Bab 2
Malam makin larut, tetapi Claire masih tetap terjaga.
Dia membenamkan wajahnya di bantal dan mencoba mengusir pikiran yang mengganggunya. Namun, tiba-tiba sebuah tangan melingkari pinggangnya dengan berani.
Embusan napas panas Adrian di tengkuk Claire membuatnya spontan menoleh dan menghindari bibir pria itu yang hampir menyentuh bibirnya.
Adrian pun tertegun saat mendapati ciumannya ditolak.
Selama tiga tahun pernikahan mereka, Claire selalu menjadi orang yang lebih dulu memeluk Adrian.
Namun, Adrian yang baru saja berinisiatif untuk memeluknya malah disambut dengan penolakan yang tegas. Karena merasa kecewa, Adrian pun tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
"Apa suasana hatimu sedang buruk?"
"Aku sedang datang bulan," jawab Claire singkat.
Claire berusaha mengarang alasan seadanya. Sementara itu, Adrian hanya bisa bergumam pelan dan menyelimuti Claire dengan penuh perhatian.
Seperti biasa, sebelum tidur Adrian selalu meninjau ulang aktivitasnya hari itu.
Tiba-tiba, dia teringat kontrak properti yang tadi siang dibawa Claire. Dengan rasa penasaran, dia pun bertanya, "Di mana kontrak properti tadi? Aku ingin memeriksanya."
Jantung Claire langsung berdebar kencang saat dia menatap pria itu dengan gugup.
"Kamu serius mau melihat dokumen itu?"
Adrian mengernyitkan dahinya saat melihat ekspresi gugup Claire, lalu mengangguk pelan.
Setelah terdiam beberapa saat, Claire akhirnya bangkit dan pergi ke ruang kerja untuk mencari dokumen perjanjian tersebut.
Namun, tepat saat dia akan menyerahkan dokumen tersebut, ponsel Adrian tiba-tiba berdering.
Adrian pun segera menjawab panggilan itu.
"Kak Adrian! Dylan mabuk lagi dan mengamuk di luar! Cepat ke sini, aku takut!" ujar seseorang dari seberang telepon dengan suara panik.
Wajah Adrian langsung berubah tegang. Ketika teringat bahwa mantan suami Stella sangat kasar dan temperamental, dia pun segera menyambar jaketnya dan bergegas pergi keluar.
Claire yang melihat Adrian pergi dengan tergesa-gesa tak kuasa menahan diri dan bertanya.
"Apa temanmu yang ingin bercerai itu ada masalah lagi?"
Adrian hampir mengiyakan, tetapi dia khawatir Claire akan salah paham tentang hubungannya dengan Stella. Jadi, dia pun agak melebih-lebihkan situasi yang terjadi.
"Ya, mantan suami Stella sedang mabuk dan membuat keributan di luar dengan membawa pisau. Aku harus pergi ke sana untuk memastikan keadaannya. Aku khawatir nyawa Stella akan terancam."
Claire tidak bisa menghentikan Adrian dan dia hanya bisa berpesan agar Adrian berhati-hati.
Setelah Adrian pergi, Claire gelisah dan tidak bisa tidur hingga pagi.
Dia pun melihat ponselnya untuk mengecek waktu dan tanpa sengaja melihat unggahan cerita terbaru Stella di WhatsApp. Claire diam-diam telah menyimpan nomor Stella beberapa hari yang lalu.
Cerita WhatsApp itu berisi video yang menampilkan pemandangan matahari terbit yang indah di balik pegunungan dengan cahaya keemasan yang menyinari langit.
Suara decak kagum terdengar dari segala arah dan begitu sorot kamera berpindah, sosok Adrian terlihat sekilas.
"Masa lalu yang kelam sudah usai, sekarang saatnya menyambut babak baru kehidupan."
Kalimat yang ada di layar membuat dada Claire sesak dan luka lamanya yang terpendam kembali menganga.
Sepertinya perceraian Stella telah selesai dan dia sukses meninggalkan masa lalunya.
Wajar saja, Adrian sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu Stella. Sebagai pengacara terbaik di bidangnya, ditambah dengan rasa cintanya yang telah terpendam selama bertahun-tahun, permohonan cerai Stella pasti akan ditanganinya dengan sepenuh hati.
Kini setelah Stella resmi melajang dan Claire yakin Adrian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Pria itu pasti akan segera mengurus perceraiannya sendiri dan mendekati Stella.
Claire bahkan bisa membayangkannya tanpa perlu bertanya.
Seulas senyum sinis pun tersungging di bibirnya hanya untuk menyembunyikan kesedihan yang mendalam di hatinya.
Cepat atau lambat, perpisahannya dengan Adrian pasti akan terjadi. Dia hanya ingin mempercepat prosesnya saja.
Daripada menunggu dengan pasrah hingga dicampakkan, lebih baik dia memilih untuk pergi secara sukarela. Setidaknya dia masih bisa mempertahankan harga dirinya, bukan?
Claire meletakkan ponselnya, lalu bangkit dan mulai mengumpulkan semua barang-barang pasangan yang pernah dia beli. Dia memasukkan barang-barang tersebut ke dalam kardus, lalu menyeretnya ke lantai bawah.
Adrian yang baru saja pulang langsung menghampiri Claire saat melihat wanita itu tengah kerepotan.
"Ada apa dengan semua barang ini? Kenapa dibuang?" tanya Adrian dengan penuh rasa penasaran.
Claire tertunduk, lalu menjawab, "Barang-barang ini jarang dipakai, jadi lebih baik dibuang daripada memenuhi ruangan."
Adrian mengangguk paham, lalu tanpa banyak bicara segera mengangkat kardus tersebut.
Claire menatap punggung Adrian yang menjauh dengan tatapan sendu.
Andai saja pria itu membuka kardus tersebut, dia pasti akan langsung tahu bahwa barang-barang yang hendak dibuang itu adalah barang-barang yang pernah Claire anggap sebagai harta karun.
Dengan kecerdasannya dan tindakan Claire yang tak biasa ini, Adrian harusnya bisa menyadari bahwa Claire ingin meninggalkannya.
Sebenarnya, peluang untuk mengubah takdir cerita cinta mereka masih terbuka lebar.
Namun, Adrian memilih untuk tidak bertindak.
Kardus itu dibuang begitu saja ke tempat sampah dan dia segera berbalik.
Tidak ada upaya lain yang dilakukan pria itu.