Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Pernikahan SehariPernikahan Sehari
Oleh: Webfic

Kepergian nenek

Aku merasakan sesak di bagian dadaku. Seakan ada sesuatu yang menumpang disana. Perlahan ku buka mata ini. Rasa sakit di bagian tengkuk dan kepalaku sangat menggangu. Ku pijit pelipis ku sesaat. Tapi aku terperangah saat melihat tubuhku tak berbusana, dan hanya tertutupi selimut. Belum selesai aku memperhatikan tubuh ini, aku kembali terkesiap saat ada sosok bertubuh kekar berbaring tepat di sampingku. Seketika air mata ini merembes ke pipi. Saat kuamiti siapa pria yang sedang tidur seranjang denganku. Dia adalah mantan atasanku. Pak Devan. Aku benar-benar tidak kuat untuk tidak terisak. Bahkan aku tidak ingat apapun dengan kejadian malam itu. Dan berakhir tidur seranjang dengan pria itu. Sedetik kemudian ada pergerakan dari tubuhnya. Segera aku bangkit dari ranjang. Namun aku tercekat oleh sebuah suara yang keras dari arah pintu. Tak berapa lama pintu itu terbuka, dan dari ambang pintu itu terlihat pria yang sangat aku kenal berdiri dengan wajah yang memerah menahan amarah. Segera pria itu menghampiri kearah kami. Dan bughh... Sebuah pukulan keras menghantam pak Devan. Membuat pria itu terkejut. "Mas Guna..," ucapku dengan derai air mata. Kilauan kebencian kembali ku lihat dari iris miliknya. Menatapku tajam. "Cuiiih dasar wanita murahan. Kamu memang wanita murahan. Yang bebas tidur dengan pria lain," decak nya lantang menggema di ruangan itu. "Tutup mulutmu." Tak terima mas Guna menghinaku. Pak Devan pun membalas memukul mas Guna. Hingga pria itu terhuyung ke belakang. "Stop.... Hentikan tolong hentikan..." Aku berusaha bangkit, tapi mereka lebih dulu saling baku hantam. Beberapa pukulan mengenai wajah keduanya. "Tolong hentikan!!!" teriakku, dan aku berhasil membuat mereka berhenti berkelahi. Mas Guna yang masih dengan amarahnya kembali menatap tajam ke arahku. "Aku...benci kamu Wi. Kamu sudah mengkhianati aku. Mulai saat ini aku tidak Sudi lagi kembali denganmu!!" teriaknya menunjuk ke wajahku. "Bahkan kamu sudah ternoda saat sebelum kita menikah!!!" Kembali ia ungkit masalah itu membuat hatiku perih. Pak Devan kaget mendengar ucapan dari mantan suamiku itu. Setelah itu ia menatap ke arahku. Tatapannya sulit untuk di artikan. Dan aku hanya bisa menangis. "Mulai saat ini anggap kita tak saling kenal. Aku benci kamu!!!" lanjutnya lagi dan berlalu meninggalkan aku dan pak Devan. Aku berusaha mengejarnya, namun pergerakan ku terbatas. Hingga tak bisa aku menyusul pria itu. Aku hanya bisa meratapi kepergiannya dalam lemahku. Aku terhuyung ke lantai. Tak di sangka pria yang aku pikir akan ikut membenciku, dia mendekatiku. Ia raih pundak ini seraya berkata, "kamu yang sabar ya Wik." Ia berusaha menenangkan aku dalam kepedihan yang kurasakan saat ini. "Apapun yang terjadi pada kita. Aku akan bertanggungjawab. Aku akan nikahi kamu setelah masa idah mu selesai." Aku memandang pria yang kini mendekap ku dalam pelukannya. Bisa ku lihat ada ketulusan dalam iris miliknya. Tapi, kenapa hati ini tak bisa menerimanya. ********** Aku diantar pulang oleh pak Devan. Ia menceritakan semuanya padaku. Kenapa pria itu tidur bersamaku. Sama dengan diriku yang tak ingat apapun setelah meminum minuman yang di berikan oleh pelayan itu. Apa mungkin ada yang menjebak kami. Tapi siapa yang tega. "Kamu istirahat ya. Aku akan selidiki semuanya. Kamu nggak usah khawatir ya?" Aku pun turun dari mobilnya tak berniat membalas ucapannya. Bibir ini rasanya kelu. Tak mampu lagi untuk bergerak. Ia pun berlalu meninggalkan ku. Ku langkahkan kaki ini menuju ke rumah. Rasanya tulang-tulang di kaki ini melemas seketika saat ku ingat kata-kata yang keluar dari bibir mas Guna. Bahkan ia tak mau mendengarkan penjelasan dariku. Dan memilih menilainya sesuai apa yang ia lihat. Setibanya aku di depan pintu. Terdengar suara mesin mobil di halaman. Sontak membuat ku menoleh kebelakang. Ternyata mobil itu milik Bapak. Setelah mesin mobil itu mati. Turunlah dua orang dari dalam. Mereka adalah bapak dan ibu. Aku bisa melihat dengan jelas mereka sedang meradang. "Dewi!!! Dasar anak gak tahu diri kamu!!!" Suara bapak menggelar lantang. Sehingga mengusik nenek yang masih di dalam. Sedetik kemudian nenek membuka pintu, dan betapa terkejutnya dia melihat aku di perlakukan tidak baik oleh bapak. "Wijaya, apa yang kamu lakukan!" teriak nenek terhelak melihat bapak menamparku. "Dia anak gak tahu diri Bu. Bisa-bisanya dia tidur dengan mantan bosnya itu, saat dia akan rujuk dengan Guna." Seketika Nenek memegangi dadanya, sedetik kemudian ia meringis kesakitan dan bughh jatuh tepat di hadapan. "Nenek!!!!" teriak kami panik. Aku langsung bersimpuh mengangkat kepala nenek. Beliau masih setengah sadar. Terdengar rintihannya memanggil namaku. "Nenek kecewa sama kamu, wik." Dengan terbata beliau mengatakan itu, setelahnya matanya kembali tertutup. "Ibuk... Buk....bangun buk..." Bapak berusaha menepuk-nepuk pipi nenek, berharap beliau bisa sadar kembali. "Nek, bangun Nek.." Ku tangisi tubuh nenekku yang terkulai di pangkuanku. "Kita bawa ibu ke rumah sakit sejara," ujar ibu. Bapak membopong tubuh keriput nenek dan meletakkannya di kursi belakang. Aku masuk ke mobil lebih dulu. Sehingga bisa menyambut tubuh nenek. Ku letakkan kepalanya di pangkuan, sembari ku tepuk-tepuk kecil pipinya agar ia mau bangun. Mobil kami pun melaju dengan kencang. Terlihat kegusaran dalam wajah bapak yang sedari tadi mengucapkan doa agar orang yang di sayangnya itu bisa segera sadar. Tak jauh dari rumah kami ada instalasi unit gawat darurat. Kami memilih tempat itu. Karena tidak terlalu jauh. Di ruang UGD brankar yang membawa tubuh nenek masuk kedalam. Beberapa orang berjubah putih masuk diikuti oleh perawat di belakangnya. Lima menit kemudian orang itu keluar dengan mimik wajah yang sulit di tebak. Kami segera menghampirinya dan mencecar pertanyaan. "Bagaimana keadaan nenek saya dok? Apa beliau bisa selamat?" Dokter itu menghela nafasnya berat setelah itu menyampaikan hasil pemeriksaan ya ia lakukan tadi. "Ibu Ani terkena serangan jantung. Dan kami tidak berhasil menyelamatkan beliau. Beliau sudah meninggal saat masih dalam perjalanan menuju ke sini." Seketika tubuhku melemas hingga ku terhuyung ke dinding. Aku menangis sejadi-jadinya. "Nenek.... Kenapa nenek tega ninggalin Dewi." Sambil terus terisak. Aku kembali di kagetkan oleh dua tangan kekar yang memegangi bahuku. "Ini semua gara-gara kamu. Kenapa kamu tega mempermalukan kami? Kenapa?" teriaknya lantang sambil menggoyang-goyangkan bahuku. "Maafin Dewi Pak. Tapi Dewi nggak nglakuin apa-apa dengan pak Devan. Kami di jebak Pak." Sekeras apapun aku mengatakan kebenarannya. Mereka tidak mau mendengarnya. Ibu terlihat marah padaku. Hingga kata-kata kotornya kembali melukai hatiku. "Kamu bukan anak kami lagi. Pergi kamu.....pergi dari sini." Aku langsung bersimpuh di kakinya. Memohon agar ibu tak kembali mengusirku. Aku sudah tak punya siapa-siapa. "Bu Dewi mohon Bu. Jangan usir Dewi." Aku memegangi kaki beliau. Berharap ada sedikit simpati untukku. "Ibuk bilang pergi, ya pergi...."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.