Bab 11
Wajah Sherline merah seketika. Walau sudah menikah dengan Jordan, Sherline sama sekali tidak berpengalaman dalam hal itu.
Sherline tergagap, "Bu, bukan ... bukan itu maksudku ...."
Sherline mencoba untuk menjelaskan, "Aku pahami sedikit ilmu kedokteran. Konsumsi energi jangka panjang nggak baik bagi kesehatan. Ini cukup berkhasiat. Khasiatnya akan terlihat kalau kamu minum dalam waktu lama."
Wajah tampan Jordan yang suram menjadi masam.
Tangan Jordan yang memegang kemudi terus mengerat, sampai buku-buku jarinya menonjol. Mobil melaju di sepanjang jalan dan akhirnya berhenti di depan sebuah vila di lereng.
Begitu mobil diparkir, Jordan mencondongkan tubuhnya yang jangkung dan kekar. Melihat wajah tampan itu terus diperbesar di depan mata, napas Sherline terhenti karena gugup.
"Kenapa? Kamu meragukan kemampuanku sekarang?" tanya Jordan dengan suara rendah dan serak.
Mereka sangat dekat. Napas hangat Jordan berembus pada Sherline ketika sedang berbicara. Telinga Sherline menjadi panas dan merah.
Sherline tergagap, "Bu, bukan ... bukan itu maksudku. Kalau kamu ... nggak mau minum, juga nggak apa-apa."
Sherline mendongakkan mata, pas bertemu dengan mata hitam Jordan. Matanya hitam pekat seperti tinta kental.
Jordan makin dekat sehingga hidung mereka nyaris bersentuhan. Sherline tergagap karena gugup.
Belum pernah dia begitu dekat dengan seorang pria!
"Aku ... aku ...." Ketika Sherline ingin mengatakan sesuatu, terdengar bunyi kertak di dalam mobil. Ternyata, Jordan membantu melepas sabuk pengaman kursi Sherline.
"Ayo, nenekku di dalam." Jordan duduk tegak di kursinya.
Sherline baru tersadar. Dia dipermainkan?
Jordan sudah keluar dari mobil dan mengambil beberapa kotak di bagian belakang mobil. Sherline meraba pipinya yang panas. Dia buru-buru membuka pintu dan turun. Tampaklah sebuah vila tiga lantai yang antik.
Vila itu kelihatannya tidak besar, tetapi sangat luas. Ada taman di halaman depan dan ada orang yang sedang merawatnya.
Sherline terkejut. Walau bukan di pusat kota, vila seluas ini pasti sangat mahal.
Sampai ketika Jordan meraih tangannya, Sherline terbangun dari lamunan. Telapak tangan pria itu lebar dan membawa tenaga yang hangat.
Melihat Sherline terbengong di tempat, Jordan menariknya dan menjelaskan, "Aku bilang ke Nenek kita sedang dalam masa mesra."
Jordan menariknya lebih dekat. Lalu, Sherline berdeham. "Aku tahu. Aku pasti akan berperilaku dengan baik."
Jordan mengangguk dan membawa Sherline ke dalam. Petugas taman adalah seorang pria gemuk yang berumur 40-an tahun dengan senyuman lugu di wajahnya. Melihat Jordan pulang bersama seorang wanita, pria itu segera menyapa dengan hormat, "Tuan Muda sudah pulang? Nyonya Diana menunggu Anda di dalam."
Jordan mengangguk, tetapi tidak bersuara.
Sherline tampak heran. Bukankah Jordan adalah model pria? Mengapa Jordan kelihatannya seperti sangat kaya?
Sebelum masuk, Sherline menanyai Jordan, "Bukannya kamu model pria? Kenapa kamu bisa tinggal di sini dan ada pembantu di rumah?"
Jordan tidak memberitahukan identitasnya. Dia menjawab dengan santai, "Kamu bilang aku nomor satu, 'kan? Memangnya aneh kalau aku kaya?"
Hmm ....
Sherline terlalu merendahkan penghasilan profesi model. Kelihatannya Jordan telah menghasilkan banyak uang.
Teringat akan kemunculan Jordan di Hotel Harmoni, wanita yang membayar Jordan pasti adalah wanita kaya. Wanita kaya tidak keberatan untuk memberikan rumah dan mobil jika senang. Apalagi Jordan adalah pria tampan.
"Aku hanya nggak nyangka, profesi kalian ... bisa menghasilkan uang banyak," kata Sherline setelah merenung untuk waktu yang lama.
"Kenapa? Kamu juga mau?" gurau Jordan sambil mengangkat alis.
Sherline buru-buru menggelengkan kepala. "Nggak, nggak ... aku nggak cocok."
"Nanti kamu jangan bilang apa-apa di depan Nenek," pesan Jordan.
Sherline mengangguk dan bisa memakluminya. Profesi Jordan terlihat glamor, tetapi memiliki reputasi yang tidak terlalu baik.
"Aku tahu."
Mereka terus berjalan dalam. Begitu melewati pintu, mereka disambut oleh seorang wanita tua. "Jordan sudah pulang? Inikah cucu menantuku?"
Mata Diana berbinar ketika melihat Sherline.
Sherline menolehkan kepala ke arah datangnya suara. Wanita tua itu memakai gaun panjang berwarna gelap. Rambutnya sudah putih semua, tetapi tatapan matanya penuh rasa sayang. Wajahnya agak pucat, mungkin karena kondisi tubuhnya yang lemah.
"Ya, namanya Sherline Limuntang. Kami baru daftarkan pernikahan belum lama ini." Jordan menaruh barang bawaannya ke meja. "Semua ini hadiah dari Sherline."
Diana makin tersenyum bahagia. Dia melirik Sherline dari atas ke bawah dan berkata, "Saat telepon waktu itu, Nenek kira kamu asal bilang saja untuk hibur Nenek. Nenek baru percaya setelah suruh orang cek di kantor Disdukcapil hari ini. Sherline memang gadis baik, nggak heran kamu suka."
Sambil berkata, Diana membawa Sherline duduk ke sofa di samping.
"Sherline, Jordan sifatnya dingin dari kecil dan nggak pandai rayu orang. Kamu mungkin akan punya momen sedih setelah menikah dengannya, tapi kamu bisa ceritakan dengan Nenek. Nenek akan membelamu."
Diana sangat puas terhadap Sherline. Gadis itu anggun, cantik, dan memiliki sepasang mata yang jernih.
Saat memimpin Keluarga Ramos di masa mudanya, Diana telah menemui beragam jenis orang di dunia bisnis. Dia bisa menilai seseorang dengan sekilas pandang.
Sherline menundukkan pandangan dan tersenyum. "Jordan sangat baik padaku, pasti nggak akan bikin aku sedih. Nenek nggak usah khawatir."
Panggilan nenek membuat hati Diana berbunga-bunga. Dia melambaikan tangan dan tersenyum saat berujar, "Nggak nyangka Jordan akhirnya sudah nikah. Sherline, inap di sini beberapa hari lagi untuk temani Nenek."
Seketika, Sherline dilema. Jika dia tidak pulang ke rumah, orang Keluarga Limuntang pasti akan membuat onar lagi.
Keluarga Limuntang tidak bisa mengancamnya lagi karena kakek sudah dipindahkan ke rumah sakit lain, tetapi jika benar-benar terjadi keonaran, Jordan mungkin akan terlibat dalam masalah.
Melihat Sherline dilema, Diana tidak memaksanya. Dia berkata, "Nenek nggak akan tinggal lama-lama di Kota Lauton. Nenek yang membesarkan Jordan sejak dia kecil. Nenek hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Tapi kalau kamu punya pertimbangan lain, Nenek nggak akan paksa."
Lalu, Diana melepas gelang di pergelangan tangan dan memberikannya pada Sherline. "Harusnya ibu Jordan yang berikan ini padamu, tapi ibunya sudah nggak ada sekarang. Nenek berikan ini padamu. Mulai sekarang, kamu adalah menantu Keluarga Ramos dan Keluarga Ramos akan menjadi penopangmu."
Sherline mengisap hidung karena terharu. Meskipun Jordan hanyalah model pria yang tidak berdaya, ucapan Diana menghangatkan hati Sherline.
Sejak kakek jatuh sakit, tidak ada orang yang benar-benar perhatian padanya.
Ekspresi Diana tiba-tiba berubah ketika selesai berbicara. Dia membungkukkan badan dan terbatuk-batuk sambil menutupi mulutnya dengan tangan.