Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Wenny berbalik dan hendak pergi. Setelah kedua orang itu memastikan bahwa dia tidak marah, barulah mereka merasa lega. Yoga melangkah maju, lalu menggenggam tangannya. "Nggak perlu merapikan koper, terlalu banyak dan melelahkan. Nanti aku akan suruh sopirku datang, lalu kita akan pindah ke rumah baru bersama-sama." Sandro juga mengangguk setuju. Di saat itu, Wenny merasa seperti melihat kembali dirinya yang dulu selalu menjadi prioritas utama mereka. Dulu, saat masih kecil, setiap Wenny berbicara, mereka akan menanggapinya dengan tawa. Namun, sekarang janji di masa muda itu telah berubah menjadi sekadar kata-kata tanpa makna. Wenny melirik Hana sambil menggelengkan kepala, "Nggak perlu, banyak hal yang harus aku atur sendiri." Setelah mengatakan itu, tanpa memperhatikan ekspresi kedua orang itu, dia langsung berbalik dan pergi. Setibanya di rumah, dia membereskan koper, lalu membersihkan diri. Setelah itu, saat baru saja berbaring, tiba-tiba dia mendapat telepon dari Hana. Dari ujung telepon terdengar suara Hana yang lembut dan manja, tidak mampu menyembunyikan rasa bangga dalam nada bicaranya. "Kak Wenny, malam ini aku pergi ke rumah keluarga Lukito dan keluarga Ciputra. Orang tua Yoga dan Sandro sangat baik padaku." "Mereka bahkan sampai menyiapkan benda pusaka keluarga, katanya mau dikasih padaku. Menurutmu, apa mereka … " Wenny dengan tenang memotong bualan bangganya, "Aku nggak tertarik dengan urusan kalian. Kamu nggak perlu menceritakannya padaku, itu bukan urusanku." Begitu selesai berbicara, dia langsung memutuskan telepon. Sehari sebelum hari keberangkatannya, Wenny keluar rumah. Dia sengaja mengajak sahabatnya, Maudy untuk makan bersama hari ini. Dia memang nggak punya banyak teman di Kota Hanis. Sejak kecil, Yoga dan Sandro sangat ketat membatasi pergaulannya. Bukan hanya tidak boleh pacaran atau menerima surat cinta, bahkan punya teman perempuan pun harus diawasi. Waktu itu, dengan wajah memelas mereka berkata, "Wenny, sudah ada kami, apa itu belum cukup? Kamu sangat baik, kami takut gadis-gadis juga akan suka padamu." Rasa posesif mereka terhadap Wenny sangat besar. Mereka ingin Wenny hanya fokus pada mereka berdua. Namun, sekarang mereka sendiri yang mendorongnya pergi. Di sebuah restoran barat yang baru dibuka, Maudy sudah duduk menunggu beberapa saat. Begitu melihat Wenny, Maudy langsung memeluknya erat-erat. Membayangkan kepergiannya, rasa sedih kembali menyelimuti hati Maudy. "Wenny, aku nggak menyangka kamu akan segera kembali ke Kota Jintara untuk menikah. Aku nggak rela melepaskanmu." "Awalnya aku pikir kamu akan menikah dengan salah satu dari Yoga atau Sandro, kemudian tinggal di Kota Hanis, jadi kita bisa sering main bersama." Mendengar itu, Wenny tersenyum tipis. "Mereka punya pilihan lain, begitu juga aku." Maudy tampak kehilangan semangat mendengar itu. Dia langsung teringat pada Hana, dan wajahnya langsung berubah. Lalu, dia berbicara dengan kesal. "Dulu kamu baik banget sama Hana, tapi dia malah … " Wenny tersenyum sambil menyela, "Sudahlah, jangan bahas orang-orang nggak penting itu, nanti kalau aku menikah, aku juga nggak akan melihatnya lagi. Semua yang dia lakukan nggak ada urusannya denganku." Baru saja dia selesai bicara, Hana masuk ke restoran. Karena meja mereka berada di dekat pintu, Hana bisa mendengar sebagian pembicaraan itu, dia pun langsung menghampiri dengan rasa penasaran. "Kak Wenny, siapa yang nikah? Aku boleh ikut nggak? Aku belum pernah menghadiri pesta pernikahan loh!" Wenny jarang bertemu orang yang tidak tahu batasan seperti ini. Namun, mungkin karena sudah terbiasa dengan ulah Hana, ditambah lagi dia akan segera pergi, dia tidak marah, malah bersikap tenang saja. Namun, Maudy yang ada di sampingnya sangat marah. Dia langsung melemparkan pisau dan garpu sembarangan di atas meja, dan melotot ke arah Hana. "Pernikahanku! Dan kamu nggak berhak untuk hadir. Apa kamu puas dengan jawaban ini?" "Aku tanya, kamu tahu batasan atau nggak? Kita 'kan nggak begitu akrab, kenapa harus penasaran dengan segala hal? Bahkan kalau ada gerobak sampah lewat, apa kamu juga mau coba supaya tahu rasanya asin atau nggak?" Suara Maudy cukup keras, dan kata-katanya tajam. Tubuh Hana tiba-tiba gemetar ketakutan, dan air mata pun jatuh seketika. Dia menangis sambil merasa tersakiti, dan segera melihat ke arah Yoga dan Sandro yang baru saja masuk ke restoran di belakangnya. Matanya yang besar berkaca-kaca, seakan memohon bantuan. Tanpa mengerti apa yang sedang terjadi, Yoga langsung cemberut begitu melihat Hana yang tampak begitu lemah dan sedih. Tanpa ragu, dia langsung memeluk gadis itu. "Selama aku ada, kamu bisa hadir di pernikahan siapa pun yang kamu inginkan." Sandro turut bersikeras berkata, "Ada aku juga! Jangankan cuma pernikahan, kalau kamu mau bintang pun, aku akan memanjat tangga langit untuk ambilkan satu yang masih panas untukmu. Jangan pedulikan orang-orang yang nggak penting." Kedua pria itu akhirnya berhasil membuat Hana berhenti menangis dan tersenyum.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.