Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Takdir yang Manis Takdir yang Manis
Oleh: Webfic

Bab 15

Carissa menatap kakek itu, lalu tersenyum sambil menjelaskan, "Kami berdua pemiliknya." Kakek itu tersenyum melihat Jelita, lalu mengangguk. 'Hmm, kelihatannya mereka semua gadis baik. Carissa juga nggak menyombongkan diri dengan menyebut dirinya bos. Bagus sekali.' "Apa makanan enak yang ada di toko kalian? Boleh aku mencobanya?" tanya kakek itu dengan wajah lapar, membuat Carissa merasa agak bingung. "Sarapannya sudah habis semua, tinggal sosis panggang dan teh susu saja. Kakek bisa makan ini nggak, ya?" Carissa tidak yakin apakah kakek itu bisa makan makanan tersebut, jadi dia bertanya lebih dahulu. 'Gadis yang sopan dan perhatian,' pikir kakek itu sambil menatap Carissa dengan puas. "Aku bisa makan kok, tolong beri aku satu porsi." "Baik, mohon tunggu sebentar." Carissa berbalik, mengambil satu sosis panggang dan menusukkannya ke tusuk bambu, tetapi tidak menambahkan cabai. Jelita di meja belakang juga membuatkan secangkir teh susu hangat dan membawanya ke depan. "Pak, ini teh susu nusantara andalan toko kami. Hari ini hujan dan agak dingin, jadi saya buatkan yang hangat untuk Bapak." Kakek itu menerima teh susu dan sosis panggang yang disajikan. Setelah mencicipi masing-masing sedikit, ternyata terasa enak. Teh susunya tidak terlalu manis, rasanya pas. Sosisnya terasa renyah di luar, namun daging di dalamnya lembut dan lumer di mulut. Ditambah lagi ada sedikit rasa manis yang khas. Enak sekali! "Enak sekali. Aku mau bungkus satu lagi, jadi berapa totalnya?" tanya si kakek setelah selesai makan. "Teh susu nusantaranya 16 ribu, sosis panggangnya 8 ribu, jadi dua porsi totalnya 48 ribu." Jelita mencetak struk di meja kasir dan memberikannya kepada kakek itu. Selain mengenakan pakaian modis, kakek itu juga bisa membayar dengan ponsel. Setelah itu dia bertanya lagi, "Apa kamu membeli boneka-boneka rajut kecil itu?" "Nggak, saya sendiri yang membuat bonek itu untuk dijual," jawab Carissa dari samping. 'Hmm, pintar dan terampil,' pikir kakek itu. Dia sempat melihat boneka-boneka rajut itu dengan cermat. Keterampilannya bahkan lebih baik daripada mendiang istrinya. "Bolehkah aku membeli sepasang boneka berbaju merah itu?" tanya kakek sambil menunjuk sepasang boneka berukuran telapak tangan berpakaian tradisional warna merah. Boneka itu dirajut dengan sangat indah dan dipajang di atas meja. "Boleh." Carissa dengan hati-hati membungkus boneka yang dimaksud untuk sang kakek. Setelah menerima uang, Carissa pun mengantarnya sampai ke pintu. "Hari ini hujan dan jalanan licin, hati-hati ya Kek." Carissa membantu kakek itu turun dua anak tangga di depan pintu, lalu mengingatkannya. Kakek itu membuka payungnya, tersenyum puas pada Carissa, dan pergi dari toko kecilnya. Tidak jauh dari sana, sebuah Rolls-Royce hitam berhenti di bawah naungan pohon. Melihat kedatangan kakek tua itu, sopir dengan cepat keluar dari mobil dan berlari kecil untuk mengambil payung dari tangannya, lalu membantunya masuk ke dalam mobil. Setelah duduk di dalam mobil, sopir melirik ke arah kakek tua itu melalui kaca spion. "Pak Arya, apa kita mau pulang?" "Pergi ke perusahaan." Mungkin karena baru saja mencicipi kudapan lezat di toko Carissa tadi, suasana hati sang kakek saat ini sangat baik. Bahkan dalam perjalanan menuju cucu kesayangannya yang menyebalkan pun, wajahnya masih penuh dengan senyuman. Tak lama kemudian, sang sopir memarkirkan mobil di bawah gedung Grup Nasution. Setelah memarkir mobil, kakek itu langsung naik lift khusus CEO menuju lantai paling atas. Karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan, kedatangan kakek itu mengejutkan sekretaris dan Julian yang berada di depan pintu. "Astaga, Pak Arya. Kenapa Anda datang ke sini!" Julian terkejut melihat kedatangan kakek tua itu. Di tengah hujan deras begini, bukankah seharusnya kakek sedang beristirahat di rumah? Kenapa malah datang ke sini? "Nggak ada kerjaan, makanya aku keluar sebentar untuk jalan-jalan. Di mana Juna?" Kakek tua itu seketika menyingkirkan sikap ramahnya yang tadi dia tunjukkan pada Carissa dan dengan penuh wibawa berjalan menuju kantor CEO tempat Juna berada, sambil sekilas bertanya. "Pak Juna sedang rapat melalui panggilan video. Kalau begitu, Bapak … " Sebelum Julian menyelesaikan kalimatnya, Kakek Arya sudah membuka pintu kantor Juna. Begitu pintu kantor CEO terbuka, Kakek Arya hampir tersedak oleh bau parfum yang menyengat! Ekspresi Kakek Arya langsung berubah serius setelah melihat dengan jelas siapa yang ada di dalam kantor, tetapi dia juga tidak ingin mempermalukan Juna di depan orang banyak. Juna yang cukup peka, segera memberi instruksi kepada wakil manajer pemasaran yang duduk di depan meja kerjanya. "Kamu keluar dulu." "Baik, Pak Juna." Wakil manajer muda dan cantik itu melewati Kakek Arya dengan niat ingin menyapa, tetapi begitu melihat wajah kakek tua yang cemberut, dia bahkan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun dan segera pergi. Setelah pintu tertutup rapat, Kakek Arya membuka jendela untuk ventilasi. Kemudian dia duduk di depan sofa dan dengan santai meletakkan barang-barang yang dibelinya di toko Carissa di atas meja. "Kek, kenapa Kakek datang ke sini?" Juna juga duduk di sofa, tampak tidak memperhatikan apa yang diletakkan kakeknya di meja. Mendengar itu, Kakek Arya tiba-tiba tersenyum kepada Juna dengan cara yang tidak biasa, dan dengan nada yang selembut mungkin berkata, "Aku sengaja datang untuk menanyakanmu, sampai sejauh mana rencana kamu untuk memberiku cicit tahun depan?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.