Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Lantai gedung paling atas, tepat di Kantor Direktur Utama Grup Lestanto. Jamal menaruh tangan di saku celana, pandangannya mengarah ke kejauhan melalui jendela besar. Seluruh pemandangan Kota Jarita sangat mungkin terlihat dari sini, bangunan tertinggi di pusat kota. Jika membandingkan ketinggian dan luasnya jarak pandang dari tempat ini dengan bangunan kecil di bawah, ibarat cermin kesenjangan manusia. Sesekali, Jamal selalu berdiri di sini saat lelah untuk mengistirahatkan matanya sejenak. Ting! Suara notifikasi pesan memecah keheningan kantor. Dia mengeluarkan ponsel dan memeriksa, ternyata pesan dari Hania. "Pak Jamal, rekan-rekan kerjaku sudah tahu kita menikah dan mereka mengatur sesi makan malam bersama setelah kerja untuk merayakannya. Mereka minta aku mengundangmu. Apa kamu akan datang?" Tanpa pikir panjang, dia langsung mengetik balasan, "Terima kasih undangannya, tapi aku lembur malam ini dan nggak bisa datang. Maaf." Dia merasa, makan malam dengan sekelompok orang asing yang tidak menawarkan nilai bisnis apa pun hanyalah buang-buang waktu. Saat hendak mengirim pesan balasan, terdengar tawa yang dia kenal dari luar pintu. "Jamal, mobil sport barumu bulan ini milikku ya!" Tanpa lihat orangnya, dia sudah bisa menebak, pasti sosok ini adalah Chiko Sebastian. Jamal menoleh dan menunggu Chiko masuk, lalu duduk santai di kursi kantor. Dia melempar beberapa foto ke atas meja, lalu tersenyum dan berseru penuh percaya diri, "Jamal, lihat, kamu kalah dariku kali ini!" Tokoh utama dalam foto itu adalah Hania. Sekalipun diambil dari sudut tersembunyi, wajahnya yang bersih dan cantik tetap terlihat menonjol di tengah para pejalan kaki. Tampak seperti foto yang diambil diam-diam. Satu-satunya yang merusak keindahan foto tersebut adalah pria yang terlihat berseteru dengannya. Pria itu berwajah jelek, lebih pendek setengah kepala dari Hania. Tangan hitam nan gemuknya memegang lengan Hania. Senyumannya terlihat jelek. Jamal tampak mengerutkan keningnya. "Apa maksud dari foto-foto ini?" tanya Jamal. "Coba tebak siapa pria di foto ini?" Chiko sengaja membuatnya penasaran. Sayangnya, Jamal tidak tertarik. "Kalau nggak mau kasih tahu, sudahlah." Dia melempar ponsel ke meja, bersiap untuk kembali bekerja. Chiko adalah tipe orang yang tak kuasa menahan diri, sehingga dia langsung angkat bicara. "Aku benar-benar menyerah sama kamu, langsung aku kasih tahu saja, deh. Sejak taruhan terakhir, aku suruh orang untuk menyelidiki wanita yang kamu nikahi. Tebak aku dapat apa? Aku benar-benar menemukan sesuatu! Lihat pria di foto itu, sosoknya adalah tunangan Hania sebelumnya! Sampai sekarang, dia masih berhubungan dengan Hania. Foto ini diambil tadi di depan kantornya!" Jamal menghentikan pekerjaannya sejenak, melirik foto itu, kemudian lanjut mengerjakan dokumennya. Jelas, dia tidak percaya. Meskipun tidak begitu mengenal Hania, dia memercayai wanita itu tidak akan bersifat buruk. Chiko sudah memperkirakan reaksinya, kemudian lanjut bicara, "Aku tahu kamu nggak percaya. Sejujurnya, aku juga nggak percaya. Hania terlihat begitu cantik, tapi dia tertarik pada pria begitu? Lalu, aku selidiki lebih dalam dan jawabannya terungkap. Ternyata, keluarganya menerima mahar 1 miliar rupiah dari pria itu!" Gerakan Jamal yang membolak-balikkan dokumen pun berhenti, lalu menatap ke arah Chiko. "Apa kamu yakin?" "Benar, seratus persen! Kalau nggak percaya, kamu bisa kirim orang untuk bertanya pada tetangga keluarganya. Orang kirimanku baru bilang, pria itu pergi ke rumah keluarga Sadendra, mengacau, dan menuduh mereka sudah menipu uang mahar. Semua orang tahu soal ini!" Chiko memang sering bercanda, tetapi mustahil baginya untuk berbohong hal-hal seperti ini. Tiba-tiba, Jamal merasa begitu kesal. Sebelumnya, dia memilih Hania karena sikapnya yang jujur dan terlihat tulus. Tanpa diduga, Jamal telah keliru menilai. "Xena!" Jamal memanggil asistennya dan memerintah, "Siapkan Surat Gugatan Cerai, secepatnya!" "Ah … baik, Pak." Baru saja memberi titah pada Xena, Jamal dikirim pesan oleh Hania. "Pak Jamal, apa kamu masih sibuk? Jika kamu nggak ada waktu atau nggak mau datang, tolong beri aku balasan pesan." Setelah tahu sifat asli Hania, melihat pesan yang dikirim wanita itu membuat Jamal muak. Dia terus-menerus memintanya datang ke pertemuan rekan kerja karena berpikir bahwa dia kaya dan ingin memamerkannya di depan rekan-rekannya, kah? Benarkah Jamal menganggapnya polos? Awalnya, dia ingin mengirim pesan yang sudah dia ketik tadi, lalu membuat wanita itu menandatangani Surat Gugatan Cerai malam ini, dan tidak pernah terlibat dengan wanita seperti ini lagi. Berpikir ulang, Jamal belum pernah diperalat begini seumur hidupnya, bahkan dia tidak bisa menerima perlakuan seperti itu. Lantas, dia menghapus pesan yang telah dipersiapkan, lalu menulis pesan baru. "Kirim alamat dan waktunya, aku akan datang tepat waktu." Setelah mengirim pesan, Jamal mengangkat tangannya dan memberi isyarat pada Xena untuk mendekat. Xena paham, sehingga dia mendekatkan telinganya. "Baik, segera saya urus," jawab Xena cekatan. Chiko sudah menajamkan pendengarannya, tetapi tak mendengar apa yang dia katakan. Setelah Xena pergi, dia tidak sabar untuk klaim jasanya. "Jamal, kali ini, aku nggak mengecewakanmu dan bantu banyak buatmu, 'kan?" Jamal membuka laci, mengeluarkan satu dari sekian banyak kunci mobil sport, dan dilemparkan ke Chiko. "Untukmu!" seru Jamal. "Jamal! Aku sangat mencintaimu!" Setelah itu. Di Hotel Sinar Rembulan. Hania mengeluarkan ponselnya untuk melihat waktu. Tersisa tiga menit lagi sebelum waktu yang disepakati, tetapi Jamal belum datang juga. Dia tidak terburu-buru, tetapi rekan kerja dan pasangan lainnya sudah berkumpul untuk menunggu di sini. "Hania, sudah jam segini, lho. Suamimu belum datang juga, mungkin kamu nggak mengabarinya?" Yelena bertanya dengan tidak sabar. Melihat suami Hania yang belum juga datang, mereka menebak, dia tidak berani membiarkan suami jeleknya hadir untuk mempermalukannya, sehingga dia memilih untuk tidak memberitahunya. Hania tampak tenang saat berkata, "Aku sudah kirim alamatnya kepadanya. Dia bilang, akan datang tepat waktu. Kalian masuk duluan, biar aku tunggu dia di sini." "Mana bisa! Dia adalah pemeran utama hari ini, mana mungkin kita duduk sebelum pemeran utama datang?" "Benar! Lagi pula, kita juga nggak buru-buru. Ayo, kita tunggu sama-sama saja!" Yelena tak akan melewatkan kesempatan sebagus ini. Hania yakin, sang suami akan datang. Tentu, dia harus memastikan rekan-rekannya bisa melihat sang suami dengan jelas! Di antara kerumunan, ada yang sudah mulai penasaran dengan suami Hania. "Menurut kalian, bagaimana penampilan suami Hania nanti?" "Sejujurnya, Hania terlihat cantik. Pilihannya mencari pasangan mungkin nggak akan buruk." "Nggak juga, sih. Keluarganya miskin banget, dia juga terlihat kampungan. Mana ada pria tampan yang mau dengannya? Kamu pikir semua orang sekelas Kakak Yelena kita, bisa dapat pria tampan dan kaya!" Yelena menggandeng pacarnya, mengangkat kepalanya dengan angkuh seraya menatap rendah ke arah Hania. Tepat saat itu, sebuah taksi berhenti di depan pintu hotel. Rekan-rekan kerja Hania pun langsung bersemangat. "Jangan-jangan suami Hania ada di taksi itu?" Pintu taksi terbuka, menampilkan seorang pria dengan setelan kerja warna biru tengah beranjak turun. Setelah mengenali Hania, Jamal langsung berjalan ke arahnya. "Kenapa kamu datang dengan pakaian begini?" Jamal menunduk, melihat kembali pakaiannya, lalu mengertukan dahinya. Dia meminta Xena mencarikan pakaian sederhana. Siapa sangka, asistennya malah memilihkan pakaian kerja warna tua yang sangat mencolok. Waktunya tidak cukup, membuat Jamal harus puas dengan setelan itu. Melihat reaksi Hania, pakaian ini berhasil membawakan kesan yang dia inginkan. Ternyata benar, Hania memang wanita matre. Tampil begini saja sudah membuatnya meremehkan Jamal.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.