Bab 13
Hal itu membuat Sherline terbengong. Akan tetapi, Diana sudah menetapkan waktu pernikahan dengan Jordan. Dia tidak berkesempatan untuk membantah.
Sherline memegang kening. Keluarga Gunawan cukup terkenal di Kota Lauton. Meskipun pemimpin Keluarga Gunawan yang sekarang bukan Selvin, acara pernikahan Selvin dan Berlina akan diadakan dengan meriah demi kehormatan.
Jika mereka tahu acara pernikahannya dengan Jordan juga diadakan di hari yang sama, mereka pasti akan datang untuk menyindir.
Jordan tidak mungkin bisa menyaingi sebuah perusahaan keluarga.
Sudahlah, hanya disindir. Tidak baik untuk menolak kebaikan nenek.
Pas sekali, dia tidak perlu menghadiri acara pernikahan pasangan hina itu.
Diana yang tidak enak badan pergi beristirahat setelah makan malam. Sherline sudah menyanggupi Diana untuk tinggal di sana.
Usai makan malam, Sherline duduk di sofa dengan gugup. Jordan berjalan ke depannya. Tubuh Jordan yang jangkung dan kekar memberikan rasa tekanan sehingga Sherline agak gugup.
Jordan berdiri di depan Sherline dan mengamatinya. Ada rasa eksplorasi di mata hitam Jordan. Dia bertanya dengan suara pelan, "Kamu benaran yakin bisa sembuhkan nenekku?"
Sherline merenung sejenak, lalu memberikan jawaban yang lebih aman. "Mulai dari akupunktur dan minum obat dulu. Aku sudah lakukan pemeriksaan palpasi. Kalau aku nggak salah, penyakit nenekmu sepertinya sudah sepuluh tahun. Gejalanya sakit kepala, batuk, napas pendek, 'kan?"
Bibir tipis Jordan tertutup rapat dan kecurigaan melintas di matanya. Sherline benar. Akan tetapi, informasi itu bukan rahasia sehingga bisa diketahui dengan cara mengecek riwayat medis.
Mungkin Sherline mendekatinya di bar secara sengaja dan sudah mengetahui identitasnya?
Berpikir demikian, tatapan mata Jordan tiba-tiba menjadi dingin.
Sherline tidak menyadari tatapan mata itu. Dia melanjutkan, "Sebenarnya, nenekmu bukan sakit, tapi keracunan. Sepertinya keracunan sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun lalu, apakah nenekmu pernah makan sesuatu selama sebulanan berturut-turut? Ditambah dengan suplemen makanan yang bersifat panas, kondisi tubuh nenekmu makin lemah."
"Keracunan?" Jordan memicingkan matanya yang ramping. Nadanya menjadi tegas.
"Ya, dari hasil pemeriksaan palpasi, nenekmu memang keracunan, tapi nggak terlalu terdeteksi karena sudah terlalu lama. Aku bisa pastikan lebih lanjut kalau ada laporan pemeriksaan." Sherline mengangguk.
Jordan terdiam selama sesaat. Lalu, dia berkata dengan suara pelan, "Laporannya ada di rumah lama. Aku suruh orang antarkan besok."
Sherline mengangguk. "Kamu coba ingat-ingat apa yang Nenek makan sepuluh tahun lalu. Itu dimakan sebulan berturut-turut, harusnya mudah dicari tahu."
Mendengar nada bicara Sherline yang teguh, Jordan lebih memercayainya lagi. "Oke, aku mengerti. Terima kasih banyak atas hari ini."
"Sama-sama, kamu sudah datang ke rumahku untuk membantuku. Ini hanya masalah kecil bagiku." Sherline tersenyum. Matanya seperti berisikan bintang, sangat indah.
Jordan melirik Sherline sekilas. Tiba-tiba, dia bertanya, "Kamu tahu siapa aku?"
Sherline termangu dan menatap Jordan dengan heran. "Jordan Ramos."
"Lalu, apa profesiku?" tanya Jordan lagi. Mata hitamnya menyiratkan ketegasan.
Sherline melihat Jordan dengan heran. Dia mengira Jordan takut akan dia akan keceplosan di depan nenek. Jadi, Sherline menepuk bahu Jordan dan berbisik, "Tenang saja, aku akan rahasiakan identitasmu."
Setelah berpikir sejenak, Sherline melanjutkan, "Nggak bisa juga kamu ambil profesi ini untuk jangka lama. Ganti profesi lain saja ke depannya."
Mendengar saran Sherline, kecurigaan di mata Jordan akhirnya memudar. Dia tersenyum seraya menggenggam telapak tangan Sherline. "Kalau mau akting, harus akting benar-benar. Malam ini, kamu tidur bareng di kamarku."
Suara yang rendah dan serak itu membuat wajah Sherline merah seketika.
Sherline membuka mulut, tetapi tidak bisa berkata-kata. Dia menyilangkan kedua tangan. Lama kemudian, dia berkata dengan gagap, "Nggak ... nggak baik, 'kan?"
Melihat wajah gadis itu merah tersipu, Jordan menahan senyuman di wajahnya. "Apanya yang nggak baik? Kamu istriku sekarang. Bukannya wajar kalau kamu tidur sekamar denganku?"
Gawat!
Sherline tersentak kaget. Timbul kewaspadaan di dalam tatapan matanya.
Melihat reaksi Sherline, Jordan berhenti mengusiknya. "Kita sudah sah menjadi suami istri, Nenek akan curiga kalau kita nggak tidur sekamar. Tapi jangan khawatir, kita nggak tidur seranjang. Aku tidur di lantai."
Barulah Sherline menghela napas lega.
Bagaimanapun, Jordan berprofesi sebagai "model pria". Tentu saja Sherline akan khawatir.
Gerakan Sherline yang menghela napas justru membuat Jordan jengkel. Dia mencondongkan tubuhnya yang jangkung dan kekar dan menatap Sherline seraya bergurau, "Jangan pikir yang nggak-nggak."
Sherline menundukkan kepala. Dia mengabaikan gurauan Jordan dan langsung pergi ke lantai atas.
Jordan menyusul, membawa Sherline ke kamarnya.
Di luar dugaan, kamar Jordan bernuansa dingin dengan warna hitam, putih, dan abu-abu. Selain barang yang wajib diperlukan, kamar itu sederhana sekali. Tampak seperti tidak pernah ditempati.
Jordan mengeluarkan matras dan selimut dari dalam lemari, lalu menatanya di samping ranjang. "Pergi mandi dan tidur awal. Piama sudah disiapkan dalam lemari pakaian, semuanya baru. Kamu bisa pakai."
Sherline agak gugup karena belum pernah sekamar dengan pria. Teringat bahwa Jordan tidak mengambil kesempatan saat dia mabuk waktu itu, Sherline yakin Jordan adalah pria beretika. Jordan seharusnya tidak akan mengambil kesempatan di saat ini.
Awalnya, Sherline mengira dirinya pasti tidak bisa tidur malam ini. Alhasil, Sherline tidur pulas.
Sherline tidur sampai pukul delapan lewat esok pagi.
Saat Sherline bangun, Jordan sudah tidak berada di kamar. Kamar itu juga sudah rapi. Sherline melirik jam. Usai mandi, dia langsung turun.
Di lantai bawah, Diana sedang makan. Seperti pesan Sherline kemarin, makanannya rendah garam.
Begitu melihat Sherline turun, kegirangan menghiasi mata Diana. "Sherline sudah turun? Kalau capek, kamu bisa istirahat di atas. Nenek suruh orang antarkan makanan."
Sherline tidak bisa berkata-kata.
Dari ekspresi Diana, Sherline tahu Diana salah paham.
Senyuman lembut tersungging di bibir Sherline. Dia tidak memberi penjelasan. "Nenek, aku nggak apa-apa."
Diana menarik Sherline untuk duduk di sebelahnya, pas di seberang Jordan. Jordan berpakaian kasual hari ini, yaitu kaos dan celana katun warna abu. Rambutnya berjuntai di kepala, membuatnya tampak lebih muda.
"Nenek sudah tentukan lokasinya pagi ini dan suruh mereka dekorasi secepatnya. Habis makan, kalian bisa pergi ke toko gaun pengantin. Lihat ada yang kalian suka atau nggak. Setelah pulang nanti, Nenek akan suruh orang buatkan gaun khusus untuk Sherline." Kegirangan dalam suara Diana terdengar jelas.
"Baik." Jordan mengiakan.