Ingin Mengulang Kembali
Liora mendengkus mengejek, menatap keluar jendela kaca mobil untuk melihat indahnya Dubai di malam hari. Tapi ia merasa jika malam hari ini memandang lekat jalanan tersebut sedikit menghancurkan kesan menakjubkannya. Di sampingnya duduk pria bernama lengkap Christopher Harcourt yang memaksanya untuk pergi bersama.
Ia tidak tahu dan menurut saat sebuah mantel dan pakaian rapi itu sudah diberikan untuknya. Seorang pelayan perempuan itu kembali datang dan memintanya mengganti sesuai keinginan Tuannya.
“Apa ini sebuah kencan?” tanyanya dingin tanpa menoleh ke arah Christopher yang Liora yakini tengah menatapnya.
Sopir tetap mengemudikan mobil mahal ini dengan kecepatan sedang. Meskipun Liora ingin memintanya menginjak pedal gas lebih dalam supaya ia tidak berada satu mobil bersama pria berengsek ini.
“Apa kau berharap aku membawamu untuk mengenang masa lalu kita?”
Pertanyaan itu merupakan sindiran telak bagi Liora. Ia menoleh, memberikan tatapan tajam pada pria berbalut mantel berwarna sama sepertinya tengah menyeringai kecil. “Jika kau ingin memberikan kesan manis setelah berhasil menyentuh tubuhku hingga pagi, kau tidak perlu melakukannya. Aku tidak akan mengubah pemikiranku mengenai sikap berengsekmu itu.”
Christopher menarik sudut bibirnya, mendengkus pelan dengan pernyataan Liora.
“Malam itu kau sama menikmatinya, Nona Zucca. Aku tidak berengsek, tapi aku berusaha membantumu untuk mengingat hasrat menggebu di antara kita.”
“Kau sangat berengsek, Chris,” balasnya menatap tajam pria itu yang dibalas mengedik di bahunya.
“Aku berengsek dan kau sangat menyukainya,” seringainya membuat Liora mengepalkan kedua tangannya, lalu meminta pria itu membawanya pulang.
“Aku ingin kembali ke rumahku dan aku akan menganggap malam kemarin hingga hari ini tidak akan pernah ada. Tenang saja, aku tidak akan menuntut apa pun darimu, termasuk untuk mengancam dan memberitahu sikap berengsekmu pada istri tercintamu itu, Nyonya Harcourt.”
Sebelah alis Christopher terangkat. “Kenapa dia selalu masuk dalam pembicaraan kita? Apa kau cemburu setelah pertemuan kita, ternyata kau masih berharap besar tentang hubungan kita?”
“Berhenti membual, Chris!” sahutnya cepat dan mengumpat di akhir kalimatnya.
Kedua tangannya mengepal dan rahangnya mengetat. Liora membuang pandangan ke arah jalanan, membiarkan sementara waktu ia menarik napas dan mengembuskannya perlahan di saat pria itu masih saja membiarkannya di sini. Percuma saja jika Liora mengungkit tentang status pria itu.
Sepertinya Christopher tidak akan pernah takut akan ancamannya. “Silakan kau mengancamku, Liora. Istriku sangat mencintaiku dan lebih memercayai ucapan suami tercintanya di bandingkan perempuan yang hanya akan masuk dalam kategori perempuan murahan oleh istriku. Karena dia akan menganggap ucapanmu sebagai ancaman dari perempuan murahan yang selalu saja menginginkan tubuh dan hartaku.”
Manik keduanya bersitatap. Liora bisa melihat senyum penuh kemenangan itu terpatri di sana dan Christopher menyandarkan santai punggungnya di jok mobil, melirik sekilas Liora dalam tatapan penuh kemenangan selagi perempuan itu terpaku dengan penjelasannya.
“Silakan saja jika kau ingin mencoba dan kehilangan harga dirimu serta kesan buruk yang bisa saja membuat istriku menilaimu sebagai perempuan murahan,” tandasnya membuat napas Liora memburu.
“Dia tau mana ucapan dari perempuan baik-baik ataupun perempuan buruk.”
Christopher mengedik tanpa menatapnya. “Sudah kukatakan jika dia sangat mencintai diriku.”
Liora mengembuskan napas kasar. “Cintanya terlalu besar untuk pria berengsek sepertimu.”
Pria tampan itu menoleh, memberikan senyum liciknya. “Apa kau tidak sadar, Sayang? Kau terlihat sedang mendeskripsikan dirimu sendiri yang dulu sangat mencintaiku. Bahkan, kau menyerahkan tubuhmu sendiri padaku, membiarkanku mengambil keperawananmu.”
“Bajingan!” umpatnya dan entah harus bersyukur atau tidak saat sejak awal, mereka berbicara tidak dapat didengar oleh sopir. Ada sekat kaca yang akan meredam suara di antara mereka untuk tidak sampai di telinga orang ketiga.
Napas Liora memburu bersama tawa merendahkan Christopher. “Aku membenci hari di mana dengan bodohnya aku menyerahkan diriku sepenuhnya padamu!”
“Dan aku tidak membenci hari itu. Menurutku itu adalah hari di mana aku bisa mendapati Liora-ku bisa menjadi liar untuk kali pertama, melewati batas di mana dirinya selalu menjaga apa yang dia pertahankan,” balasnya menatap lancang Liora dengan tatapan nakalnya.
“Berhenti berpikiran kotor!”
“Sekarang, katakan ke mana kita akan pergi, ha?!”
Ia sudah tidak tahu bagaimana lagi untuk mengendalikan diri di saat Christopher selalu mudah menyulut emosinya. Liora tidak akan sanggup untuk bertahan, terus membalas ucapan Christopher yang tidak pernah akan selesai dan menemui titik lelahnya.
Liora yang akan selalu kalah berhadapan dengannya.
“Kita lihat saja ke mana aku akan membawamu.”
Dengan seringai penuh arti, Christopher kembali memasang kacamata, membingkai paras tampannya untuk terlihat berkali lipat dewasa dan memesona. Ia mengalihkan pandangan ke arah luar jendela mobil, tidak memedulikan kekesalan Liora yang masih tidak bisa ditahannya.
Lima belas menit perjalanan itu berlangsung dan kali ini Liora dibuat tercengang oleh tempat tujuan yang sudah disiapkan Christopher.
“Apa kau berniat membelanjakanku pakaian mahal? Jika iya, aku tidak membutuhkannya. Aku bisa membeli keperluanku sendiri dan tidak membutuhkan uang darimu.” Ia berucap angkuh, enggan memasuki area lobi dari Mall of the Emirates.
Christopher meliriknya dengan senyum kecil. “Itu bagian terakhir setelah aku mengajakmu pada kesan manis yang ingin aku ciptakan dari kebersamaan kita.”
Liora menoleh cepat, menatap lekat manik yang berbeda dari miliknya, sampai ia dibuat kaget oleh uluran tangan kiri Christopher, membuka telapak tangannya dan menatap Liora dengan sorot teduh. “Kita akan bermain ski bersama,” cetusnya yang langsung membuat degup jantung Liora tidak keruan.
Desiran dalam tubuhnya tidak terelakkan saat hal terbaik yang pernah mereka lakukan saat di masa sekolah, kini ingin terulang kembali.
“Aku ... Aku tidak mau,” balasnya sedikit gugup, tidak ingin memperlihatkan rona merah yang sangat bisa ia rasakan.
Kedua pipi Liora memanas, tapi ia tidak bisa berkutik di saat Christopher sudah mengenggam hangat jemari tangannya, menyusup di antara jemari lentik Liora.
“Sekali kau menolak atau memaksa untuk mengakhiri momen di malam ini. Maka aku tidak akan pernah membiarkanmu turun dari ranjang dan memberikan kesempatan padamu untuk lari dari jeratanku, mengulang percintaan panas kita malam itu.”
Tenggorokan Liora tercekat bersama genggaman tangan itu yang seolah mengaliri sengatan listrik, mempertemukan kedua telapak tangan mereka.
**