Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Jordan melirik kartu nama yang dijejalkan kepadanya oleh Berlina, tetapi tidak menolak. Dia tersenyum saat berujar, "Terima kasih banyak, Nona." Setelah itu, Jordan hendak pergi. Berlina berkata lagi, "Kalau begitu ... bisa nggak tukar nomor WhatsApp? Kita bisa mengobrol langsung nanti." Jordan berhenti dan menoleh pada Berlina. "Kalau nggak salah ingat, Nona Berlina akan segera bertunangan dengan calon suamimu, Selvin. Kamu senggak sabar itu padaku sekarang?" Wajah Berlina langsung memerah. Dia mengepalkan tangan dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tersendat. Dia tidak bisa berkata-kata. Lama kemudian, Berlina menghardik, "Jangan nggak tahu diri, aku hanya mau perkenalkan klien untukmu. Kalau kamu memang mau Sherline si orang kampung itu, terserah kamu!" Jordan tersenyum, tidak mengekspos kebohongan Berlina yang begitu jelas. "Terima kasih, aku nggak butuh." Jordan berbalik badan dan pergi, meninggalkan Berlina yang emosi. Berlina menyaksikan kepergian Jordan dengan ekspresi jengkel. Hatinya sangat tergerak ketika Jordan muncul untuk pertama kalinya. Tidak hanya tampan, Jordan juga memiliki aura mulia yang sangat memikat. Setelah meninggalkan rumah Keluarga Limuntang, Jordan langsung pulang. Dalam perjalanan, dia tiba-tiba ditelepon oleh neneknya. "Jordan, kenapa kamu tiba-tiba pergi ke Kota Lauton? Kamu bertengkar lagi dengan ayahmu?" tanya Diana dengan kepedulian yang lembut. Jordan menundukkan pandangan. Dia tidak ingin membuat neneknya khawatir, maka dia berkata, "Nggak, kebetulan ada urusan kerja di Kota Lauton, jadi aku datang untuk lihat-lihat." Bagaimana mungkin Diana tidak mengetahui apa isi pikiran Jordan. Orang tua Jordan sudah lama bercerai. Ibunya tinggal di luar negeri sepanjang tahun, sedangkan ayahnya jarang pulang karena sibuk bekerja. Saat Jordan berumur tujuh atau delapan tahun, ayah Jordan membawa pulang seorang wanita dengan anak perempuan berumur empat tahun. Kemudian, wanita itu menjadi ibu tiri Jordan dan anak itu menjadi adik Jordan. Sejak itu, hampir tidak ada komunikasi antara Jordan dan ayahnya. Justru karena itu, mereka sering bertengkar sengit karena masalah kecil. Diana mengembuskan napas. Kondisi penyakitnya kian memburuk dalam beberapa tahun ini. Walau sudah mencari banyak dokter terkenal, juga tidak ada gunanya. Satu-satunya kekhawatiran Diana adalah Jordan. "Jordan, kamu sudah cukup berumur, sudah waktunya cari gadis," kata Diana dengan suara pelan. Dia takut Jordan akan sendirian dan kesepian setelah dia meninggal. "Ya, aku tahu." Jordan tidak jengkel terhadap desakan Diana. Nada bicaranya makin lembut. "Aku ketemu satu gadis di Kota Lauton. Kurasa dia sangat baik, kami sudah pacaran. Nenek nggak perlu khawatir." "Benaran?" seru Diana dengan semangat. Cucunya ini cuek. Sudah berumur 26 tahun, tidak pernah ada satu pun wanita yang menemaninya. "Benar. Aku sangat menyukainya," jawab Jordan dengan santai. "Oke, oke, yang penting kamu suka. Uhuk uhuk." Diana terbatuk-batuk. Setelah sudah lewat, Diana berkata lagi, "Pas sekali. Tiga hari lagi, Nenek cari kamu ke Kota Lauton. Kamu harus bawa gadis itu ketemu Nenek. Nenek mau lihat seperti apa cucu menantuku." Jordan mengernyit ketika mendengar Diana batuk. "Nenek belum sehat sekarang, nggak usah ke sini saja. Setelah urusan di Kota Lauton selesai, aku bawa dia pulang untuk ketemu Nenek." "Nggak apa-apa. Kamu mungkin butuh waktu yang lama untuk menangani urusan di Kota Lauton. Nenek sudah nggak sabar. Jangan khawatir, Nenek suruh ayahmu antarkan ke bandara." Diana bersikeras ingin pergi ke Kota Lauton. Terbersit ketidakberdayaan dalam tatapan mata Jordan. Dia tidak menghentikan neneknya lagi. "Oke, telepon aku kalau Nenek sudah sampai. Aku jemput." Setelah menutup telepon, Jordan mengingat kembali apa perasaannya ketika pertama kali bertemu dengan Sherline. Pada saat itu, Sherline mabuk karena minum banyak bir, tetapi matanya sangat terang. Mungkin karena sepasang mata itu, Jordan tidak menolak permintaan Sherline yang begitu konyol. Keesokan hari. Pagi-pagi sekali, Sherline dipaksa berdandan oleh Robert. Mereka membawa sekantong barang untuk pergi meminta maaf kepada Harris. Akan tetapi, mereka dicegat di rumah Keluarga Tambunan. Katanya, Harris tidak berada di rumah. Robert menjejalkan beberapa lembar uang seratus ribu ke tangan pengurus rumah dan bertanya dengan sopan, "Tumpang nanya, di mana Pak Harris sekarang? Kami mencarinya karena ada urusan." Melihat pengurus rumah diam saja, Robert tersenyum dan berkata lagi, "Aku Robert Limuntang. Ini putriku, Sherline, punya janji pernikahan dengan Pak Harris. Kami secara khusus berkunjung hari ini." Mendengar itu, pengurus rumah melemparkan tatapan sinis pada Sherline. Dia mungkin juga tahu semua wanita yang mau menikah dengan Harris pasti mengincar uang. "Pak Harris sudah pergi ke Cantika kemarin malam. Pak Harris ada janji makan siang ini, sepertinya di Hotel Harmoni. Kamu pergi ke sana saja." Lalu, pengurus rumah menutup pintu. Cantika merupakan klub malam terbesar di Kota Lauton. Harris tidak pulang ke rumah kemarin malam, sudah jelas apa yang dia lakukan di sana. Akan tetapi, Robert sama sekali tidak peduli. Mendengar Harris akan pergi ke Hotel Harmoni di siang hari, Dia bergegas pergi ke sana bersama Sherline. Dalam perjalanan, Robert melirik Sherline melalui kaca spion dan mengancam dengan suara rendah, "Jangan macam-macam di depan Pak Harris nanti. Diam saja di samping Ayah. Kalau pernikahan ini jadi, biaya pengobatan kakekmu nggak usah dikhawatirkan lagi. Paham?" Mendengar ancaman itu, Sherline merasa ironis. Dia dengan tenang mendongakkan mata dan bertanya, "Ayah nggak dengar tadi? Pengurus itu bilang Harris pergi ke Cantika kemarin malam. Ayah harusnya tahu tempat macam apa itu." Robert mengernyit. "Kamu ini anak perempuan, buat apa tahu tempat macam itu? Lagi pula, bukannya wajar pria pergi ke tempat macam itu?" Sherline merasa konyol. Dia mengepalkan tinju dan diam saja. Mereka tiba di Hotel Harmoni. Waktu masih pagi, Harris belum datang. Sampai pukul 11 lewat, Harris datang menemani seseorang dengan wajah berseri-seri. Robert segera membawa Sherline maju bersamanya. "Pak Harris, kebetulan sekali ketemu di sini." Senyuman memudar dari wajah Harris saat mendengar suara Robert. Akan tetapi, dia tidak mengatakan apa-apa di depan tamu. Dia bertanya, "Ada apa cari aku?" Robert mendorong Sherline ke arah Harris. "Nggak ada apa-apa. Sherline sudah menyadari kesalahannya kemarin malam dan khusus datang hari ini untuk minta maaf." Harris mendongakkan kepala dan mendengus. Ekspresinya tidak begitu masam lagi ketika melirik wajah Sherline yang cantik menawan. Pria adalah makhluk visual. Sherline yang sudah berdandan tampak seperti boneka cantik. Semua orang yang berhadapan dengannya pasti terpukau. "Ternyata tamu Pak Harris. Kebetulan nggak banyak orang hari ini. Ajak mereka makan siang bareng saja," kata pria yang dikeliling banyak orang itu. Sherline menoleh ke samping dan merasa pria itu sangat familier. Sherline menundukkan kepala dan merenung. Seketika, matanya membelalak karena mengingat pria itu. Bukankah pria ini duduk di samping Jordan di bar waktu itu?

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.