Aku Titip Val
"Kev, buka pintunya," Ken mengetuk pintu kamar adiknya, pria itu hendak mengembalikan ponsel milik Kevin. Sesuai permintaan Val tadi, bahwa gadis itu ingin bicara dengan pacarnya.
Sesaat kemudian pintu di hadapan Ken terbuka, dengan Kevin yang muncul di baliknya dengan wajah mendung.
Tanpa di persilakan masuk, Ken sudah nyelonong ke dalam kamar adiknya dan duduk di kursi belajar milik Kevin.
"Teman kamu udah pulang?" tanya Ken saat melihat tak ada siapapun di dalam kamar adiknya.
"Udah, barusan," sahutnya yang masih berdiri di dekat pintu.
Sejenak Ken merogoh saku celana pendeknya untuk mengambil ponsel milik Kevin yang sudah ia sita beberapa waktu yang lalu.
“Nih hape kamu,” ujarnya, membuat Kevin seketika menaikkan kedua alis.
Dengan antusias Kevin melangkah mendekati Ken dan meraih ponsel miliknya dengan senyum mengembang.
“Nggak akan di sita lagi, kan?” tanya Kevin seraya menyalakan ponsel di tangannya dan membaca semua notifikasi yang ia terima, kecuali pesan dari Val. Karna semua pesan dari Val yang masuk ke dalam ponselnya sudah terbuka. “Mas Ken bacain chat dari Val ya?”
“Iya,” sahutnya cepat.
Kevin yang mendengar jawaban kakaknya itu seketika mengernyit kesal. “Lancang,” gumamnya pelan, namun telinga Ken tetap saja bisa mendengar.
“Aku jadi penasaran.”
“Soal apa?” tanya Kevin pada Ken yang sejak tadi memperhatikannya.
“Apa yang kamu sukai dari Valerie? Menurutku, dia itu cuma seorang gadis manja yang kurang perhatian orang tuanya. Bicaranya tidak sopan, tingkahnya sedikit kurang ajar, dan mulutnya itu lho ... gampang sekali ngatain orang,” gerutu Ken dengan bibir mengerucut.
Kevin sedikit tertawa saat mendengar ucapan kakaknya tentang Val.
“Justru itu!” seru Kevin seraya menjentikkan jarinya.
“Hm?”
“Justru itu yang membuat aku jatuh cinta sama Val.”
“Nggak paham aku sama cara berpikir kamu.”
“Mas Ken cuma nggak kenal aja siapa Val yang sebenarnya.”
“Kalau bisa aku nggak usah kenal aja sama dia. Tapi gara-gara kamu, aku harus berurusan dengan gadis sengklek itu.”
“Jangan ngatain Val gitu dong. Dia itu tipe cewek cantik yang nggak fake.”
“Maksud kamu?”
“Val itu cantik, tapi sikap dan perilakunya tidak pernah di buat-buat. Seolah-olah dia tidak pernah takut dengan pendapat orang tentangnya. Dia seorang gadis yang sangat pintar di bidang akademi, supel dan ceria. Selalu tersenyum walalupun sebenarnya hati Val sering sekali tersakiti karna tuntutan dari kedua orang tuanya.”
“Tuntutan?”
Kevin mengangguk pelan. “Val terlahir dari keluarga dokter. Hampir semua saudaranya berprofesi sebagai dokter. Kedua orang tuanya juga mengelola sebuah rumah sakit, dan mereka berharap Val mengikuti jejak mereka menjadi seorang dokter. Padahal Val menginginkan hal lain, ia bermimpi menjadi seorang pelukis,” jelas Kevin dengan wajah sedih.
“Oh ya?” gumam Ken ikut merasa iba dengan kisah Valerie. Tak di sangka, gadis bermulut tajam itu punya kehidupan yang menyakitkan. Pantas saja kalau Val terjerumus dalam pergaulan bebas, mungkin itu semua karna kurangnya perhatian kedua orang tuanya.
“Mas Ken bilang kan kalau ingin mengurus Val dan calon bayi kita?”
Ken mengangguk.
“Aku harap, Mas Ken benar-benar menjaga Val dengan baik. Aku kenal betul siapa Val. Mungkin di luar Val terlihat sangat garang dan pemberontak, tapi sebenarnya Val adalah seorang gadis yang rapuh. Dia mudah sekali menangis dan terluka,” jelas Kevin dengan wajah serius.
Sedangkan Ken hanya bisa menyimak dalam diam.
“Mulai sekarang, aku akan menuruti keinginan Mas Ken. Apapun itu. Kalau Mas Ken ingin aku kuliah di luar negeri, aku juga akan berangkat tanpa membantah. Asalkan Mas Ken janji satu hal, aku titip Val, tolong jaga dia baik-baik. Aku percayakan dia sama Mas Ken,” sambungnya.
Sejenak Ken tertegun dengan apa yang diucapkan adiknya saat itu. Belum pernah Kevin bicara seserius itu padanya. Bahkan Ken sampai merasa merinding, entah apa penyebabnya.
Namun akhirnya lelaki itu menyetujui permintaan Kevin. Dia berjanji akan menjaga Val dengan baik, juga calon bayi yang ada di dalam kandungannya.
**
“Non, Val! Ada Mbak Nadin,” seru Marni di depan pintu kamar Val.
Siang itu Nadin sengaja datang ke rumah Val setelah ia mendapat persetujuan dari Val. Sebenarnya sudah sejak beberapa waktu yang lalu gadis itu ingin datang kerumah Val, namun Val melarangnya.
Perlahan terdengar langkah kaki dan tak lama kemudian pintu kamar Val terbuka lebar.
Melihat Val yang tersenyum ke arahnya, Nadin tiba-tiba menghambur ke dalam pelukan sahabatnya itu.
“Masuk yuk!” ajak Val setelah berterima kasih pada Marni yang sudah memberinya info kalau kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah, jadi dia bebas mengundang temannya untuk datang.
“Lo sakit, Val? Muka lo pucet banget,” tanya Nadin yang sudah duduk di tepian ranjang milik Val. Sedangkan Val duduk di tengah ranjang sambil memeluk boneka kesayangannya. Menutupi perutnya yang sebenarnya masih rata. Tapi entah mengapa Val selalu saja merasa risih, sekaligus malu dengan kehamilannya.
“Cuma flu kok,” bohong Val.
“Kirain lo sakit apa. Sampai-sampai hape dimatiin. Gue pikir lo lagi di rawat di rumah sakit,” ujar Nadin dengan wajah khawatir.
“Enggak kok.”
“Waktu hape lo mati, gue coba telpon nomernya Kevin. Gue pikir dia tau tentang keadaan elo, eh nggak taunya, hape dia koit juga. Kok bisa barengan sih? Soulmate banget deh kalian berdua.”
“Apaan sih,” senyum Val mengulas di bibirnya yang pucat.
“Eh, lo udah denger belum tentang siapa yang dapat nilai tertinggi di ujian akhir?”
“Emang pengumumannya udah di pajang?”
“Belum sih, tapi anak-anak udah pada heboh ngomongin hasil ujian.”
“Oh ya?”
Niken mengangguk. “Lo nggak penasaran siapa yang jadi juara di sekolah kita,” ujar Niken antusias.
Sedangkan Val hanya tersenyum samar, sama sekali tidak tertarik dengan hasil ujian akhir tersebut. Karna apapun hasilnya, tetap saja tak akan berpengaruh apa-apa pada kehidupan Val yang sudah berantakan.
“Siapa?” tanya Val pura-pura tertarik.
“Valerie Anastasya Gumilang!”
“Gue?!”
“Iya, elo. Siapa lagi?!”
Seketika air mata Val meleleh mendengar Nadin menyerukan namanya dengan antusias. Seandainya saja dia tidak melakukan kesalahan fatal itu, pasti Val bisa dengan bangga memperlihatkan hasil kerja kerasnya dalam belajar selama ujian akhir.
Namun kini, nilainya yang menduduki peringkat tertinggi sama sekali tidak berarti apa-apa. Sekalipun Val merasa bangga luar biasa.
**