Bab 5
Raymon tiba-tiba berkata, "Nona Naomi, apa kamu tertarik untuk bergabung dengan Grup Benicio? Aku bisa memberimu ... "
Sebelum dia selesai bicara, jawaban penolakan sudah terdengar lebih dulu.
"Nggak!"
Melihat sosok ramping yang berjalan menjauh, mata Raymon sedikit berubah.
Ada sedikit kekaguman, juga sedikit debaran.
Satu lagi hal di memo telah selesai.
Naomi beristirahat setengah hari di hotel, lalu pulang ke vila mewah tipe kembar.
Pemandangan di halaman benar-benar kacau balau.
Valerie sedang mengenakan pakaiannya, dilapisi syal wol mahal, terlihat seperti nyonya rumah, sibuk mengatur para pembantu untuk mencabut semua bunga yang tumbuh subur di taman.
Begitu melihat Naomi turun dari mobil, mata Valerie dipenuhi kepuasan.
Dia bahkan belum sempat merekam video untuk memprovokasi, tetapi Naomi sudah tidak tahan dan pulang sendiri.
Itu sangat bagus.
Valerie menyapa dengan nada akrab sambil tersenyum lebar.
"Kak Naomi, kenapa Kakak pulang? Sean bilang Kakak akan menginap di hotel selama dua hari ke depan dan menyuruhku untuk menganggap tempat ini sebagai rumahku."
Saat berbicara, dia menutup mulut dan terbatuk beberapa kali.
"Maaf ya, tubuhku memang lemah, aku nggak bisa mencium aroma serbuk sari. Sampai-sampai Sean harus merawatku semalaman. Kak Naomi nggak marah, 'kan?"
Naomi hanya menatap dingin bunga-bunga yang sekarang mulai layu.
Setelah meninggalkan Quincy, Sean takut dia akan bosan, jadi pria itu mengumpulkan berbagai bibit bunga langka untuknya.
Beberapa bunga sangat sulit untuk tumbuh, dia merawatnya sekian lama sebelum akhirnya mekar.
Saat bunga-bunga itu bermekaran untuk pertama kalinya, dia bahkan sempat memotret dan mengirimkannya ke Sean dan berkata kalau dia akan menggunakan bunga-bunga ini sebagai buket pengantin di hari pernikahan mereka.
Namun, sekarang, semuanya berubah menjadi lumpur busuk.
"Bagus, lanjutkan saja."
Naomi mengalihkan pandangan dan langsung naik ke atas.
Ekspresi Valerie langsung berubah.
Dia sudah bersiap melihat Naomi meledak marah, tetapi kenapa wanita itu justru begitu tenang?
Di dalam kamar, Naomi memandangi ruangan yang telah dia tinggali bertahun-tahun, hatinya terasa hampa sekali.
Meski selama ini dia dan Sean tidur terpisah, tetapi semua barang di kamarnya selalu berpasangan.
Sikat gigi, handuk, boneka, piama, bantal ...
Dia menemukan kantong sampah hitam besar dan memasukkan semua barang ke dalamnya.
Dia lima kali bolak-balik membuang barang-barang itu, tetapi semua pembantu masih sibuk di taman sehingga tidak ada yang memperhatikannya.
Saat dia kembali untuk terakhir kalinya, Sean baru saja turun dari mobil.
Pria itu bergegas masuk ke dalam rumah, langsung menuju lantai dua, dan sama sekali tidak melihatnya.
Saat melewati kamar pria itu, Naomi mendengar suara tangisan Valerie dari dalam.
"Sean, lebih baik aku pindah saja ... bunga-bunga itu ... Uhuk, uhuk ... "
"Bodoh, itu cuma bunga. Kalau dia suka, nanti kita tanam lagi. Yang paling penting adalah kesehatanmu. Jangan menangis lagi, lihat deh, kamu sudah kayak kucing kecil yang menangis."
Suara lembut pria itu terdengar jelas, menusuk hati dengan kejam.
Naomi melangkah masuk ke kamarnya, lalu memasukkan barang terakhir yang masih miliknya ke dalam koper.
Begitu koper tertutup, pintu kamar terbuka.
"Nana, kamu ... "
Saat Sean melihat lemari yang kosong, hatinya mendadak gelisah.
"Barang-barangmu ke mana?"
Naomi menoleh, menatapnya dengan senyum samar.
"Kalau sudah lama, pasti harus diganti yang baru. Nggak boleh?"
Sean terdiam.
Entah kenapa, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Namun, dia sudah berjanji kalau minggu depan mereka akan pergi mengambil akta nikah. Saat itu tiba, hubungan mereka pasti akan berbeda.
Membeli barang baru juga hal yang wajar, bukan?
Selain itu, dia sudah menyuruh Naomi pulang untuk merawat Valerie, dan Naomi pun pulang. Jelas sekali, Naomi tidak marah atas kejadian semalam.
Sean tidak berpikir lebih jauh, menekan rasa gelisah dalam hatinya, lalu melangkah ke depan dan mengusap kepala Naomi dengan kebiasaan lamanya.
"Aku tahu kamu nggak senang. Beberapa hari ini, pergi saja belanja, dan jalan-jalan. Aku sudah menyuruh Alberto mencari rumah yang cocok buat Valerie. Senin depan, dia pasti pindah. Saat itu, semua barang di kamarku juga akan diganti dengan yang baru yang kamu beli, bagaimana?"
Naomi menghela napas panjang dalam hati.
Namun, suaranya tetap sangat tenang.
"Sean, setelah kita menikah nanti, kamu masih akan tetap merawat Valerie seperti ini?"
Mendengar Naomi sendiri yang menyebut pernikahan mereka, hati Sean menjadi lebih tenang.
Pria itu menunduk agar sejajar dengannya, sepasang mata hitam pekat yang sanggup menenggelamkan orang itu menyiratkan senyum tipis.
"Jangan cemburu dan jangan membuat masalah. Yang nurut, ya?"
"Oke."
Naomi mengangguk.
Dia tidak akan cemburu, juga tidak akan membuat masalah lagi.
Sebelum Naomi sempat kembali ke hotel, telepon dari kediaman lama datang tanpa diduga.
Zeff Lennox, kakek Sean, memerintahkan Sean membawa Naomi pulang untuk menghadiri jamuan keluarga.
Sejak Sean mendirikan Quincy, posisinya di keluarga Lennox makin melesat.
Ayahnya, Henry Lennox, yang awalnya tidak ingin mengakuinya, sekarang berubah menjadi seorang ayah yang ramah dan penuh kebanggaan. Dia sering memuji Sean di luar sebagai anak paling luar biasa miliknya.
Namun, setiap kali jamuan keluarga, bagi Naomi, itu hanyalah undangan ke sarang harimau.
Keluarga Lennox tidak tahu identitas Naomi, jadi mereka hanya menganggapnya sebagai seorang yatim piatu yang tidak diinginkan siapa pun.
"Sean, aku agak gugup. Menurutmu, apa Kakek, Om, dan Tante akan menyukaiku?"
Valerie yang duduk di kursi depan menatap Sean dengan wajah merona.
Setiap kali kembali ke kediaman lama, Sean tidak pernah membawa asisten.
Sean tidak menjawab Valerie, hanya melirik ke kaca spion melihat Naomi yang bersikeras duduk di kursi belakang, lalu menekan bibir tipisnya.
Gadis ini sedang marah lagi.
Barusan, dia menolak duduk di kursi depan.
Bukannya hanya karena dia membawa Valerie ke rumah keluarga Lennox?
Masa mereka harus meninggalkan Valerie sendirian di rumah?
Terlebih lagi, Valerie masih sakit.
Suasana di dalam mobil terasa aneh.
Namun, Valerie tampak santai seolah tidak menyadarinya. Sesekali, dia menoleh untuk mengajak Naomi mengobrol, tetapi setelah tidak mendapat respons, dia langsung mengadu dengan manja pada Sean.
Naomi tidak ingin repot-repot memperhatikan mereka. Akhirnya, dia memilih memejamkan mata untuk tidur.
Dalam perjalanan sekitar 40 menit, dia benar-benar tertidur, sehingga saat turun dari mobil, kepalanya masih terasa sedikit pusing.
"Kalau nggak mau datang, kamu bisa bilang padaku. Ini rumah keluarga Lennox, jangan asal bertingkah."
Suara teguran dengan nada rendah terdengar di atas kepalanya. Saat Naomi mengangkat wajah, dia bertemu dengan tatapan Sean yang mengandung sedikit rasa tidak suka.
Sejak dia pensiun, Sean jarang membawanya ke acara publik.
Selama ini, dia mengira itu adalah bentuk perlindungan.
Sean tidak ingin dirinya direpotkan dengan urusan sosial.
Namun, dia tidak pernah berpikir kalau mungkin alasan sebenarnya adalah karena Sean malu dengan latar belakangnya.
"Pak Sean sudah datang, ini ... "
Kepala pelayan menyambut mereka dengan ramah.
Matanya berulang kali melirik antara Naomi dan Valerie dengan ekspresi aneh.
"Halo, aku temannya Sean, maaf mengganggu."
Valerie menyapa dengan manis, lalu dengan alami menyelipkan tangannya ke lengan Sean untuk menunjukkan kedekatan mereka.
Kepala pelayan langsung mengerti.
Dia menatap Naomi dengan tatapan penuh simpati, lalu membungkuk dan mempersilakan mereka masuk.
"Pak Zeff dan Pak Henry ada di ruang kerja menunggu Anda, sementara Nyonya ada di ruang tamu."
Saat melihat kemegahan dan kemewahan kediaman keluarga Lennox, mata Valerie tampak bersemu merah karena terlalu bersemangat.
Suatu hari nanti, semua ini akan menjadi miliknya.
"Kak Naomi, ayo masuk. Jangan biarkan Kakek, Om, dan Tante menunggu."
Sambil berbicara, dia menarik tangan Sean dan melangkah masuk dengan percaya diri. Tidak ada sedikit pun ketegangan seperti yang dia tunjukkan di dalam mobil tadi.
Naomi menatap punggung mereka yang berjalan berdampingan, benar-benar ingin berbalik pergi.
Namun, masih ada banyak hal yang belum diselesaikan. Ini bukan waktu yang tepat untuk berhadapan langsung dengan Sean.
Selain itu, Zeff selalu memperlakukannya dengan baik.
Belakangan, kesehatan Zeff makin menurun, jadi Naomi tidak ingin membuat suasana di kediaman lama menjadi buruk.
Setelah mengatur emosinya, dia menunggu beberapa menit sebelum akhirnya masuk.
Begitu melangkah ke ruang tamu, dia langsung mendengar tawa dingin dari Abigail.
"Sean memang hebat. Membawa seorang yatim piatu sudah cukup buruk, sekarang dia bahkan membawa sembarang orang ke rumah ini. Kamu pikir rumah keluarga Lennox ini tempat penampungan?"