Bab 9
Benar saja, mendengar apa kata Berlina, Selvin beranjak dari kursinya dan menatap lurus pada Sherline. Dia mengernyit saat bertanya, "Sherline, kamu nikah dengan model pria?"
Berlina melepaskan lengan Sherline dan maju untuk menenangkan Selvin. "Kak Selvin, jangan marah. Kakak mungkin hanya bodoh sesaat sampai menikah dengan model pria."
Melihat wajah Selvin berangsur-angsur menjadi suram, Robert menyeletuk, "Selvin, jangan khawatir, aku sudah suruh Sherline cerai dengan pria itu."
Selvin menenangkan diri setelah menyadari dirinya terlalu emosi. Dia memasang ekspresi tegas saat berkata, "Sherline adalah kakaknya Berlina. Kalau dia nikah dengan model pria, itu akan berdampak pada reputasi Berlina nanti."
Karen juga maju dan berkata, "Iya, iya. Selvin memang teliti."
Lalu, Karen memelototi Sherline dan membentak, "Sherline, dengar nggak? Nggak apa-apa kalau kamu mau bikin masalah, tapi jangan bikin masalah untuk Berlina!"
Sherline yang diam dari tadi menatap dua orang di depannya. Konyol sekali. Satunya selingkuh, satunya merebut calon suami kakak sendiri, tetapi mereka malah mengatakan dia membuat masalah untuk mereka!
Sherline tersenyum sinis dan berkata, "Tenang saja, aku akan bawa suamiku ke acara pernikahan kalian minggu depan!"
Setelah itu, Sherline pergi ke lantai atas tanpa menolehkan kepala.
Di kamar, Sherline berbaring dengan lemas di ranjang. Saat memejamkan mata, wajah tampan Jordan muncul secara tak terkendali di benaknya.
Mereka baru kenal, tetapi Jordan memberinya kesan yang sangat baik, yaitu beretika dan tahu batas. Hanya saja, profesi Jordan agak lain ....
Akan tetapi, Jordan mungkin terdesak oleh situasi. Sebelumnya, Jordan mengatakan kondisi tubuh neneknya tidak baik. Mungkin Jordan terpaksa memilih profesi itu. Pemikiran itu menimbulkan rasa simpati di hati Sherline.
Ketika Sherline sedang melamun, pintu kamarnya tiba-tiba diketuk.
Sherline terbangun dari lamunan. Orang yang dapat mengetuk pintu kamarnya di rumah Keluarga Limuntang pasti tidak bersahabat.
Sherline pergi membuka pintu. Di luar dugaannya, orang yang berdiri di luar adalah Selvin.
"Ada apa, Pak Selvin?" tanya Sherline dengan suara dingin dan sungkan sambil menatapnya.
Terlintas kesedihan di mata Selvin. Dia ingin melangkah ke dalam, tetapi dicegat di depan pintu oleh Sherline. "Pak Selvin sudah punya tunangan. Nggak baik kalau sembarangan masuk ke kamar perempuan lain."
Selvin berhenti. Dia menundukkan pandangannya pada wajah Sherline yang tanpa riasan.
Dulu ketika diberi tahu oleh keluarganya bahwa dia memiliki janji pernikahan dari kecil dan orang itu dibesarkan di desa, Selvin sangat antipati. Akan tetapi, Selvin terpaksa harus menemui gadis itu karena desakan neneknya.
Pada pertemuan pertama, Sherline memakai kaos putih dan celana jeans biasa, tetapi kecantikannya langsung menggerakkan hati Selvin. Setelah pulang, Selvin menyetujui janji pernikahan tersebut.
Hanya saja, Sherline bersifat konservatif. Sudah setahun lebih mereka berpacaran, tetapi Sherline enggan melakukan hubungan intim dengannya! Itulah yang memberi kesempatan bagi Berlina untuk merebut Selvin. Sekarang, Berlina mengandung anak Selvin sehingga Selvin harus membatalkan janji pernikahannya dengan Sherline!
"Sherline, sejak kapan kita jadi sungkan begini?" tanya Selvin dengan sedih.
"Pak Selvin, tolong jaga sikap. Kalau nggak ada masalah, silakan pergi." Sherline tidak ingin basa-basi dengan Selvin di sana!
Selvin buru-buru menganjurkan kaki untuk menghalangi pintu yang ingin Sherline tutup. "Sherline, kamu nikah dengan model pria itu untuk balas dendam padaku, ya?"
"Pfft ...."
Sherline tidak bisa menahan tawa. Dia menatap lurus pada Selvin. "Selvin, jangan terlalu gede rasa. Dengan siapa aku menikah, itu urusanku."
Selvin berpikir Sherline hanya mengeyel. Dia mengembuskan napas dan berujar, "Sherline, maaf sudah membatalkan janji pernikahan denganmu. Aku akan bicarakan dengan Paman agar kamu cerai dengan model pria itu."
"Kenapa? Biar aku cerai dan nikah dengan Harris? Bukannya kamu buru-buru batalkan janji pernikahan denganku karena takut Berlina akan nikah dengan Harris?" Mata Sherline yang terang tenang tak beriak. Sejak Selvin memutuskan untuk membatalkan janji pernikahan dengannya dan menikah dengan Berlina, Sherline sepenuhnya cuek pada Selvin.
Terlintas rasa kecut di dalam tatapan mata Selvin. Dia berdalih, "Sherline, Berlina hamil anakku. Aku terpaksa harus nikah dengannya."
Nada bicara Selvin menjadi cemas. Dia tiba-tiba maju dan memegang lengan Sherline, lalu melanjutkan, "Sherline, jangan rugikan dirimu. Tentang pernikahanmu dengan model pria itu dan masalah Harris, aku akan mencarikan solusi untukmu. Jangan khawatir."
Terhadap perbuatan Selvin yang mendadak, Sherline tahu tiada harta yang jatuh dari langit.
Sherline menatap Selvin. "Lalu?"
"Apa?" Selvin kebingungan.
Sherline sangat tenang dan mengulangi pertanyaannya. "Lalu? Apa yang ingin kamu peroleh dariku dengan membantuku soal Harris?"
Selvin menatap lurus pada Sherline dengan ekspresi penuh cinta. "Sherline, aku masih mencintaimu. Selama kamu cerai dengan model pria itu, aku nggak akan keberatan. Aku memang nikah dengan Berlina, tapi itu hanya karena dia hamil. Kita bisa tetap bersama."
Sherline tiba-tiba merasa dirinya yang dulu sangat bodoh. Seberapa bodoh dirinya sampai bisa merasa Selvin adalah pria baik?
Sherline mendongakkan matanya yang terang dan menyeringai sinis. "Benaran? Pak Selvin mau aku jadi wanita simpanan?"
Selvin mengeratkan tangannya dan buru-buru berkata, "Sherline, bukan begitu maksudku. Aku hanya nggak mau lihat kamu menjerumuskan dirimu."
Mendengar alasan itu, Sherline ingin sekali bertepuk tangan untuk Selvin. Dia berucap dengan suara dingin, "Terima kasih Pak Selvin sudah berpikir banyak untukku, tapi orang luar nggak bisa mencampuri urusanku. Sebaiknya Pak Selvin persiapkan diri untuk acara pernikahan dengan Berlina. Aku dengan tulus mendoakan kalian."
Sikap Sherline yang sungkan membuat Selvin panik. Dia membentak dengan suara rendah, "Sherline, aku berpikir demi kebaikanmu! Kamu nikah dengan model pria itu untuk membuatku marah, 'kan?"
"Pak Selvin terlalu meninggikan diri. Aku benar-benar suka dia. Aku akan bawa suamiku ke acara pernikahan Pak Selvin nanti." Sherline sama sekali tidak memberi muka padanya.
Urat nadi Selvin di kening menonjol karena marah. Dia menatap lurus pada Sherline. Tangannya dikepal erat sampai mengeluarkan bunyi kertak.
Di tengah situasi tegang itu, Berlina naik dan melihat Selvin berdiri di depan Sherline. Kemarahan di hatinya langsung meletus. Sherline, lagi-lagi Sherline!
Berlina bergegas berjalan ke depan Selvin dan menatapi Sherline dengan penuh waspada sambil berteriak, "Sherline, kamu tahu malu nggak? Sekarang Selvin sudah jadi calon suamiku dan kami akan menikah minggu depan. Kamu mau menggoda calon suamiku?"