Bab 4
Suasana di dalam mobil tiba-tiba menjadi canggung.
Saat Irfan baru akan berbicara, sopir langsung menghentikan mobil.
"Pak Irfan, kita sudah sampai di restoran."
Begitu masuk ke ruang VIP, Irfan langsung khawatir Shella akan kedinginan karena duduk di dekat AC, jadi dia menukar posisi duduk. Lalu dia menuangkan teh hangat, bahkan menghangatkan tangan Shella.
Dia benar-benar terlihat seperti suami yang sempurna.
Sampai manajer restoran tiba-tiba masuk dengan membawa hadiah.
Manajer membuka pintu, berdiri dengan hormat di depan Irfan, Kiara, dan Arya.
"Pak Irfan dan Ibu, beserta keluarga, ini adalah kunjungan kalian yang ke-99 ke restoran kami. Tahun lalu di hari yang sama, kalian merayakan ulang tahun pernikahan di sini. Tahun ini, kami menyiapkan hadiah dan kue untuk mengucapkan selamat atas kebahagiaan Keluarga Putranto. Semoga langgeng terus dan harmonis."
Setelah mengucapkan selamat, manajer itu langsung menyerahkan hadiah tersebut.
Namun, tidak ada yang mau menerima hadiah tersebut. Suasana menjadi hening. Saat manajer mulai bingung ...
Shella tiba-tiba tertawa kecil.
Tawa itu pun membangunkan Irfan dari lamunannya. Dia langsung marah, mendorong hadiah yang disodorkan oleh sang manajer sambil menunjuk ke arah Shella, dengan suara sedingin es.
"Apa yang kamu bicarakan? Dia hanya sekretarisku, yang ini istriku."
"Dan tentang kunjungan ke-99 itu, kamu pasti salah. Ini pertama kalinya kami sekeluarga datang ke restoran ini!"
Manajer restoran menatap Shella dan Kiara bergantian dengan bingung. "Tapi aku ... "
"Cukup, keluar sekarang!"
Kali ini, tatapan Irfan penuh dengan ancaman dan ketidaksabaran.
Manajer restoran baru menyadari dan langsung meminta maaf. "Maaf, maaf, sepertinya kami salah."
Setelah manajer itu pergi, Irfan langsung menggenggam tangan Shella, matanya terlihat sangat cemas.
"Shella, jangan berpikir macam-macam. Aku benar-benar baru pertama kali datang ke restoran ini."
Setelah itu, dia melihat ke arah putranya.
"Benar, Ma. Papa memang baru pertama kali mengajakku ke sini. Kalau aku bohong, aku jadi anak anjing!" ujar Arya dengan panik sambil mendekat dan memeluk lengan Shella.
Kiara menatap ayah dan anak yang mengelilingi Shella dengan gugup, sambil berusaha menenangkan wanita itu. Sedikit rasa iri terpancar di mata Kiara, sampai-sampai kukunya mencengkeram telapak tangannya, tapi kemudian dilepaskan.
Dia mencoba tersenyum walaupun dipaksakan. "Ya, Bu. Jangan sampai omongan tadi membuat Ibu dan Pak Irfan berselisih. Ini restoran untuk pasangan kelas atas. Mana mungkin saya dan Pak Irfan pernah datang ke sini?"
Shella melihat ketiga orang di depannya dengan tatapan sinis.
Begitu mereka memasuki restoran, seorang pelayan segera menyambut mereka dengan sigap, bahkan tanpa perlu mereka berbicara, pelayan itu langsung membawa mereka ke ruang VIP yang biasa mereka gunakan dan menyajikan banyak hidangan favorit mereka.
Dengan semua tindakan ini, siapa yang akan percaya kalau ini pertama kalinya mereka datang?
Namun, Shella memilih untuk tidak membongkar semuanya. Dengan nada datar, dia berkata, "Aku tahu. Ayo makan saja."
Shella tidak ingin membahas topik itu lagi.
Namun, saat dia mencoba mengambil makanan, dia menyadari tidak ada makanan di meja yang bisa dia makan.
Semuanya adalah makanan pedas yang tidak bisa dia makan.
Ternyata itu semua adalah makanan favorit Kiara.
Melihat dia tidak juga mengambil makanan, Irfan segera menatapnya, lalu mengikuti arah pandangannya ke meja yang penuh makanan.
Wajah Irfan langsung pucat. Mungkin dia baru teringat akan selera makan istrinya. Dia langsung mengangkat tangan untuk memanggil pelayan agar mengganti hidangan.
"Nggak perlu."
Shella menggelengkan kepala.
Akhirnya, makan malam itu berakhir dengan cepat.
Dalam perjalanan pulang dengan limosin Rolls-Royce, Irfan dan Arya yang duduk di samping Shella terus mencoba menghiburnya, mungkin karena menyadari suasana hatinya sedang tidak baik.
Kiara tidak bisa menyembunyikan rasa iri, bahkan perkataannya samar-samar mengandung nada sarkasme.
"Pak Irfan, hubungan keluarga kalian benar-benar baik, ya."
"Bu Shella, saya iri sekali pada Anda. Kalau saja saya punya suami dan anak yang begitu baik."
Shella menatapnya dengan senyum dingin. "Tenang saja, nanti kamu juga akan punya."
Bagaimanapun, suami dan anaknya itu sudah akan dia serahkan untuk Kiara.
Begitu dia selesai bicara, sebuah cahaya lampu jauh yang menyilaukan tiba-tiba mengarah ke mereka.
Shella refleks mengangkat tangannya untuk menutupi mata. Dia baru akan bertanya apa yang terjadi, ketika terdengar suara rem yang tajam.
Dalam sekejap, sebuah truk kargo yang kehilangan kendali menabrak dengan keras!
"Brak!"
"Kiara, hati-hati!"
"Tante Kiara, hati-hati!"
Di tengah segala kekacauan, Shella hanya bisa menyaksikan dengan jelas bagaimana Irfan dan Arya, melangkah melewatinya dan langsung memeluk Kiara dengan erat!