ruangan tersebut. Tak lupa bunga mawar putih, lambang kesucian cinta dua insan yang sedang di mabuk asmara mempercantik dekorasi di ruangan itu.
Saat kami baru saja memijakkan kaki di tempat ini. Aku sudah di buat terperangah dengan keindahan tempat ini. Sedikit membuat diriku mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu. Di mana aku menjadi ratu sejagad untuk satu malam. Tapi di waktu yang sama. Aku bak wanita murahan yang di tinggalkan setelah direnggut kesuciannya. Tanpa terasa, air mata ini merembes di pipi. Hati terasa sesak, jika membayangkannya. Sehingga membuat pria yang berada di sampingku ini bertanya.
"Kamu kenapa menangis?" Segera ia husap dengan lembut sisa-sisa air mata ini dengan jarinya.
"Saya tidak apa-apa Pak," kilahku masih menahan sesak di dada.
"Air mata ini terlalu berharga menetes di pipimu. Apa pun masalahmu, saya akan selalu berada di samping mu." Seketika hati ini menghangat mendengar perkataannya. Netra kami pun saling bertemu. Dan aku merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam sini. Ketlusannya mampu membuat aku sedikit melupakan mas Guna. Tapi aku takut jatuh ke jurang yang sama. Dengan segera ku tepis rasa yang mungkin mulai tumbuh di dalam sana. Aku takut terluka untuk kedua kalinya.
"Kita temui sepupu saya ya. Kita beri selamat untuk mereka." Aku pun mengangguk.
Entah sengaja atau tidak pak Al merangkul pundak ku sampai di pelaminan. Tempat kedua mempelai duduk bersanding. Tentu perlakuannya mengundang perhatian kedua pengantin baru tersebut.
"Cie..cie... Kak Al... Udah move on nih kayaknya," goda mempelai wanita saat kami sudah di hadapannya.
"Hmmm iya dong Sel. Selamat ya atas pernikahan kalian," ucap pak Al memberi selamat. Aku pun melakukan hal yang sama. Kami saling menjabat tangan pada keduanya.
Belum sempat kami pergi dari tempat itu. Seorang wanita cantik dengan anggunnya berjalan mendekati kearah kami. Seulas senyum hangat terpancar dari bibirnya. Setelah sampai, segera wanita itu memelukku erat. Tak lupa kami melakukan cipika-cipiki.
"Sayang, kamu cantik sekali malam ini,' pujinya pada ku. Tentu membuat diriku malu.
"Makasih Tan.....Mam," balasku dengan wajah memerah.
"Wah kayaknya Tante bakalan cepet dapat menantu nih!" timpal Selli, mempelai wanitanya.
"Iya dong. Tante udah nggak sabar. Pengen secepatnya menimang cucu," sambung Bu Intan antusias. Seketika wajahku berubah menjadi sendu. Tak tega rasanya membohongi orang sebaik beliau. Sementara pak Al. Pria itu bersikap santai tanpa beban. Entah apa yang sedang ada di pikirannya.
Puas berbincang dengan bu Intan. Pak Al mengajakku untuk santap malam. Beberapa masakan sudah tersaji di meja prasmanan. Salah satunya, menu yang aku pilih saat ini. Beberapa sayuran di campur dengan daging sapi.
Setelah mengambil makanan favorit, kami mencari tempat duduk yang nyaman. Segera aku menikmati makanan itu. Karena perut sudah sangat lapar. Nafsu makan ku benar-benar sangat baik. Hingga sedikitpun tak menyisakan makanan di piring.
Tiba saatnya acara ramah tamah yang fi lakukan oleh keluarga kedua mempelai. Kebetulan Bu intan yang di tugaskan untuk memberi sambutan ke depan. Karena beliau adalah orang terutua yang hadir di acara tersebut.
Sepatah dua patah kata keluar dari bibir beliau. Dan di penghujung sambutan. Beliau memperkenalkan aku di depan umum sebagai calon menantunya. Dan kami pun maju ke depan. Tentu semua mata beralih menatap ku. Salah satunya seorang pria yang mengenakan jas berwarna putih dengan setelan celana berwarna hitam. Sosok yang sangat aku kenal itu menatap tajam ke arahku.