Bab 3
Sore harinya, komputer Claire mendadak rusak sehingga memaksanya untuk meminjam laptop Adrian untuk menyelesaikan pekerjaan.
Ketika menunggu berkas-berkasnya dipindahkan, sebuah pesan baru muncul dari laptop tersebut. Claire tanpa sadar membukanya dan langsung terpaku ketika melihat isinya. Pesan tersebut berasal dari rekan kerja Adrian di firma hukum.
"Adrian, malam ini ada makan malam di kantor. Apa kamu mau mengajak pacarmu?"
Tangan Claire bergetar saat membaca pesan tersebut.
Selama tiga tahun pernikahan, Adrian selalu merahasiakan hubungan mereka. Jadi, orang-orang menganggapnya masih lajang.
Itulah sebabnya ketika Claire datang ke firma hukum Adrian untuk melakukan konsultasi perceraian, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah istri Adrian.
Kali ini, apakah Adrian akan menyanggupi ajakan tersebut dan mengajaknya?
Claire tidak tahu dan tidak berani berharap banyak.
Adrian yang duduk di sampingnya melihat pesan itu di ponselnya dan langsung menatap Claire, seolah-olah sedang mengamati ekspresinya.
Claire yang menyadari tatapan tersebut hanya bisa tersenyum tipis.
"Apa kamu akan membawaku ke acara itu?" tanya Claire.
Pertanyaan itu menggantung di udara dan menyiratkan makna yang lebih dalam. Setelah tiga tahun bersama, akankah Adrian akhirnya mengakui hubungan mereka di depan publik?
Adrian terdiam dan lidahnya terasa kelu. Dia ingin menjawab, tetapi tidak ada kata yang terucap.
Keheningan yang menyesakkan itu terasa bagai belati yang menghunjam jantung Claire. Rasa sakit dan kecewa menjalari dirinya.
Meskipun hatinya terluka, dia berusaha untuk menyembunyikan perasaannya dengan bersikap tenang dan acuh.
"Malam ini aku sudah ada acara. Kalaupun kamu mau membawaku ke sana, sepertinya aku nggak akan bisa datang."
Adrian yang tadinya tegang kini bisa bernapas lega. Raut wajahnya pun kembali seperti biasa.
"Baiklah kalau begitu. Kalau ada kesempatan lain, aku pasti akan membawamu."
Claire terdiam.
Dia hanya bisa menyembunyikan wajahnya di balik tangan dan membatin dalam hatinya.
Lain kali?
Adrian ...
Tidak akan pernah ada kesempatan lain untuk kita berdua.
Malamnya, Adrian menghadiri acara tersebut sendirian. Begitu tiba, dia langsung disambut meriah oleh rekan-rekan kerjanya yang sudah mabuk.
"Adrian, di mana pacarmu? Tiga tahun ini kamu selalu datang sendiri terus! Keterlaluan!"
"Kenapa kamu nggak pernah mau memperkenalkan pacarmu pada kami? Sampai kapan kamu akan menyembunyikannya?" tanya salah satu rekannya.
Didesak seperti itu, akhirnya Adrian membuka ponselnya.
Dia bimbang memilih antara Stella atau Claire.
Namun, setelah menimbang-nimbang sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk memilih Stella dan mengirim pesan kepadanya.
Tak lama kemudian, Stella pun datang ke alamat yang telah diberikan.
Begitu wanita itu membuka pintu, semua orang yang ada di ruangan langsung terkesima dengan penampilannya. Mereka juga memuji Adrian karena memiliki selera yang luar biasa dalam memilih wanita.
Di sisi lain, Pak Jacob yang telah menikmati beberapa gelas minuman merasa perlu ke toilet. Sebelum pergi, dia menitipkan sebuah map dokumen kepada Adrian dan memintanya untuk mengantarkan map tersebut kepada seorang wanita yang ada di lantai bawah.
Adrian pun dengan senang hati melakukannya. Dia menerima map tersebut beserta nomor telepon wanita yang dimaksud, lalu bergegas turun. Dalam perjalanan, rasa penasaran menggelitiknya dan dia pun membuka map tersebut untuk melihat isinya.
Begitu sampai di lantai bawah, wanita tersebut tidak kunjung datang meskipun dia sudah menunggu agak lama. Jadi, dia pun mengambil ponselnya dan memasukkan nomor telepon yang tadi diberikan Pak Jacob. Namun, alangkah terkejutnya Adrian saat mendapati bahwa nomor tersebut ternyata sudah ada di kontaknya.
Begitu melihat nama "Claire" terpampang di layar ponselnya, Adrian langsung terpaku.
Dia pun segera mengeluarkan surat perjanjian dari dalam map dan bersiap membacanya. Namun, tiba-tiba sorot lampu mobil yang menyilaukan menerpa wajahnya.
Adrian mengangkat tangan untuk melindungi matanya dari lampu sorot tersebut dan mendapati sosok Claire berdiri di hadapannya. Dengan rasa curiga yang menyeruak, dia pun langsung mengangkat dokumen yang ada di tangannya.
"Surat perjanjian pembagian harta? Claire, apa-apaan ini?" tanyanya dengan nada tegas.
Claire yang tidak menyangka akan bertemu dengan Adrian terlihat agak terkejut. Namun, dia segera menguasai diri dan menjawab dengan tenang, "Emily yang akan bercerai. Aku hanya membantunya membuat janji untuk bertemu dengan Pak Jacob."
Firasat Adrian mengatakan bahwa ada yang tidak beres dari situasi ini. Dia curiga Claire mungkin sedang menyembunyikan sesuatu.
Adrian pun mengernyitkan kening, lalu memutuskan untuk mengambil surat yang ada di dalam map tersebut untuk memeriksanya. Saat hendak membaca isi surat perjanjian tersebut, Stella tiba-tiba datang merangkul lengannya.
"Kak Adrian, bukannya Kakak pergi menemui klien? Kenapa lama sekali?" rengek Stella manja.
Adrian langsung gelagapan. Melihat Stella yang begitu lengket padanya, dia merasa serba salah. Dia tidak berani menatap mata istrinya dan tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.
Namun, alih-alih memberi penjelasan pada Claire, Adrian malah membiarkan Stella tetap menempel padanya.
Sikap Claire pun ternyata jauh lebih tenang dan tegar daripada dugaannya.
Saat ini, Claire melangkah ke depan untuk mengambil surat perjanjian tersebut. Sambil sedikit membungkuk, dia berkata dengan nada dingin.
"Terima kasih, Pak Adrian. Aku dan temanku sedang sibuk mengurus perceraian, jadi aku permisi dulu."