Gugup
Pertanyaan simple namun penuh makna yang membuat kami akhirnya harus berbohong lagi.
"Secepatnya, Mi. Secepatnya Al akan lamar Dewi." Bisa ku lihat dengan jelas wajah bu Intan begitu bahagia mendebar ucapan anak semata wayangnya itu.
"Mami sudah nggak sabar melihat kalian menikah."
Sore itu kami habiskan dengan ngobrol santai di ruang keluarga. Hingga malam menjelang, aku pun pamit pada maminya pak Al.
"Dewi pamit ya Mi. Insya Allah kapan-kapan Dewi mampir kesini lagi," pamit ku pada wanita yang memakai dres berwarna biru.
Terlihat jelas kesedihan pada raut wajahnya. Saat aku pamit pulang. Ia langsung memelukku erat. Sambil berkata, "tolong bantu mami jagain Al ya Wik."
Entah mengapa aku merasa sedih saat beliau mengucapkan kalimat itu. Seklebat perasaan bersalah karena telah membonginya membuat ku tak segera membalas permintaannya.
"Mami harap kalian segera menikah. Agar mami gak kesepian lagi."
Bu Intan adalah orang tua tunggal dari pak Al. Suaminya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Beliau menjadi salah satu korban dari jatunya pesawat di perairan Jawa. Bahkan jenazahnya sampai sekarang tak pernah di temukan.
"Iya, Mi. Al janji akan segera menikahi Dewi," ucap pak Al berkaca-kaca pada maminya. Aku tahu sebuah permintaan sederhana dari maminya. Namun berat untuk di lakukan oleh pria itu. Karena memang antara kami tidak ada hubungan apa-apa.
Setelah drama tadi. Pak Al benar-benar mengantar ku pulang. Setelah melalui perjalanan beberapa menit. Mobil pak Al berhenti di sebuah rumah bercat hijau muda.
"Wik, terimakasih ya. Sudah membantu saya menyelesaikan masalah," ucapnya tulus.
"Iya Pak sama-sama. Tapi kalau boleh Dewi kasih saran. Lebih baik Pak Al jujur pada mami tentang hubungan kita," sahutku memberi saran. Tapi sepertinya ia malah menjadi bingung.
"Mami itu punya riwayat penyakit jantung. Keinginan terbesarnya adalah melihat saya menikah. Tapi kamu tahu sendiri 'kan. Saya tidak punya kekasih. Kecuali kalau kamu...."
"Mau apa Pak?"
"Sudahlah lupakan saja. Gak usah kamu pikirkan."
"Emmm. Kalau gitu saya turun dulu ya Pak. Maaf saya tidak mempersilahkan untuk mampir. Sudah malam soalnya. Gak enak sama tetangga." Ia pun tersenyum mengangguk. Lekas ku buka pintu mobil. Namun ku urungkan lagi. Karena teringat sesuatu.
"Oh iya Pak. Cincin nya gimana?" Aku berusaha membukanya lagi dari jari manis ku.
"Cincin itu untuk kamu. Itung-itung rasa terimakasih saya ke kamu. Udah mau bantuin aku."
Tentu saja aku kaget. Cincin semahal ini di berikan cuma-cuma oleh pak Al.
"Maaf Pak. Saya tidak bisa menerimanya. Saya janji, kalau cincin ini bisa di lepas. Saya akan berikan pada Bapak."
"Terserah padamu sajalah Wik. Sekali lagi terimakasih." Aku pun tersenyum dan segera turun dari mobil. Sesaat kemudian, mobil pak Al kembali menyala. Setelah melambaikan tangannya padaku. Mobil itu pun segera pergi. Aku langsung masuk kedalam. Rasanya penat, seharian beraktivitas. Waktunya untuk mengistirahatkan badan.
Malam yang indah berlaku begitu saja. Meninggalkan hawa dingin yang menyeruak menembus pori-pori. Suara adzan pun berkumandang. Pertanda hari sudah berganti. Aku pun segera beranjak untuk membersihkan diri. Lagi-lagi aku di buat kaget subuh ini. Harusnya hari ini semakin deras. Tapi tak ku lihat setetes pun darah pada celana dalam ku.
"Kok udah gak keluar ya?" Aku pun mengabaikan itu. Segera ku membersihkan diri, dan melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Usai sholat, ku langkahkan kaki ini menuju dapur. Untuk membuat sarapan pagi. Tak memakan waktu yang lama, aku berkutat di dapur. Roti bakar dengan selai madu sudah tertata di piring. Di tambah segelas susu coklat kesukaan pun sudah siap di meja makan. Ku segerakan menyantap sarapan dengan penuh semangat. Terlebih waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.
Selesai sarapan, aku pun mengganti pakaian kerja. Berdandan secukupnya dan siap menuju kantor.
Matahari yang mulai menunjukkan pesonanya tanpa malu-malu menyambut hari ku yang cerah. Seolah ia menggambarkan. Hidup tak selamanya akan mendung. Suatu saat nanti sinar mentari pasti akan muncul. Hanya tinggal menunggu, kebahagiaan itu datang.
Tapi benar. Aku sudah sedikit melupakan mantan suamiku. Mungkin karena kesibukan di tempat baru. Jadi, sedikit banyak menyita perhatian. Dan sejenak bisa sedikit melupakan pria yang selama hampir tiga tahun mengisi hati.
Dengan penuh semangat, aku pun tiba di kantor. Ku balas satu persatu pegawai yang menyapaku dengan senyuman. Sungguh aku pun tak mengerti. Entah dari mana mood booster itu aku dapatkan. Sehingga, aku menjadi semangat di banding hari-hari kemarin.
Di meja kerja sudah bertumpuk pekerjaan yang harus selesai hari ini. Belum lagi hari ini aku akan menemani pak Al meeting di luar. Sebenarnya, itu bukan wewenang ku. Tapi entah mengapa atasanku itu lebih nyaman jika jalan bersama diriku. Entahlah.
Empat jam aku berkutik di layar monitor. Akhirnya jam makan siang tiba. Ku raih tas yang ada di atas meja dan siap untuk di selempang kan di badan. Tapi pergerakan ku terhenti, saat ku dengar ponselku berdering. Aku pun menjawabnya. Seketika tubuh ini melemas. Pak Al mengajak makan siang. Entah kenapa rasanya canggung bila bersamanya. Terlebih video kami viral di kalangan kantor. Banyak karyawannya mengirim pesan padaku. Untuk meminta penjelasan.
"Lama sekali," ujar pak Al masuk kedalam ruangan ku.
"Emm iya Pak. Sabar kenapa. Saya sedang membereskan ini," kilahku memasukkan kembali ponsel kedalam tas. Kemudian berjalan mendekatinya.
"Lagian, kenapa Bapak meminta saya menemani makan siang? Bukankah ada sekertaris bapak yang bisa bapak ajak? Kenapa harus saya?"
Aku pun mencecar pertanyaan pada pria yang saat ini berada di sebelahku. Ia hanya diam tak menanggapinya. Dan tetap melanjutkan langkah kakinya.
"Pak. Kok gak di jawab sih?" gerutu ku sebal.
"Nggak usah banyak omong. Nurut aja kenapa sih!" omelnya yang semakin membuat aku kesal.
Benar saja. Pak Al mengajakku ke restoran favorit aku dan mas Guna. Dulu sebelum kami menikah. Kami sering makan di restoran ini. Selain tempatnya nyaman. Pelayanannya pun sangat baik. Sehingga membuat pengunjung merasa betah.
Satu menu yang membuat aku gak bisa move on dari restoran ini. Gulai usus sapi isi telur dan sayuran. Emmm rasanya tuh enak banget. Dan menjadi ikon dari restoran ini. Tanpa menunggu lama lagi, aku pun memesannya. Sementara pak Al, dia memesan ayam bakarnya yang juga enak. Dan benar saja, dalam sekejap kami sudah menghabiskan makanan itu.
Tiba-tiba dari arah belakang ada yang mendorongku. Dan nyaris membuat ku tersungkur ke depan. Beruntung pak Al menangkapnya.
"Dasar wanita murahan. Oh jadi karena wanita ini kamu meninggalkan aku," teriaknya lantang tertuju pada atasanku.
"Berani-beraninya kamu menyakiti dia. Cuihhh... Bukankah kamu yang murahan. Tidur dengan pria lain!" bentak pak Al tegas. "Kita sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Apa kamu lupa itu?"
Aku bisa melihat dari raut wajahnya. Pak Al sangat marah pada wanita. Bukan cuma itu, dia juga kecewa. Entah apa yang di perbuat oleh wanita itu. Sehingga pak Al sangat membencinya. Dengan di bantu oleh pak Al, aku berhasil berdiri. Dan betapa terkejutnya diriku saat melihat wanita yang sedang berkacak pinggang di depanku ini.