Dia Tidak Boleh Berhubungan Dengan Pria Lain!
Zio hanya manggut-manggut mendengar penjelasan dari sang Bos. Dirinya benar-benar tidak menyangka jika Bosnya itu sudah menikah. Yang lebih mengejutkannya lagi Daniel, sahabatnya itu tidak menikahi Febby sang kekasih melainkan anak kecil yang tak lain adalah anak bayi yang sekarang sudah tumbuh menjadi seorang gadis.
Zio termasuk lumayan mengenal sosok Lita. Karena dulu sewaktu SMA, Daniel akan membawanya ke rumah orang tua Lita. Ternyata ucapan yang sering dia dengar dahulu menjadi kenyataan. Buktinya, Daniel menikahi Lita sekarang.
Ibarat perumpaan, Daniel seperti menikahi keponakannya sendiri karena jarak usia keduanya yang sangat jauh.
“Jadi Febby bagaimana? Apakah dia tahu jika kamu sudah menikah?” tanya Zio hati-hati.
Daniel menggeleng pelan. “Tidak! Semuanya terlalu mendadak. Aku masih berhubungan dengannya,” jujurnya.
“Plakkk!”
Satu pukulan keras mengenai bahu Daniel. Seketika matanya melotot tajam kepada Zio yang menjadi pelakunya.
“ZIO EFENDI!” geram Daniel.
Pukulan Zio benar-benar membuat bahu Daniel nyeri dan nyut-nyutan. Sepertinya, sahabatnya itu mengerahkan seluruh tenaganya saat memukulnya tadi.
“Hehe, maaf. Aku tidak sengaja. Itu hanya gerakan refleks.” Zio tersenyum tanpa dosa.
Daniel menghembuskan nafas kasar. “Untung saja ini sudah diluar jam kantor. Dan kamu juga sahabatku. Jika tidak! Sudah aku pecat kamu!”
Zio terkekeh geli. Sahabatnya itu selalu saja mengancamnya dengan hal itu. ‘Dia ini apa tidak ada ancaman lain apa! Jika dia memecatku, aku yakin bisa membuat sebuah usaha. Secarakan, tabunganku banyak. Haha.’
Zio bukan seperti Zio yang dulu lagi. Yang selalu takut dengan orang lain dan selalu merasa tidak percaya diri dengan penampilannya. Namun, Daniel mengubah semuanya. Kini, ia menjadi seorang yang pemberani dan pria yang tampan.
“Saranku, putuskan saja Febby. Bagaimanapun, kamu itu sudah menikah. Kasian mereka berdua,” celetuk Zio.
“Tapi, aku tidak bisa,” sahut Daniel.
“Kamu benar-benar mencintai Febby?”
Daniel terdiam sejenak. Ia juga tidak yakin jika selama ini mencintai Febby. Sebab, dadanya tidak pernah bergetar berbeda dengan dahulu saat pertama kali ia jatuh cinta kepada Angela.
“Entahlah, aku juga tidak yakin.”
“Kalau dengan Lita bagaimana?”
“Jelas tidak mungkin! Aku tidak mungkin mencintai Lita yang sudah aku kenal sejak bayi. Aku bahkan tahu bagaimana tumbuh kembang gadis itu.”
“Benarkah? Ya sudah kalau begitu. Kamu lepaskan saja dia. Lagipula, aku lihat jika sahabat prianya itu suka kepadanya,” terang Zio. Karena ia termasuk sering melihat Lita dengan teman-temannya. Mereka sering berkunjung ke toko buku miliknya.
“Tidak! Tidak boleh! Dia tidak boleh berhubungan dengan pria lain!” ucap Daniel setengah berteriak. Rahang wajahnya mengeras tiba-tiba.
“Astaga Daniel! Kalau kamu begitu, tandanya kamu itu egois.”
“Aku tidak peduli. Selama Lita menjadi istriku, dia tidak akan kubiarkan dekat dengan pria lain.”
Zio hanya geleng-geleng kepala dan mendengus sebal. Ia yakin jika Daniel pasti ada rasa dengan Lita. Hanya saja pria itu yang belum sadar sama sekali.
Daniel sudah menyelidiki pria yang mencium pipi istrinya tempo lalu. Ternyata hanya seorang teman saja. ‘Aku akan membuat pria itu dibenci oleh Lita. Sampai kapanpun, aku tidak rela melihat Lita dengan pria lain. Pria itu pasti punya perasaan kepada istri kecilku.’
***
Lita dan Arkan sedang berada di sebuah café saat ini. Mereka hanya berdua saja. Lisna tidak ikut karena harus les piano.
“Kamu tidak apa-apa kan pulangnya telat?” tanya Arkan.
Mereka sedang menikmati jus masing-masing. Lita dengan jus strowberrinya dan Arkan dengan jus jeruknya. Lita sangat suka dengan semua yang berbau dengan strawberry. Entahlah mengapa bisa begitu.
Yang Lita tahu yaitu Mamanya bilang mungkin semua itu karena dulunya sang Mama ketika mengandung dirinya sangat suka sekali meminum susu hamil rasa strowberri.
“Tidak apa. Lagipula aku bosan di rumah sendirian,” ucapnya.
Kening Arkan seketika berkerut. “Sendirian? Orang tua sama adik kamu rupanya di mana? Mereka tidak di rumah di sore hari begini?” tanya Arkan begitu penasaran.
Walaupun dia dan juga Lisna tidak pernah ke rumah Lita. Namun, mereka tahu betul dengan keluarganya Lita dari cerita Lita sendiri.
“Sekarang aku tinggal dengan Omku. Dia pulangnya malam.”
“Kamu punya Om?” Lita mengangguk kecil.
“Kalian hanya tinggal berdua saja?” Lagi-lagi Lita mengangguk.
“Kenapa bisa?”
Arkan melontarkan banyak pertanyaan. Jujur, ini tidak masuk akal baginya. Kenapa Lita harus tinggal berdua saja dengan Omnya? Walaupun mereka itu keluarga. Tapi kan, hal itu sangat tidak pantas. Apalagi, Lita kan punya keluarga.
‘Apa aku harus jujur kepada Arkan jika Om yang kumaksud itu adalah suamiku sendiri?’ Lita terlihat begitu ragu-ragu.
‘Sepertinya, aku tidak bisa memberitahukan statusku ini kepada siapapun. Takutnya mereka akan menjauhiku.’
Lita menarik nafas panjang. Tangannya sedikit gemetaran. Sepertinya kali ini ia akan melakukan kebohongan pertamanya. ‘Maafkan aku Arkan. Aku tidak bisa jujur kepadamu.’
“Omku tidak ada yang mengurusi. Mamaku sangat khawatir jadi, dia menyuruhku untuk tinggal di sana. Lagipula, jarak rumah Om sama sekolah lebih dekat.”
“Dia belum menikah? Berapa umurnya? Tampan tidak?” Arkan terlihat seperti seorang yang cemburu saja.
‘Ada apa dengannya? Kenapa aku rasa hari ini dia begitu cerewet ya?’
“Dia belum menikah. Umurnya 34 tahun dan cukup tampan,” jelasnya.
“Menjauhlah darinya!” ucap Arkan tiba-tiba.
Lita mengerjapkan kedua matanya. “Kenapa?” Dia Omku?”
Arkan mengusap wajahnya dengan kasar. Dirinya tidak sadar dengan apa yang diucapkannya.
“Ah maaf.”
Sebenarnya Lita bingung sekarang. Ia masih merasa aneh dengan sosok Arkan tadi. Namun, dirinya tak ambil pusing dengan semua itu.
“Oh. Tidak perlu meminta maaf.”
Arkan tersenyum lembut. Lita juga balas tersenyum.
“Kamu mau pesen makanan nggak? Biar aku yang traktir,” tawar Arkan.
Lita menggeleng kecil. Dia begitu tidak enak harus terus merepotkan Arkan. Minuman ini saja, pria itu yang membayar. Bukan Lita tidak mempunyai uang. Namun ia memang berhemat. Dirinya sekarang sudah menikah jadi tidak mungkin meminta uang kepada orang tuanya lagi.
Untuk Daniel. Lita tidak pernah meminta uang kepada pria yang telah menjadi suaminya itu. Yang tersisa hanyalah, uang tabungan yang ia kumpulkan dari uang sakunya dahulu. Lita berharap uang itu akan cukup sampai ia lulus. Setelah itu ia akan mencari pekerjaan.
Tidak pernah terpikirkan olehnya untuk bergantung kepada Daniel yang mempunyai kekayaan berlimpah dan tak ada habisnya. Sedari dulu, memang ia selalu hidup sederhana dan tak pernah menghamburkan uang sama sekali walaupun orang tuanya kaya.
Baginya, ia hanya boleh boros ketika uang itu adalah hasil jerih payahnya sendiri. Berhubung ia masih sekolah, jadi sangat sulit untuk menemukan pekerjaan yang tidak mengganggu sekolahnya.
“Kenapa? Kamu merasa tidak enak hati,” ucap Arkan tepat sasaran.
Lita hanya terdiam. Semua yang diucapkan Arkan benar adanya. Ia memang tidak ingin merepotkan lagi.
“Arkan. Bisa tidak carikan aku pekerjaan paruh waktu?” ujar Lita tiba-tiba.
“Loh kenapa begitu?”
“Aku ingin mandiri dan punya penghasilan.”
‘Supaya aku bisa mentraktir kalian. Aku tidak ingin ditraktir terus-terusan oleh kalian.’
Arkan melihat Lita dengan lekat. Bisa ia lihat jika Lita begitu bersungguh-sungguh.
“Aku punya teman yang memiliki sebuah Café. Tapi, Cafenya kecil dan gajinya tidak seberapa. Sepertinya dia sedang mencari pekerja paruh waktu. Apa kamu mau?”
“Iya. Aku sangat mau. Selagi, hal itu tidak mengganggu sekolahku,” sahut Lita dengan antusias.
“Kalau begitu. Besok kita akan ke sana.”
“Terima kasih Arkan. Aku begitu beruntung mempunyai teman sepertimu.” Lita memegang kedua tangan Arkan tanpa sadar saking senangnya.
Sudut bibir Arkan tertarik ke atas. ‘Apa kamu tidak diberi uang oleh Ommu itu. Makanya kamu harus bekerja Lita.’