Bab 1
"Halo, saya ingin mengajukan perceraian."
Setelah tiga tahun menikah, Claire Golding akhirnya memutuskan untuk bercerai dari suaminya, Adrian Campbell.
Namun, dia melakukan proses perceraian tersebut tanpa sepengetahuan Adrian.
Setelah mendengarkan maksud kedatangan Claire, seorang pengacara yang duduk di hadapannya segera menjelaskan dengan penuh sopan santun.
"Untuk memulai proses perceraian, Anda dan suami harus saling sepakat dan menandatangani surat perjanjian cerai terlebih dahulu. Setelah itu, ada masa tenang selama sebulan untuk memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak mempertimbangkan kembali proses perceraian. Apa hari ini suami Anda tidak ikut ke sini?"
Claire tertegun sejenak sebelum akhirnya berkata, "Saya akan memintanya untuk menandatangani surat itu."
"Baik, silakan tunggu sebentar. Saya akan segera siapkan draf perjanjian cerainya," jawab sang pengacara.
Tak lama kemudian, Claire menerima draf perjanjian cerai itu.
Dengan langkah gontai, dia keluar dari kantor sang pengacara. Pikirannya penuh dengan kenangan pahit akan perjalanan rumah tangganya belakangan ini.
Saat tiba di meja resepsionis, Claire mendengar suara seseorang yang tidak asing lagi baginya.
"Claire? Sedang apa kamu di sini?"
Jantung Claire berdesir saat mendongak dan bertemu dengan tatapan tajam Adrian yang seolah sedang membaca seluruh isi kepalanya.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ketika dia datang untuk mengurus perceraian, dia malah bertemu suaminya sendiri yang memang pekerja sebagai pengacara di firma hukum tersebut.
Namun, suaminya pasti tidak akan mengetahuinya. Bagaimanapun, dari dulu Adrian memang tidak pernah peduli padanya.
Claire pun menarik napas dalam-dalam dan berusaha meredam kegugupan yang dia rasakan. Sesaat kemudian, dia menjawab pertanyaan Adrian.
"Ada beberapa hal yang ingin kukonsultasikan. Omong-omong, Ayah dan Ibu sudah menyiapkan surat-surat pengalihan kepemilikan propertinya dan kamu perlu menandatanganinya."
Setelah berkata demikian, Claire mengeluarkan surat perjanjian cerai yang baru saja dia dapatkan dan langsung membuka halaman terakhir. Setelah meletakkannya di meja, dia pun menyerahkan pulpen kepada Adrian.
Halaman terakhir surat perjanjian itu hanya berisi kolom tanda tangan. Sebagai seorang pengacara, Adrian secara spontan langsung mengerutkan keningnya.
Dia hendak membaca keseluruhan isi surat tersebut, tetapi sosok yang tidak asing di pintu lift membuatnya mengurungkan niatnya. Setelah ragu sesaat, dia pun langsung mengambil pulpennya dan membubuhkan tanda tangannya di tempat yang ditunjukkan Claire.
"Aku sudah tanda tangan. Kalau nggak ada lagi yang perlu dibicarakan, kamu pulang duluan saja. Aku masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan."
Claire merasa lega sekaligus getir. Lega karena akhirnya suaminya menandatangani surat perceraian tersebut dan getir karena dia menyadari betapa suaminya tidak peduli padanya.
Seandainya saja suaminya mau meluangkan sedikit waktu untuk benar-benar melihatnya, pasti dia akan menyadari bahwa yang baru saja ditandatanganinya bukanlah surat perjanjian properti, melainkan surat perjanjian cerai yang akan mengakhiri pernikahan mereka.
Namun, pandangan suaminya terpaku pada Stella Morris yang baru saja tiba.
Claire merasakan hatinya diaduk oleh beragam emosi saat melihat kehadiran Stella.
Dia mengeratkan genggamannya pada tas, lalu berbalik meninggalkan firma hukum tersebut.
Setelah pintu kaca menutup, sayup-sayup terdengar suara Stella yang tengah bertanya pada Adrian.
"Kak Adrian, siapa wanita tadi?"
"Klien baru. Dia mau konsultasi soal perceraian." Suara Adrian terdengar datar, tetapi terselip nada lembut di dalamnya. "Kenapa datang sepagi ini? Nanti siang kita makan bersama, ya?"
Tawaran Adrian pada Stella yang terdengar seperti bujukan itu membuat Claire tersenyum getir. Dia memandang surat perjanjian cerai yang telah ditandatangani Adrian dengan perasaan sedih.
Benar. Dia memang datang ke sini untuk konsultasi soal perceraian.
Satu bulan lagi, impian Adrian akan menjadi kenyataan.
Claire dan Adrian telah mengikat janji suci dalam sebuah pernikahan rahasia.
Namun, hanya orang tua mereka saja yang mengetahui pernikahan tersebut. Bahkan "cinta pertama" Adrian pun tidak menyadari bahwa Adrian sudah menjadi suami orang.
Pernikahan rahasia ini adalah keputusan yang dibuat oleh Adrian sendiri.
Saat pertama kali bertemu di bangku kuliah, Claire langsung terpikat oleh Adrian yang pada saat itu adalah idola kampus. Selama empat tahun lamanya, Claire berusaha keras untuk mendapatkan hati Adrian, tetapi Adrian tetap tidak tersentuh olehnya.
Meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan, Claire tidak larut dalam kesedihan.
Sebab, Adrian tidak hanya menolak Claire, tetapi juga semua wanita yang mendekatinya. Sepertinya Adrian memang tidak memiliki ketertarikan pada wanita yang ada di dekatnya.
Setelah kelulusan, jalan hidup Claire dan Adrian berbeda. Claire sibuk membangun karier, sementara Adrian fokus menuntut ilmu. Kesibukan itu menjauhkan mereka, tetapi Claire tidak pernah melupakan Adrian.
Namun, takdir mempertemukan mereka yang tampaknya tidak akan pernah bersinggungan lagi. Setelah tiga tahun menjalani kehidupan masing-masing, Adrian dan Claire dipertemukan kembali dalam sebuah kencan buta.
Tak disangka, di momen pertama mereka bertatap muka kembali, Adrian langsung melamar Claire.
Meskipun agak bingung dengan keinginan Adrian yang tiba-tiba ingin menikah, Claire tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya. Impiannya untuk membangun rumah tangga dengan Adrian akhirnya akan segera menjadi kenyataan. Karena menduga bahwa Adrian mungkin didesak oleh keluarganya untuk segera menikah, Claire pun tanpa ragu langsung menerima pinangan tersebut.
Setelah mengikat janji suci, perlahan-lahan dia mulai mengetahui rahasia yang selama ini disimpan rapat oleh suaminya.
Adrian memang tampak cuek, seolah-olah dia tidak tertarik pada wanita. Namun, sebenarnya hatinya telah tertambat pada seseorang yang tampaknya sulit untuk dia miliki.
Orang itu adalah Stella yang merupakan adik dari sahabatnya.
Usia Adrian lima tahun lebih tua dari Stella sehingga Stella selalu menganggapnya sebagai seorang kakak. Itulah sebab cinta Adrian pada Stella bertepuk sebelah tangan.
Selama bertahun-tahun lamanya, Stella tidak menyadari perasaan Adrian padanya. Setelah lulus, Stella menikah dengan kekasihnya yang telah dipacarinya selama tiga tahun.
Hati Adrian pun hancur berkeping-keping. Demi melupakan luka hatinya dan karena desakan orang tuanya untuk segera menikah, dia akhirnya menikahi Claire dengan tergesa-gesa.
Tentu saja Claire sangat terpukul ketika mengetahui alasan sebenarnya di balik pernikahan mereka. Dia terpuruk dalam kesedihan untuk waktu yang lama, tetapi akhirnya berhasil bangkit kembali.
Claire yakin bahwa masih ada harapan untuk memperbaiki semuanya. Claire percaya jika dirinya berusaha dengan keras, Adrian pasti akan melihatnya dan mulai mencintainya.
Namun, harapan tinggal harapan. Selama tiga tahun pernikahan mereka, Adrian tetap menjaga jarak dan tidak pernah benar-benar membuka hatinya untuk Claire.
Di saat Claire merasa sedang sangat terpuruk, dia justru menemukan sebuah album foto milik suaminya.
Album itu berisi foto-foto seorang wanita yang merekam perjalanan hidupnya dari usia enam hingga dua puluh lima tahun. Seharusnya Claire bisa saja mengabaikannya.
Namun, bagaimana jika wanita itu adalah cinta pertama suaminya? Bagaimana jika album itu terus diperbarui bahkan setelah Claire dan suaminya menikah?
Claire tidak bisa lagi berpura-pura untuk tidak peduli.
Malam berikutnya, Adrian yang tidak pernah minum alkohol pun tiba-tiba mabuk berat. Sorot matanya yang biasanya terlihat dingin, kini penuh dengan kegembiraan yang meluap-luap.
Claire yang penasaran akhirnya mencari tahu alasan mengapa suaminya tiba-tiba mabuk. Ternyata, Adrian merasa gembira karena Stella telah bercerai dari suaminya.
Saat mengetahui fakta tersebut, Claire hanya bisa tersenyum getir dan akhirnya memutuskan untuk melepaskan diri dari pernikahan yang hampa itu.
Surat perjanjian cerai yang telah ditandatangani oleh Adrian membuat Claire dilanda perasaan aneh ketika kembali ke rumah yang telah ditinggalinya selama tiga tahun ini.
Rumah mungil yang ditata dengan penuh cinta oleh dirinya sendiri, kini membangkitkan kenangan-kenangan lama di benaknya.
Tatapan Claire menjelajahi setiap sudut ruang dan akhirnya terpaku pada foto pernikahan mereka. Dia selalu merawat foto tersebut dengan baik.
Namun, senyum Adrian yang tampak dipaksakan di foto itu terasa seperti tamparan baginya. Dengan gerakan tiba-tiba, Claire mencopot foto itu dan membuangnya ke tempat sampah.
Sepanjang malam, Claire terus membereskan barang-barang mereka, seolah ingin menghapus jejak Adrian dari hidupnya.
Setibanya di rumah, Adrian langsung menyadari ada yang janggal. Foto pernikahan mereka yang biasanya terpajang di ruang tamu sudah tidak ada. Dia mengernyitkan dahi dan menatap Claire yang sedang asyik menulis.
"Di mana foto pernikahan kita?"
"Pakunya lepas," jawab Claire tanpa mengalihkan pandangan dari tulisannya. "Aku takut jatuh dan melukai orang, jadi aku copot dulu."
Adrian hanya mengangguk lalu menyerahkan bungkusan makanan yang dibawanya untuk Claire. Kemudian, dia berjalan menuju ruang kerja.
Aroma tajam menyeruak dari bungkusan makanan tersebut dan membuat Claire menghentikan aktivitasnya.
Dia membuka bungkusan makanan tersebut dan melihat makanan pedas yang menusuk hidungnya.
Selama tiga tahun pernikahannya, dia selalu menerima makanan pedas yang dibelikan Adrian. Padahal, sebenarnya dia menderita maag dan hanya bisa makan makanan hambar.
Namun, suaminya tidak pernah tahu akan hal tersebut.
Dulu, dia pasti akan melahap habis makanan pedas itu demi menyenangkan hati suaminya.
Namun, sekarang sudah berbeda. Dengan langkah mantap, dia membawa bungkusan makanan itu ke dapur dan membuangnya.
Dia telah mengambil keputusan. Mulai hari ini, dia tidak hanya akan membuang makanan pedas itu, tetapi juga segala kepedihan dan luka yang selama ini dia alami dalam pernikahannya.
Tentu saja dia juga akan melepaskan Adrian.