Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9

Selanjutnya, Yoga dan Sandro duduk di meja di sebelah Wenny bersama Hana. Kedua anak muda itu berebut menyiapkan makanan untuk Hana, dengan mata penuh kasih sayang. Melihat pemandangan itu, Maudy merasa kesal sampai steik di piringnya hancur, tetapi Wenny tetap terlihat tenang. Akhirnya Maudy memilih untuk diam dan tidak mengatakan apa-apa. Tidak lama kemudian, mereka selesai makan malam dan pergi bersama. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada Maudy, Wenny kembali ke rumah. Malam itu, Yoga dan Sandro masih belum pulang. Wenny juga tidak peduli, dia sibuk mengemas barang-barang terakhirnya. Pagi-pagi, dia mendengar suara langkah kaki dari luar, jadi dia tahu bahwa Yoga dan Sandro sudah pulang. Mereka seharusnya memang sudah pulang, karena hari ini adalah hari mereka pindah ke rumah baru. Hanya saja mereka tidak tahu, di rumah baru mereka, di masa depan mereka, tidak akan ada Wenny lagi. Suara gaduh di luar makin keras, sepertinya mereka sedang memindahkan barang-barang. Wenny berpura-pura tidak mendengar. Lalu, setelah memeriksa semua koper, datang telepon dari ibunya. Telepon dijawab, suara lembut ibunya terdengar. "Wenny, pesawatnya jam berapa? Kami akan menjemputmu." Wenny membuka aplikasi untuk melihat tiket pesawatnya, lalu berkata dengan suara pelan. "Aku akan sampai sekitar jam tujuh malam." Saat itu, pintu kamarnya didorong terbuka. Dia menoleh sedikit, melihat Yoga dan Sandro berdiri di ambang pintu. Sandro bertanya dengan santai, "Sedang menelepon siapa?" "Bukan siapa-siapa." Wenny menutup telepon dan menjawab dengan dingin. Mendengar jawabannya yang dingin, Yoga dan Sandro agak terkejut. Sejak kehadiran Hana, Wenny sepertinya selalu menjauh dari mereka dalam beberapa waktu ini ... Awalnya Yoga berpikir tidak perlu penjelasan, tetapi belakangan ini, perilaku aneh Wenny terus terbayang di benaknya dan mulai membuatnya merasa cemas. Secara refleks, dia berkata, "Wenny, Hana berbeda denganmu. Keluarganya nggak mampu dan dia mengalami banyak kesulitan sejak kecil. Jadi aku hanya mau membantunya lebih banyak. Nggak ada maksud yang lain." Sandro juga menjelaskan, "Ya, kami hanya merasa kasihan pada Hana. Lagi pula, bukankah kamu yang memperkenalkan Hana kepada kami? Bagaimana bisa kamu cemburu padanya?" Wenny berkata dengan tenang, "Untuk apa kalian mengatakan ini padaku?" Dua orang itu serentak berkata, "Karena kamu peduli!" Mereka bertiga telah tumbuh bersama sejak kecil, dan kedekatan yang terjalin selama bertahun-tahun membuat mereka saling mengerti. Begitu Wenny membuka mulut, mereka sudah tahu apa yang ingin dia katakan. Begitu Wenny mengulurkan tangan, mereka tahu apa yang dia inginkan. Bagaimana mungkin mereka tidak menyadari apa yang Wenny pedulikan? Namun, sekarang mereka makin sulit memahami dirinya. Wenny memandang dengan tatapan dingin, seolah-olah melihat dua orang yang tidak penting. "Aku nggak peduli, 'kan kalian bilang cuma menganggap dia teman, aku juga teman kalian, jadi apa yang perlu aku pedulikan?" Seketika, kedua pria itu terdiam. Yoga terdiam cukup lama, sampai akhirnya dia tidak tahan dan berkata, "Wenny, kamu tahu, aku bukan cuma menginginkan pertemanan." Sandro makin tidak bisa menyembunyikan ekspresi di wajahnya. "Selama bertahun-tahun ini, bagaimana aku memperlakukanmu, Wenny? Apa kamu benar-benar berpikir kita hanya teman?" Wenny jelas tahu apa yang mereka maksud. Mereka berdua menyukainya dan ingin bersamanya. Namun, jika rasa sayang mereka kepadanya ini ditunjukkan dengan membantu Hana menyakiti dirinya, maka Wenny tak sanggup menerimanya. Dia mengangguk dan berkata, "Benar, kita akan punya hubungan yang berbeda." Tak lama setelah ini, hubungan pertemanan mereka akan berakhir. Mereka hanya akan menjadi orang asing satu sama lain ... Kata-katanya menyiratkan banyak hal. Hati Yoga berdebar kencang, dia merasa gelisah. Baru saja dia akan mengatakan sesuatu, seorang sopir masuk untuk mengambil koper Wenny. Wenny menahan sopir itu. "Kalian berangkat saja duluan, aku akan mengantar barangku sendiri." Mendengar itu, Sandro merasa kesal. "Banyak begini barangnya, bagaimana kamu mau bawa sendiri? Sudahlah, jangan marah, ini salahku. Aku minta maaf, ya?" Wenny tetap bersikeras menolak. "Aku benar-benar nggak butuh bantuan. Kalian bantu Hana saja, dia tinggal sendirian. Lagi pula dia perempuan yang lemah, nggak akan bisa bawa banyak barang. Dia pasti lebih membutuhkan bantuan kalian." Yoga mendengar nada sindiran dalam kata-katanya dan mengerutkan kening. Namun, tepat pada saat itu, Hana menelepon. "Yoga, Sandro, bisakah kalian datang bantu aku? Aku memang ceroboh dan nggak bisa melakukan apa-apa." Suara cemas dan rapuhnya terdengar jelas melalui telepon, sampai ke telinga mereka semua. Keduanya saling bertatapan, lalu melihat wajah Wenny yang dengan tegas menolak bantuan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk pergi lebih dulu. Yoga mematikan telepon dan melihat Wenny. "Hana belum bisa mengatasi semuanya sendiri, aku akan bantu dia." Sandro juga mengambil kunci mobil dan berkata, "Aku juga ikut." Saat akan keluar, Yoga masih tidak tenang. Dia kembali menoleh dan menambahkan, "Wenny, aku tahu kamu nggak mau mendengarku sekarang. Aku sudah pesan restoran, setelah pindahan, kita makan bersama, ya. Soal Hana, nanti aku akan jelaskan dengan baik." Sebelum Wenny bisa menjawab, dia sudah terburu-buru keluar. Sambil menyaksikan kepergian mereka berdua, Wenny berusaha tersenyum. Menjelaskan nanti? Sayangnya, di antara mereka, tidak ada lagi yang namanya "nanti". Apalagi, setelah apa yang mereka lakukan dalam beberapa waktu terakhir, Wenny tidak tahu bagaimana mereka bisa menjelaskannya. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Hana kembali mengirimkan pesan yang memancing keributan. [Maaf ya, Kak Wenny, aku nggak menyangka cukup satu kalimat dariku, Yoga dan Sandro langsung meninggalkanmu. Nanti saat kita tinggal bersama, semoga bisa saling bantu ya!] Wenny tersenyum tipis, jarinya menekan layar dan mengetikkan beberapa kata. [Kalian bertiga silakan jalani hidup kalian dengan baik, aku nggak mau ikut campur.] Begitu pesan itu terkirim, dia langsung memblokir semua kontak Hana. Kemudian Yoga. Dan terakhir Sandro. Daftar kontaknya dihapus satu per satu. Ketiga orang ini akan benar-benar hilang dari hidupnya. Akhirnya, dia membawa koper dan melangkah keluar dari rumah yang menyimpan banyak kenangan, lalu pergi tanpa menoleh lagi.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.