Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Takdir yang Manis Takdir yang Manis
Oleh: Webfic

Bab 14

"Meskipun kita belum lama kenal dan aku juga nggak tahu banyak tentang masa lalumu ...," termasuk bagian tentang menggugurkan kandungan sebanyak empat kali. "tapi aku yakin, setiap peristiwa pasti ada sebab akibatnya. Perbuatanmu barusan adalah akibat dari penyebab yang nggak baik." Mendengar Juna berkata seperti itu, hati Carissa langsung merasa tenang. Air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya tak terbendung lagi. Sejak kecil hingga dewasa, selain biasa bergantung pada kakaknya untuk saling mendukung, teman-teman yang dekat dengan Carissa hanyalah Jelita dan beberapa teman sekamarnya saat di kampus. Bisa dibilang, hampir semua teman sekelas dan sahabat Carissa menjauh karena dimaki-maki oleh Meliana yang suka seenaknya. Seperti senior kampus yang pernah mengejar Carissa. Hanya karena satu kata dari Meliana, dia langsung melihat Carissa dengan pandangan negatif. Carissa tahu bahwa pria semacam itu sebenarnya memang bermasalah. Mungkin dia tidak benar-benar menyukai Carissa dan tidak layak diperjuangkan. Akan tetapi, tatapan sinis, sikap meremehkan, serta kata-kata kasar senior yang menghina seperti 'berpura-pura angkuh hanya karena uangnya tidak cukup' sudah membuat Carissa merasa jijik seumur hidupnya. "Terima kasih, Tuan Juna. Selama ini, jarang banget ada orang yang mau memahamiku seperti ini." Carissa sangat berterima kasih pada Juna, karena dia tidak seperti seniornya yang langsung mencap Carissa sebagai wanita nakal tanpa mencari tahu alasannya. Setelah kejadian malam ini, Juna mengantar Carissa pulang. Namun, dia tidak lagi membicarakan persiapan yang sudah dia siapkan sebelumnya, dan mereka pun langsung beristirahat di kamar masing-masing. Carissa sudah pergi, ketika Juna turun ke bawah dengan pakaian rapi di keesokan paginya. Di meja makan tersaji sarapan yang masih hangat dan secarik kertas kecil. "Tuan Juna, hari ini toko sibuk banget. Jadi aku duluan ya." Tulisan Carissa sangat lucu. Di bagian akhir dia menggambar sketsa gadis kecil yang sedang mengendarai sepeda motor listrik. Juna memang mendukung perempuan untuk mandiri dan berwirausaha, jadi dia senang melihat Carissa yang semangat dan positif seperti ini. Tampaknya, kejadian semalam tidak memengaruhi emosinya. Carissa adalah gadis yang tangguh dan pantas mendapatkan pujian. Setelah duduk di depan meja makan, Juna melihat roti isi dengan gambar kelinci yang disiapkan Carissa untuknya pagi ini. Melihat coretan gambar pada catatan kecil itu, dia tiba-tiba merasa penasaran. Seperti apa sebenarnya toko yang dibuka oleh gadis kecil nan lembut dan menggemaskan seperti Carissa ini? Sementara Juna masih menikmati sarapannya, Carissa dan Jelita sudah berhasil menjual beberapa porsi sarapan. Toko mereka terletak di jalan yang ramai dengan kegiatan kampus, jadi bisnisnya berjalan sangat lancar. Sekarang sudah sekitar jam setengah delapan dan kebanyakan mahasiswa sudah masuk ke kampus, sehingga toko pun mulai sepi. Carissa duduk di kursi sambil meneguk airnya. "Aku rasa idemu kemarin tentang ubi bakar itu bagus, kita bisa juga beli mesin pemanggang kastanye." "Aku sudah pesan mesinnya tadi malam, mungkin besok sudah sampai," kata Jelita sambil mengambil segelas susu kedelai untuk sarapan, lalu menancapkan sedotan dan meminumnya. "Carissa, karena pekerjaan pagi ini sudah selesai, kita harus bicara tentang kejadian semalam." Carissa tahu betul sifat penggosip seperti Jelita. Sahabatnya itu pasti tidak akan melewatkan kesempatan ini, jadi dia pun berkata jujur. Setelah mendengarkan cerita Carissa, Jelita merenung sejenak. "Aku cuman pergi belanja stok seminggu dan kamu sudah mengalami hal sebesar ini. Kayaknya kamu sudah benar-benar mantap dengan keputusanmu." "Kalau nggak bagaimana? Masa iya aku harus menuruti ayahku dan menikah dengan cowok kampung itu ... " Carissa bahkan malas menyebut nama pria itu. Memikirkan orang-orang di kampung halamannya saja membuatnya muak. Cara berpikir mereka sangat berbeda, sehingga sulit untuk berkomunikasi. "Hmm, pernikahan kilat kalian kali ini memang sebuah kebetulan, tapi dilihat dari penampilan suamimu, siapa tahu dia mungkin benar-benar seorang CEO!" Jelita mulai membayangkan berbagai skenario dalam pikirannya. Carissa benar-benar tidak mengerti dengan sikap Jelita. Dia seharian berkhayal tentang seorang CEO kaya raya yang tiba-tiba datang dan menjadikan Carissa yang malang ini miliknya, tetapi dia tidak pernah berpikir apakah dirinya juga bisa menikah dengan seorang CEO. "Dengar, jangan nggak percaya begitu. Bisa saja suamimu itu benar-benar seorang miliarder. Lihat saja dari auranya, kamu ... " Pintu toko terbuka saat Jelita berbicara dan seorang kakek-kakek dengan wajah awet muda melangkah masuk. Kakek itu mengenakan kacamata bulat berbingkai perak dan setelan jas cokelat, terlihat sangat modis untuk seorang lelaki seusianya. "Aku kira suamimu sudah cukup tampan, tapi aku nggak menyangka kalau ternyata pelanggan tua di toko kita lebih tampan!" Jelita bergumam, membuat Carissa menoleh ke pintu. Carissa segera menyambut kakek yang baru masuk itu dengan senyuman. "Ada yang bisa saya bantu, Kek?" Kakek itu tidak segera menjawab, dia hanya mengangkat kepala dan melihat sekeliling toko. Toko yang tidak terlalu besar itu didominasi warna putih dan merah muda. Terdapat makanan ringan dan minuman di bagian depan, sementara di dalamnya ada alat tulis serta berbagai hiasan, gantungan, dan boneka rajut. Seluruh toko tertata dengan sangat rapi dan bersih. Kakek itu dengan santai duduk di bangku terdekat, kemudian memandang Carissa dengan senyum lembut. "Apa kamu pemilik toko ini?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.