Bab 8
Tentu saja, begitu mendengar nada dering itu, Irfan langsung melihat ponselnya, lalu menjauh untuk menjawab telepon.
Entah apa yang dikatakan oleh Kiara, ekspresi wajah pria itu sedikit berubah, dan sebelum menutup telepon, dia sempat melihat Arya.
Dia membisikkan sesuatu kepada anaknya, lalu mereka berdua berjalan mendekati Shella.
"Shella, aku dan Arya harus pergi sebentar. Kamu pulang naik taksi saja, kita rayakan ulang tahun pernikahan kita lain waktu, ya?"
Ada urusan apa sih, sampai harus bawa anak?
Cuma supaya bisa menemani Kiara saja.
Kebohongan Irfan begitu konyol, tapi dia tak punya energi untuk mengungkapkannya.
Dia menatap kedua orang itu, yang menunggu persetujuan darinya.
Sambil tersenyum lembut, Shella berkata pelan, "Baik, hati-hati di jalan."
Irfan langsung menghela napas lega, mengangkat Arya dan berjalan menuju pintu gerbang sekolah.
Tiba-tiba Irfan teringat sesuatu, lalu kembali dan mencium pipinya. "Shella, nanti aku pasti akan memberimu kejutan besar."
Setelah itu, dia berbalik dan pergi.
Namun, baru saja beberapa langkah, terdengar suara Shella memanggil mereka dari belakang.
"Irfan, Arya."
Keduanya otomatis berhenti dan berbalik hendak melihatnya.
"Lanjutkan berjalan saja, jangan lihat ke belakang."
"Aku cuma mau bilang, selamat tinggal."
Dia memberikan penekanan pada kata terakhir, tapi Irfan tidak menangkapnya. Dia tersenyum dan melambaikan tangan, Arya juga melambaikan tangan kecilnya sambil berkata, "Selamat tinggal, Mama."
Lalu, mereka pergi begitu saja.
Shella berdiri di tempatnya, menatap punggung mereka yang makin menjauh.
Akhirnya, mereka benar-benar tidak terlihat lagi.
Dia mengalihkan pandangannya, berjalan sendirian menyusuri sekolah ini. Setiap sudutnya masih dipenuhi dengan kenangan masa mudanya, setiap inci menyimpan kenangan tentang mereka.
Ketika memasuki ruang kelas, dia seolah bisa melihat pemuda tampan dengan telinga merah di bangku belakang yang menyentuh seragam sekolahnya dan bertanya, "Shella, mau nggak jadi pacarku?"
Saat dia sampai di depan pohon angsana, dia seolah-olah bisa melihat pemuda itu menggenggam tangannya, berjalan di bawah sinar bulan, dan mengukir di pohon, [Arya yang berusia 18 tahun, akan selalu mencintai Shella yang berusia 17 tahun.]
Setibanya di koridor sekolah, dia merasa seperti kembali ke malam saat listrik padam dan gedung sekolah menjadi kacau. Hanya Irfan yang dengan napas tersengal-sengal menariknya ke pojok koridor, lalu memberinya ciuman pertama.
Akhirnya, Shella mendorong pintu teras atap hingga terbuka.
Shella seolah melihat seorang pria yang mengenakan jas serta dasi kupu-kupu, membawa bunga mawar dan berlutut di depannya dengan wajah cemas tapi penuh cinta.
Pria itu berkata, "Shella, menikahlah denganku. Aku akan selalu memanjakanmu dan mencintaimu selamanya."
Dia juga berkata, "Shella, aku hanya akan punya satu istri seumur hidupku, hanya kamu yang akan aku panggil istri."
Dia bahkan berkata, "Shella, aku nggak akan pernah mengkhianatimu seumur hidup."
Namun kemudian, semua janji itu dia ucapkan lagi kepada wanita lain, tanpa terlewat satu kata pun.
Akhirnya, Shella kembali ke vila sendirian.
Sudah hampir tengah malam, Irfan dan Arya belum juga kembali.
Mereka sedang apa ya, sekarang?
Makan bersama Kiara?
Nonton film?
Atau, apakah mereka sedang menenangkan Kiara hingga tidur seperti yang mereka lakukan padanya?
Dia duduk diam di sofa, menunggu hingga jarum jam benar-benar menunjuk pukul dua belas.
Begitu jam menunjukkan pukul dua belas, dia menutup matanya dan mendengar suara sistem.
"Penerima misi, waktu untuk pergi telah tiba, apakah Anda sudah siap?"
Shella tidak membuka matanya, hanya berkata pelan, "Sudah siap, bawa aku pulang."
Setelah mengucapkan itu, seberkas cahaya menyilaukan jatuh di depannya. Sebelum dia sempat bereaksi, cahaya itu sudah menyelimuti seluruh tubuhnya, dan jiwanya perlahan-lahan mulai terlepas.
Entah berapa lama berlalu, cahaya itu perlahan memudar.
Akhirnya, orang yang duduk di sofa itu tidak lagi bernapas, hanya tersisa senyum lega di bibirnya.
"Irfan, Arya, aku sudah pulang."
"Selama-lamanya, aku tidak akan pernah bertemu kalian lagi ... "