Bab 3
Sherline menoleh pada Berlina dengan ekspresi tenang. Mungkinkah masih ada rahasia di balik masalah ini?
Senyuman Berlina makin lebar. Dia berujar,
"Grup Limuntang sedang dalam krisis keuangan. Keluarga Gunawan sudah memberikan sejumlah uang, tapi itu nggak cukup. Harris dari Grup Tambunan baru mati istrinya dan terpaksa harus menikah lagi karena tekanan dari luar. Dia bilang pada Ayah, selama Ayah menikahkan putri Keluarga Limuntang padanya, dia akan membantu Grup Limuntang melewati masa sulit ini."
"Setelah Kak Selvin tahu, dia khawatir aku akan dinikahkan dengan Keluarga Tambunan. Jadi, Kak Selvin langsung batalkan janji pernikahan denganmu di hari itu dan menikahiku sebagai gantinya, biar kamu yang menikah dengan Harris!"
Wajah Sherline memucat karena apa yang dikatakan oleh Berlina. Sherline telah memikirkan banyak alasannya, mungkin Selvin membatalkan janji pernikahan dengannya karena tidak bisa menahan hasrat. Tak terpikir oleh Sherline bahwa alasannya adalah agar dia menggantikan Berlina untuk menikah dengan Harris.
Percintaan mereka selama setahun ini bagaikan lelucon. Teringat akan kelembutan Selvin padanya dalam setahun ini, Sherline merasa konyol! Jijik!
Berlina makin sombong ketika melihat wajah Sherline memucat. Dia mendongakkan dagu dan tersenyum saat berujar, "Sherline, kamu diam di rumah saja. Tunggu Harris datang untuk melamar besok!"
Setelah itu, Berlina membuka pintu dan pergi dengan lagak sang pemenang.
Sherline duduk di ranjang dengan bengong. Tatapan matanya linglung. Jantungnya sakit menusuk, bahkan sedikit sulit untuk bernapas.
Sherline mengepalkan tinju dan menggigit bibir dengan sedih. Ternyata manusia bisa sekeji ini!
Sherline menarik napas dalam-dalam. Terbersit keteguhan dalam tatapan matanya. Mustahil dia akan menikah dengan Harris!
Keesokan pagi.
Sebelum Sherline bangun, beberapa orang masuk ke kamarnya. Mereka semua berisik dan menariknya dari ranjang.
Karen memerintahkan pembantu, "Dandan dia dengan cantik. Pak Harris akan datang sebentar lagi."
Sherline dibawa secara paksa ke depan meja rias untuk dandan dan menata rambut, lalu memakai gaun biru yang elegan.
Terbersit kebencian di mata Karen ketika melihat Sherline yang sudah dandan. Sherline begitu cantik, padahal tumbuh besar di desa selama belasan tahun. Kulitnya seputih salju, giginya cerah, dan bibirnya merah berona. Hanya dengan dandanan simpel, Sherline sudah tampak seperti bidadari dari kayangan.
Persis seperti ibunya yang berengsek itu!
Karen menekan kemarahan di hatinya. Tidak peduli seberapa cantik Sherline, Sherline akan menderita setelah menikah dengan Harris!
"Kalau sudah dandan, cepat turun. Pak Harris akan datang sebentar lagi. Ke depannya, kamu akan jadi istrinya!" Karen menarik Sherline.
Sherline mengernyit, jelas sangat enggan.
Karen merendahkan suara saat mengancam, "Jangan lupa kakekmu."
Sherline terpaksa mengikutinya ke lantai bawah.
Kakek sakit kronis karena kegagalan fungsi organ. Walau dia punya keterampilan medis yang tinggi, kakek hanya dapat bertahan hidup dengan bantuan alat.
Sherline telah mendalami ilmu kedokteran dalam beberapa tahun terakhir. Dia memiliki prestasi yang luar biasa di bidang kedokteran, tetapi tidak punya uang. Kakek juga merindukan Robert setelah dirinya jatuh sakit. Oleh karena itu, Sherline membawa Kakek pulang ke Kota Lauton.
Hanya saja, Sherline tidak menyangka Robert dan Karen malah mengancamnya dengan kakek sekarang.
Sherline mengepalkan tinju. Walau enggan, dia mematuhi Karen untuk turun.
Di ruang tamu.
Robert sedang menyapa seorang pria sambil tersenyum. Pria itu agak tua, tampak seperti berumur 50-an tahun, padahal hanya berumur 40-an. Seperti orang kaya baru pada umumnya, pria itu botak, mesum, dan buncit. Dia memakai kalung emas yang tebal dan panjang di leher, serta arloji yang sangat mahal di pergelangan tangan.
Hanya sekilas pandang, jelas bahwa pria itu sangat kaya.
Robert sangat sopan terhadap pria itu. Dia tersenyum sambil berkata menjilat, "Pak Harris, jangan khawatir. Bapak pasti puas kali ini."
Tepat saat itu, Robert mendengar suara langkah kaki sehingga menolehkan kepala dan melihat Sherline sudah turun. Matanya berbinar karena kecantikan Sherline. Dia berdiri dan menarik Sherline ke sana, lalu memperkenalkannya.
"Pak Harris, ini putriku, Sherline."
Mata sipit Harris menyapu ke arah Sherline. Seketika, matanya terbuka lebar. Sherline merasa mual dan jijik karena tatapan yang terus meliriknya.
Memperhatikan tatapan mata Harris, Robert tersenyum seraya menarik Sherline dan menyuruh Sherline duduk di sebelah Harris.
Harris mengangguk puas dan dengan enggan memalingkan tatapannya dari Sherline. Dia berdeham.
"Aku sangat puas dengan Sherline. Kalau bisa, daftarkan pernikahan minggu depan saja. Ini pernikahan kedua bagiku, nggak perlu bikin resepsi besar. Kita makan-makan saja."
Robert langsung mengangguk. "Iya, bikin resepsi besar juga buang-buang waktu. Hemat pangkal kaya."
Harris tersenyum lebih lebar karena sanjungan Robert. "Pak Robert nggak usah khawatir. Setelah aku dan Sherline nikah, kamu adalah ayah mertuaku. Aku nggak akan berdiam diri terhadap kesulitan Grup Limuntang. Setelah daftarkan pernikahan, aku akan menyuntikkan dana pada Grup Limuntang."
Robert tersenyum kegirangan. "Baik, baik, baik. Aku akan suruh Sherline segera daftarkan pernikahan dengan Pak Harris."
Mereka sama sekali tidak menanyakan pendapat Sherline, seakan-akan Sherline adalah produk jualan yang bebas dipilih.
Harris mengeluarkan selembar kartu dari saku dan menaruhnya ke atas meja. "Isinya dua miliar, anggap sebagai maskawin. Uang yang lain akan kusuruh orang antarkan besok. Jangan khawatir. Tenang saja, setelah nikah denganku, aku nggak akan pelit soal uang."
Makin dilihat, makin puas Harris terhadap Sherline. Sherline duduk anggun di sofa. Gaun panjang biru membuatnya tampak seperti boneka cantik. Setiap jengkal kulitnya begitu sempurna.
Sherline sama sekali tidak melirik kartu itu. Setelah kedua pria itu mendiskusikan semuanya, dia menghardik dengan suara dingin, "Aku nggak akan nikah."
Suara dingin itu menyiratkan keteguhan.
Senyuman di wajah Robert langsung digantikan menjadi emosi. Dia menggertakkan gigi sambil menegur, "Sherline! Jangan omong kosong! Kamu nggak bisa ambil keputusan untuk masalah pernikahan ini."
Sherline mendongakkan matanya yang cerah dan dingin. "Aku sudah menikah."
Kalimat yang tenang itu bagaikan bom yang menciptakan kehebohan.
"Omong kosong apa kamu!" Robert beranjak dari kursinya dengan marah.
"Sherline, ini perintah orang tua, nggak bisa kamu bantah! Pernikahan ini sudah ditetapkan, nggak bisa kamu batalkan. Lagi pula, kamu nggak merasa alasan macam ini sangat konyol?"
Benar juga, Selvin baru membatalkan janji pernikahan dengannya lusa kemarin, tetapi sekarang dia mengaku sudah menikah. Siapa yang akan percaya?
Akan tetapi, dia benar-benar sudah mendaftarkan pernikahan dengan Jordan.
Wajah Harris menjadi suram. Melihat itu, Robert segera menghiburnya.
"Pak Harris, jangan dengarkan omong kosong itu. Bagaimana mungkin dia sudah menikah? Tenang saja, aku akan bawa Sherline untuk daftarkan pernikahan dengan Pak Harris minggu depan."
Detik berikutnya, terdengar suara pria yang rendah dari arah pintu. "Kalian mau bawa istriku ke mana?"