Orang Jahat
Hari sudah sore. Lita sudah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri. Rumah sudah bersih dan rapi, taman juga begitu.
Ia juga sudah menyiapkan makan malam khusus untuk sang suami. Karena selama ini, walau mereka tidak pernah bertemu dan bertegur sapa. Tapi, suaminya itu selalu makan makanan yang ia siapkan. Setidaknya, hal itu bisa membuat dirinya sedikit senang.
Baru lagi ingin menuju kamar berniat mandi. Tiba-tiba saja suara bel berbunyi. Kening Lita seketika berkerut. Siapa yang datang-datang sore begini? Tidak mungkin kan jika itu suaminya? Daniel selalu membawa kunci cadangan ke manapun pria itu pergi.
Lama Lita berpikir. Ia sedikit takut mengingat dirinya hanya seorang diri saja di rumah. Suara bel terus saja berbunyi. Sepertinya tamunya itu tipe orang yang tidak sabaran sekali.
Lita menarik nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha menenangkan dirinya yang begitu gelisah dan takut. ‘Tidak apa-apa Lita. Jika itu orang jahat, kamu tinggal memukulnya saja.’
Dirinya pun melangkah perlahan menuju pintu. Tak lupa dengan sapu yang kini tengah dipengangnya erat untuk berjaga-jaga.
Pintu pun terbuka. Terlihat dua gadis cantik yang usianya sudah lumayan matang menatap heran kepada sosok Lita yang kini tengah memejamkan matanya.
“Lita, kamu kenapa?” tanya Angela to the point.
Lita yang merasa sedikit kaget dan begitu mengenal suara itu langsung membuka kedua matanya. Senyum sumringah terpancar di wajah cantiknya. “Kakak?” Ia pun langsung berhambur ke pelukan kakak sepupunya itu.
Angela yang sedikit kebingungan hanya bisa membalas pelukan Lita. Aca yang tengah menatap keduanya hanya geleng-geleng kepala. Matanya fokus ke satu tangan Lita yang tengah memegang sapu.
‘Astaga! Apa-apaan itu? Jangan bilang jika Lita ketakutan dan mengira kami ini adalah penjahat,’ ucapnya dalam hati.
Aca mengepalkan tangannya kuat. Dirinya sebal sekali saat ini. Sebal kepada Daniel tentunya. Bisa-bisanya Lita ditinggal sendiri tanpa ada seorang yang menemani. Tidak ada pekerja sama sekali.
Keponakannya itu tidak sanggup mempekerjakan orang atau gimana sich? Aca begitu gemas ingin mencabik-cabik wajah keponakan laknatnya itu.
“Kamu kenapa Lita?” Angela melepaskan pelukan adik sepupunya itu.
“Dia ketakutan dan mengira kini ini orang jahat. Noh, kamu lihat sapu di tangannya,” sahut Aca sambil menunjuk dengan ekor matanya ke arah sapu yang masih setia di pegang oleh gadis imut itu.
“Benarkah?” Angela menutup mulutnya tidak percaya.
Lita hanya mengangguk kecil. Ia menundukkan kepalanya karena malu. Terutama kepada Aca yang telah menebak tepat sasaran.
“Si Bocah tengik itu memang kurang ajar sekali! Awas saja nanti kalau pulang. Akan aku kasi pelajaran!” ucap Aca begitu emosi.
“Sudahlah Aca. Lebih kita masuk. Hari sudah semakin gelap tuh,” ingatkan Angela.
Aca menghembuskan nafas kasar. Dia harus bisa menahan emosinya kali ini. “Kamu benar. Ayo kita masuk,” ajak Aca.
Keduanya langsung memasuki rumah bernuansa putih itu. Lita malah masih terdiam. ‘Sepertinya, yang tuan rumah adalah mereka,’ batinnya geli. Lita merasa begitu senang karena dua wanita yang begitu ia sayangi setelah sang mama mengunjunginya.
Lita juga yakin, jika wanita itu akan menginap. Sangat terlihat dari bawaan mereka yang seperti ingin pindah saja. Ia juga yakin jika suami dari kedua wanita itu akan menyusul sebentar lagi. Mengingat suami keduanya yang begitu bucin.
Berkumpul dan liburan dengan Clara saja, mereka harus diam-diam. Jika para suami tahu, mereka semua pasti akan menyusul. Tak peduli jaraknya jauh atau tidak.
Seketika, Lita kangen dengan Clara yang sudah ia anggap sebagai tante kandung sendiri. ‘Tante Clara pasti sedang sibuk dengan bayi besarnya itu.’
Lita sangat tahu jika Clara adalah tipe istri yang tidak tegaan terhadap suami. Berbeda dengan Angela dan Aca yang kadang merasa masa bodoh. Lita terkekeh geli memikirkan rumah tangga para pasangan yang sudah berumur itu.
***
Lita menatap takjub dengan apa yang dilihatnya sekarang. Begitu banyak makanan yang tersaji dan terlihat begitu menggugah selera. Ia berdecak kagum dengan kemampuan memasak wanita yang dipanggilnya Bunda itu.
“Bunda hebat banget. Hanya dengan waktu sebentar saja bisa menyajikan makan yang mewah dan beragam seperti ini,” puji Lita.
Aca mengibaskan rambutnya ke belakang. “Tentu saja. Siapa dulu dong. Bunda gitu loh,” ucapnya bangga.
“Hey.. Aku juga ikut andil ya,” ujar Angela tidak terima. Walau bukan dia yang memasak, tapi dirinyalah yang sudah memotong-motong dan membersihkan semuanya hingga bahan-bahan tersebut menjadi makanan yang mewah juga higenis tentunya.
“Iya-iya. Terima kasih ya,” kata Aca mendengus sebal.
Angela tersenyum dan mengganguk kecil. Dirinya sungguh tidak sabar untuk menyantap hidangan yang rasanya jangan ditanya lagi. Pasti sangat enak sekali.
Sahabatnya itu sudah memiliki sebuah restoran elite dengan cabang dimana-mana. Restorannya terkenal dengan makanannya yang enak dan pelayanannya yang sangat memuaskan.
“Ah iya Lita,” kata Aca tiba-tiba.
“Ada apa Bun?” tanya Lita sedikit kebingungan.
Aca menggigit bibirnya pelan. Ia bingung harus mengakuinya atau tidak. Angela hanya menahan tawanya yang hampir pecah. Dia sangat tahu apa yang akan disampaikan sang sahabat kepada adik sepupunya itu. ‘Makanya kalau punya mulut dan perut itu dijaga,’ gumam Angela dalam hati.
“Kamu janji dulu jangan marah ya?” ucap Aca memastikan. Sontak saja, Lita semakin kebingungan dibuatnya. Kenapa dirinya harus marah? Sebenarnya apa yang sudah dilakukan oleh wanita yang duduk tepat di depannya ini?
Karena sudah begitu penasaran. Lita mengangguk kecil.
Aca menarik nafas perlahan. Baru kali ini dirinya gugup mengakui sesuatu. Biasanya ia hanya akan gugup jika bersama dengan suami bucinnya itu.
“Sebenarnya…” ucapannya tertahan. Aca menatap Lita dengan intens.
“Sebenarnya apa Bun?”
“Itu, Anu…”
Angela memutar bola matanya malas. “Bundamu sudah memakan semua masakan yang ada di lemari. Tak ada lagi yang tersisa sama sekali,” potong Angela. Dirinya begitu gregetan melihat sang sahabat yang terlalu bertele-tele menurutnya.
Aca menatap Angela kesal. Lita terdiam sejenak.
Sedetik kemudian, tawa pecah dari bibir mungilnya. Angela dan Aca saling melempar pandangan satu sama lain.
“Haha. Bunda ini lucu banget sich. Lita tidak akan marah kok.” Memegangi perutnya yang sedikit sakit karena tertawa terbahak-bahak seperti sekarang ini.
Seketika, senyum lebar menghiasi wajah Aca. “Benarkah?”
“Tentu saja,” sahut Lita.
“Kamu aja yang terlalu berlebihan Ca. Litaku yang lembut ini tidak mungkin marah hanya karena hal sepele seperti itu. Dasar lebay!” ledek Angela.
“Tapi Bun, Lita boleh nggak sisain makanan ini untuk Om Daniel? Dia pasti belum makan,” pinta Lita.
“Jadi, makanan yang di lemari itu khusus untuk Daniel?” tanya keduanya serentak.
Lita manggut-manggut membenarkan.
‘Daniel beruntung mempunyai istri seperti Lita yang begitu pengertian,’ batin Aca.
‘Syukurlah. Aku yakin Lita pasti bisa membuat Daniel jatuh cinta dan move on dariku,’ batin Angela merasa lega.