Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Little WifeLittle Wife
Oleh: Webfic

Habis Dipukuli

Lita mulai terusik dari tidurnya. Ia merasa sedikit sesak. Bukan hanya itu saja, pinggangnya juga seperti ada benda berat yang bertengger di sana. Belum lagi aroma Daniel begitu jelas terasa di hidungnya. ‘Ada apa ini sebenarnya?’ Lita pun akhirnya membuka matanya dengan perlahan. ‘Astaga!’ Lita membungkam mulutnya saking kagetnya. Matanya melotot dengan sempurna. ‘Kenapa Om Daniel bisa tidur denganku?’ Netra Lita kini melihat baju dan celanya berserakan di lantai. Keringat dingin mulai mencucur dari pelipisnya. Dengan dipenuhi ketakutan, Lita memberanikan diri melihat keadaannya sekarang. ‘Ya ampun! Kenapa aku hanya mengenakan pakaian dalam seperti ini? Tidak ada hal aneh yang terjadi kan?’ Baru lagi ingin menyingkir dari tubuh Daniel. Pria itu mulai terbangun. Dengan secepat kilat, Lita kembali memejamkan matanya. Daniel sedikit terperanjat karena kaget. Ternyata dirinya ketiduran. Padahal, Daniel sangat ingat jika matanya baru bisa terpejam sekitar pukul dua dini hari. Dengan sangat hati-hati, Daniel bergeser dari tubuh Lita. ‘Syukurlah tubuhnya tertutup dengan selimut.’ Bohong jika Daniel tidak mengagumi wajah istri kecilnya itu. Apalagi dalam keadaan tidur seperti ini. Benar-benar begitu menggemaskan. Entah dorongan dari mana, Daniel mendekatkan wajahnya ke arah Lita. “Cupp.” Satu kecupan lembut Daniel berikan di bibir tipis merah cherry itu. “Astaga! Apa yang aku lakukan.” Daniel langsung beranjak dan menjauh. Ia merasa jika terus bersama dengan Lita. Pasti akal kemanusiaannya akan hilang begitu saja. Seperti yang telah dilakukannya kepada Lita tadi malam. Jika mengingat hal itu semua, Daniel merasa menjadi seseorang yang paling brengsek di muka bumi. Terdengar suara pintu ditutup perlahan. Lita sangat yakin, jika Daniel lah pelakunya. “Kenapa Om Daniel menciumku tadi?” lirih Lita. Wajahnya memerah seketika. Lita begitu malu saat ini. Rasanya ia ingin menghilang saja dari hadapan Daniel. Sudah tidak ada lagi muka untuk berhadapan dengan pria itu. Lita benar-benar tidak ingat kenapa keadaannya bisa seperti sekarang ini. Terakhir yang ia ingat adalah dia meminta Daniel untuk menidurkannya. Bukan menyuruh pria itu untuk tidur dengannya. Lita menghembuskan nafas kasar. “Sudahlah. Aku yakin tidak terjadi sesuatu yang buruk denganku. Om Daniel adalah pria baik-baik.” *** Lita tengah memakai seragamnya. Wajahnya sedikit ditekuk. “Kenapa tanda lebam ini semakin banyak. Aku seperti habis dipukuli saja. Sepertinya aku harus ke rumah sakit sepulang sekolah nanti,” putusnya. Kakinya melangkah dengan sedikit tergesa-gesa karena jaruh jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Seperti sebelum-sebelumnya, Daniel sudah tidak ada lagi di rumah. Pria itu sudah terlebih dahulu pergi ke kantor. Lita tersenyum kecut. ‘Om Daniel bahkan tidak pernah sekedar berbasa-basi menawarkan untuk mengantarkanku ke sekolah. Padahal arah ke sekolah dan kantornya sama.’ ‘Sudahlah Lita, kamu jangan bersedih hati seperti ini. Bukankah kamu lebih senang naik Bus? Lagipula, Om Danielmu itu sudah tidak seperti dulu lagi. Dia hanya menyanyagimu sewaktu kecil saja.’ Bermonolog dengan dirinya sendiri. Di sekolah. Lita begitu bersyukur karena tiba di sekolah tepat waktu. Jika tidak, ia sangat yakin jika dirinya sekarang tidak akan berada di ruangan kelasnya melainkan diusir pulang. Mengingat, sekolahnya adalah sekolah unggulan dan menerapkan peraturan yang begitu ketat. Lita merasa sangat beruntung bisa sekolah di sini. “Lita,” panggil Lisna pelan. Lita menoleh. “Hmm. Ada apa Lis?” “Kamu baik-baik saja kan?” Lita mengangguk pelan. “Iya aku baik-baik saja. Ya, hanya sedikit demam saja kemarin,” jujurnya. Lisna menatap Lita penuh arti. Mereka sedang berdua saja saat ini. Arkan pergi ke kantin untuk membeli makanan mereka. “Lita, kamu punya pacar?” tanya Lisna tiba-tiba. Lita mengerutkan keningnya bingung. Kenapa tiba-tiba Lisna bertanya seperti itu. Bukankah seharusnya gadis itu tahu jika ia tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun. “Kenapa bertanya seperti itu? Bukankah kamu tahu jika aku hanya dekat dengan kalian berdua saja. Mana mungkin bisa sampai punya pacar.” “Jadi ini apa?” Lisna menunjuk leher Lita. Lita dengan refleks menutup lehernya. Hal itu semakin membuat Lisna semakin curiga “Aku juga tidak tahu ini apa. Apa mungkin aku terkena penyakit?” “Itu tidak terlihat seperti penyakit. Biasanya itu adalah perbuatan seorang pria.” “Maksudnya apa Lis? Aku tidak paham.” Lisna menatap wajah Lita dengan intens. Sangat ketara sekali jika Lita memang kebingungan. Tidak ada kebohongan sama sekali. “Ah. Tidak ada, lupakan saja. Tutupi leher kamu,” titahnya. Lita mengangguk paham. Dia melakukan seperti yang diperintahkan Lita. ‘Perbuatan seorang pria, maksudnya apa?’ “Hai Ladies!!” ucap Arkan yang tiba-tiba saja langsung duduk dengan makanan dan minuman yang ia letakkan tepat di depan Lita dan Lisna. “Terima kasih,” ucap Lita tulus. “Sama-sama.” Arkan mengacak sedikit rambut Lita. Lisna yang kini sedang meminum jus apel hanya memutarkan kedua bola matanya malas. Ia benar-benar muak dengan sikap sepupunya itu. ‘Jika memang tertarik dengan Lita. Kenapa tidak jujur saja sich?’ “Lita, aku minta maaf soal yang kemarin ya. Kamu pasti kaget banget ya,” ujar Arkan tak enak hati. “Rupanya kamu melakukan apa?” celetuk Lisna tiba-tiba. “Ah itu …,” ucapan Lita terjeda ketika Arkan menyentuh tangannya tiba-tiba. “Itu apa? “Tidak. Hanya masalah kecil saja. Aku menjatuhkan buku Lita. Bukankah begitu Lita?” Nada ucapan Arkan sedikit gugup. ‘Kenapa Arkan berbohong? Sudahlah, mungkin dia tidak ingin membuat Lisna salah paham.’ “Iya,” sahut Lita. “Kalian sedang tidak membohongiku kan?” Lisna menatap keduanya secara bergantian. “Mana mungkin! Kamu ini bawel banget sich! Cepat habiskan makanannya, sebentar lagi masuk,” titah Arkan. Di Kantor. Daniel memijit keningnya yang begitu berdenyut. Semua ini pasti karena efek kurang tidur. “Cklek.” Pintu ruangan Daniel terbuka dan menampilkan sosok seorang pria tampan berkacamata. Pria itu adalah Zio, sahabat sekaligus asisten Daniel. “Ada apa Zio?” “Ada sedikit masalah Pak.” “Katakan!” “Ada masalah di kantor cabang di Bandung Pak,” ujarnya sedikit hati-hati. Kepala Daniel semakin berdenyut saja. Ia memejamkan matanya sejenak.”Baiklah kalau begitu. Besok, kita akan ke sana.” “Tidak bisa Pak.” Alis Daniel bertaut dengan sempurna. “Kenapa tidak bisa?” “Dalam seminggu ini, Bapak ada jadwal pertemuan dengan beberapa klien. Dan itu tidak bisa dibatalkan begitu saja. Jadi, tidak memungkinkan untuk kita pergi ke Bandung,” jelasnya. “Kalau begitu, biar aku saja yang pergi ke Bandung. Kamu tetaplah di sini menghandle semua urusan kantor dan menggantikan aku bertemu dengan beberapa klien.” “Tapi Pak ….” “Sudahlah. Ini adalah jalan terbaik satu-satunya. Aku yakin kamu bisa menangani semuanya.” Daniel beranjak dari duduknya dan mendekat ke arah Zio. Ditepuknya bahu Zio pelan. “Aku tidak usah terlalu mencemaskanku. Aku berjanji akan pulang secepatnya.” Zio menghela nafas. Ia pun akhirnya mengangguk kecil. “Bapak pergi dengan siapa kalau begitu?” tanya Zio sedikit penasaran. Karena ia sangat tahu, jika Daniel tidak pernah mau berpergian seorang diri. Apalagi berpergian ke luar kota. Biasanya ia yang akan menemani bosnya itu. “Aku akan pergi dengan istriku,” “ISTRI?” ujar Zio begitu kaget.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.