Bab 39
"Hei, Bocah, sudah menyiapkan kata-kata terakhirmu? Kak Martin akan segera ke sini!"
Sementara itu, kembali ke ruang privat. Tuan Horman menatap Arman dengan angkuh.
Berkat kantong es yang ditempelkan pada kepalanya, darah pun berhenti mengalir keluar. Akan tetapi, Tuan Horman tetap terlihat mengerikan karena wajahnya masih berlumuran darah.
"Ya kalau gitu suruh dia cepat ke sini. Nggak usah buang-buang waktuku."
Arman menyahut dengan tenang, matanya masih terpejam.
"Bagus, bagus banget! Kita lihat apa kamu masih bisa sesombong ini setelah bertemu Kak Martin!"
Tuan Horman balas tertawa mengejek dengan kesal.
Dia menganggap Arman hanyalah seorang udik yang cuma tahu berkelahi. Buktinya, Arman bahkan tidak pernah mendengar Martin Jandriko yang tersohor itu.
Perlu diketahui, gubernur sekalipun harus tetap menundukkan kepala di hadapan Kak Martin!
Jadi, apalah yang bisa seorang udik ini lakukan!
Begitu melihat perubahan situasi ini, Thalia pun menatap Tuan Horman dengan kesan memohon sambi
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda