Bab 6
Isabel langsung pulang setelah mengantarkan makanan.
Dia berdiri di depan pintu dan mengetuknya.
Tidak lama kemudian, terdengarlah suara yang sengaja dibuat rendah dari dalam ....
"Ayam jantan, ayam betina, ayam semur."
Ya ampun, saling bertukar kata sandi lagi?
Isabel hanya bisa tersenyum pasrah dan menjawab, "Terima kasih buat kenangannya."
"Bermain-main dengan hulahup."
"Keajaiban cinta berputar-putar," jawab Isabel.
Cklek! Karena jawaban Isabel benar, pintu itu pun terbuka.
Seorang anak perempuan bertubuh gembul yang mengenakan gaun putih bak seorang tuan putri pun berlari keluar, lalu memeluk kaki jenjang Isabel.
"Selamat, Bu, semua jawabannya benar! Ibu berhak pulang!"
Isabel pun tertawa.
Karena dia sering bekerja di shift malam, Eleya jadi waspada sekali dan mengetahui hampir semua kode rahasia. Dia adalah seorang anak perempuan yang sangat penurut dan pintar.
Eleya juga merupakan putri kandung Isabel!
Tiga tahun lalu, setelah keluar dari rumah sakit, Isabel melahirkan anak perempuan lagi di dalam mobil. Ternyata Isabel hamil anak kembar! Isabel tidak pernah tahu dia hamil anak kembar karena Kate melarangnya memeriksakan kondisi kehamilannya. Kate takut kabar kehamilan Isabel tersebar.
Karena Isabel tidak tahan lagi, dia akhirnya memohon kepada si sopir untuk tetap di situ.
Baik Kate maupun pria sialan itu tidak boleh sampai tahu tentang Eleya!
"Eleya, kamu lagi-lagi lupa memanggil Ibu dengan sebutan 'Ibu Peri'."
"Iya, Ibu, aku paham."
Isabel sontak terdiam.
Apa kecerdasan putrinya ini masih bisa diatasi?
"Oh ya, Ibu, Nenek bilang ada urusan sama Ibu."
Tepat pada saat itu, Nina yang mengenakan gaun tidur berwarna hijau pun membuka pintu kamar yang berderit dan berjalan keluar.
Rambutnya sedang digulung dengan penggulung rambut berwarna cokelat, wajahnya ditutupi masker dan bibirnya dipoles lipstik merah tua. Dia sebenarnya adalah orang dewasa, tetapi sekarang sudah terlihat mirip dengan wanita kaya berkat uang adopsi yang Keluarga Huran berikan.
Dia melemparkan sepotong acar buatan sendiri ke atas meja sambil berkata, "Besok antarkan ini ke Pak Denis di Klub Santapan Duniawi jam 7 malam."
Denis adalah seorang pria dengan berat 90 kg lebih dengan wajah yang jelek. Usianya baru 40 tahun, tetapi dia sudah punya lima istri yang semuanya meninggal dunia. Semua orang di Kota Sidona mengenalnya sebagai pria gemuk yang jelek dan bejat.
Isabel pun mengernyit dan refleks menolak, "Nggak ah, aku jarang ke sana."
"Pak Denis sengaja mengeluarkan uang untuk membeli acar spesialku dan aku juga sudah menerima uangnya," sahut Nina dengan ekspresi kesal. "Aku harus bilang apa kalau kamu nggak mau ke sana? Lagi pula, uangnya bukan kupakai sendiri, tapi kugunakan buat membeli baju baru Eleya."
Isabel tidak menyangka Nina akan membelikan baju baru untuk Eleya. Demi putrinya, dia tidak akan menolak.
"Oke," sahut Isabel. Dia hanya perlu meluangkan waktu untuk mampir besok.
Nina pun menatap Isabel yang masuk ke rumah dengan sinis dan tajam.
Dia memang tidak begitu dekat dengan putri angkatnya ini. Memang anak angkat biasanya tidak dibesarkan dengan baik.
Nina ingin tahu Isabel bisa apa setelah Denis mengurus semuanya besok.
Memang kakak perempuan Kate yang satu itu kejam sekali.
...
Keesokan harinya.
Isabel mengantar Eleya ke sekolah seperti biasa dan bekerja seperti biasa. Setelah tidak ada pesanan lagi, dia pun meluangkan waktu pergi ke Klub Santapan Duniawi.
Sesampainya di sana, ternyata tidak ada siapa-siapa.
Aneh. Denis belum datang?
Isabel pun duduk dan menyesap air yang disuguhkan di atas meja, lalu mengeluarkan ponselnya hendak menelepon. Tepat pada saat itu, Denis berlari menghampirinya.
"Oh, Isabel sudah datang, ya. Maaf, maaf, aku tadi habis ke kamar mandi. Coba lihat kamu mau pesan apa, biar aku yang bayar semuanya."
Sebenarnya, harga makanan di klub ini sangat mahal. Satu makanan saja bisa sampai 200 ribu. Denis aslinya tidak mau mengeluarkan uang, tetapi demi memberikan kesan "orang kaya" kepada Isabel, dia berpura-pura memiliki uang yang sangat banyak. Dia bahkan sampai berbaik hati mempersilakan Isabel memesan makanan apa pun yang Isabel inginkan.
Isabel balas tersenyum dengan sopan sambil membereskan barang-barangnya. "Nggak usah, Pak Denis. Ini barang yang ibuku minta tolong diantarkan buat Pak Denis. Aku pergi dulu, aku masih ada kerjaan."
"Ya ampun, kok buru-buru amat?" sahut Denis sambil meraih Isabel dengan ekspresi ramah dan antusias. "Kita ini 'kan teman. Coba lihat betapa lelahnya pekerjaanmu, tapi uang yang kamu dapat juga nggak seberapa. Bagaimana kalau kamu menikah denganku? Kujamin kamu bisa makan enak setiap hari."
Denis berujar sambil menggerayangi tubuh Isabel. Ekspresinya yang mesum ditambah dengan napasnya yang beraroma rokok dan alkohol benar-benar membuat Isabel merasa jijik.
Isabel refleks menepis tangan Denis dan bangkit berdiri dengan panik. "Tolong tahu batas, Pak Denis! Aku bisa cari uang sendiri!"
Isabel pun bersiap untuk pergi.
Namun, kepalanya mendadak terasa pusing dan tubuhnya menjadi lemas. Dia terjatuh kembali ke atas sofa.
"Ka ... kamu masukin apa ke airnya?"