Tercengang
Lita sudah sampai di rumahnya. Tepatnya, rumah hadiah dari papanya. Matanya sedikit bengkak karena tak henti-hentinya menangis.
Ia langsung merebahkan tubuhnya yang tentu saja lelah. Begitu juga dengan hatinya. Suaminya begitu tega kepadanya. Seandainya bisa, Lita tidak ingin kembali ke rumah ini. Lebih baik ia kembali ke rumah lamanya.
Di sana, dirinya tidak akan pernah menangis seperti ini. Perhatian dan kasih sayang juga ia dapatkan di sana. Sangat berbeda dengan di sini. Baginya, Daniel bukan lagi sosok Om yang baik hati seperti dulu lagi.
“Hiks,,,, Hikss.” Lita menutup wajahnya dengan sebelah lengannya.
‘Dia bahkan tidak menjemputku tadi. Dan sekarang, dirinya saja tidak muncul. Apa dia bersenang-senang dengan kekasihnya itu?’
Lita masih menangis senggugukan. Nafasnya naik turun tidak teratur. Hingga beberapa detik kemudian. Pintu kamar pun terbuka.
Terlihat sosok Daniel dengan tampang polosnya. Tidak merasa bersalah sama sekali. Lita menoleh sekilas dan langsung membuang muka. Suaminya itu sudah begitu keterlaluan kepada dirinya.
Daniel melangkah perlahan dan kini sudah duduk di tepi ranjang. Ia tahu jika Lita pasti marah sekali kepadanya. Tapi, apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur dan tidak dapat kembali seperti semula.
“Lita,” panggilnya lembut.
Tidak ada sahutan dari istrinya itu. Daniel menghela nafas panjang. “Maafkan aku atas semua yang telah terjadi. Aku tahu, kamu pasti membenciku,” ucapnya getir.
‘Sayangnya, sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa membencimu,’ gumam Lita dalam hati.
Merasa tidak akan direspon oleh istri kecilnya itu. Daniel pun mengeluarkan sebuah pil yang dibelinya di Apotek tadi. Pil pencegah kehamilan lebih tepatnya. “Minumlah. Dengan ini, kamu tidak akan hamil.”
Bukannya mengambil obat yang disodorkan oleh sang suami. Lita malah menepis tangan itu. Jadilah, obat yang tidak berdosa itu jatuh begitu saja ke lantai.
“Lita!” ucap Daniel setengah berteriak.
“Kenapa?! Om marah?!” sahut Lita begitu emosi. Gadis itu langsung bangkit dan menatap Daniel dengan pandangan membunuh.
Daniel tercengang melihat reaksi Lita saat ini. Gadis itu tak pernah berkelakuan emosian seperti sekarang ini. Yang Daniel ketahui, Lita adalah sosok lemah lembut dan tidak banyak berbicara.
“Bukan begitu. Aku hanya tidak ingin kamu hamil. Jadi, tolong diminum obatnya ya,” bujuknya.
Lita tersenyum sinis dan lagi-lagi hal itu sukses membuat Daniel terkejut. “Kenapa? Om malu punya anak dari Lita? Atau Lita ini tidak pantas melahirkan anak untuk Om?!” ujarnya.
‘Kenapa Lita bisa begini? Dirinya saat ini terasa begitu asing.’
“Tidak Lita. Ini semua demi masa depanmu juga. Kumohon, turuti aku kali ini ya.”
Lita menahan tangisnya yang hampir pecah sekuat tenaga. Dirinya tidak boleh cengeng di depan pria brengsek seperti suaminya itu. Dengan gerakan cepat, Lita langsung beranjak turun. Diambilnya obat tersebut dan langsung menelannya cepat tanpa bantuan air sama sekali.
“PUAS?!” ucapnya geram. Lita naik ke kasurnya dan langsung menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Daniel hanya diam dan mengamati sosok yang sedang marah itu. “Maafkan aku Lita.”
Ia pun langsung beranjak untuk pergi dari hadapan sang istri. Dengan perlahan, pintu kamar pun akhirnya tertutup dengan sempurna.
***
Lita kini tengah mengaduk-ngaduk makanannya dengan tatapan kosong. Sontak saja, Lisna dan Arkan saling bertatapan satu sama lain. Mereka merasa ada yang janggal dengan sosok Lita yang sudah tidak masuk selama dua hari lamanya dengan alasan sakit.
Sebenarnya, dari semalam mereka ingin menjenguk temannya itu. Tapi, Lita melarangnya dengan bilang jika dirinya sudah sembuh.
“Lita.” Lisna menepuk punggung Lita pelan.
Lita langsung tersadar dan sedikiti kaget. “Hmmm.”
“Kamu kenapa? Masih sakit?” tanya Arkan begitu khawatir.
Lita menggeleng pelan. “Tidak. Hanya tidak berselera saja,” sahutnya sambil tersenyum tipis.
Lisna menghembuskan nafas kasar. “Itu tandanya kamu masih sakit. Seharusnya tidak usah masuk saja hari ini.”
“Tidak bisa! Aku sudah ketinggalan pelajaran selama beberapa hari. Apalagi sebentar lagi akan ujian semester ganjil.”
“Aku tahu. Tapi, kesehatan juga penting. Seandainya kamu sakit seperti ini. Kamu juga tidak akan bisa mengikuti ujian. Lebih baik kamu pulang ya. Biar kami yang izinkan dan antar,” tawar Lisna.
Lisna benar-benar cemas melihat wajah Lita yang seperti mayat hidup saja. Lita tetap menggeleng pelan. “Tidak Lis. Aku baik-baik saja. Percaya kepadaku,” ucap Lita lemah. Memang ia akui jika dirinya benar-benar lemas hari ini. Mungkin efek kecapean karena harus menempuh perjalan jauh dari Jakarta ke Bandung dan begitu pula sebaliknya.
Arkan yang sedari tadi memperhatikan sedikit merasa janggal. Tak sengaja matanya melihat sekilas tanda kemerahan di leher Lita. Tanda kemerahan itu begitu banyak, hampir ada diseluruh permukaan leher gadis cantik it. Tentu saja, dirinya mulai berpikiran yang aneh-aneh.
‘Kenapa leher Lita bisa dipenuhi tanda seperti itu? Siapa yang telah melakukannya? Apa dia mempunyai pacar?’
“Lita,” panggil Arkan tiba-tiba.
“Hmm…”
“Kamu sudah punya pacar?” tanya Arkan memastikan.
Kening Lita langsung berkerut. Kenapa pertanyaan Arkan sama dengan pertanyaan Lisna tempo lalu? Apa karena tanda itu?
Kedua bola matanya terbelalak sempurna. Cepat-cepat Lita menggerai rambutnya yang dikucir kuda seperti biasa. Lita melupakan fakta tersebut.
Sebenarnya, bukan hanya lehernya saja yang memiliki tanda kemerahan. Namun, tanda tersebut ada di seluruh tubuhnya. Dan pelakunya adalah sang suami. Dengan bodohnya, dahulu ia menganggap tanda kemerahan itu adalah karena penyakit.
“Tentu saja tidak!” sahut Lita setenang mungkin.
Dirinya memang tidak berbohongkan? Ia memang tidak mempunyai pacar tapi, mempunyai suami.
‘Arkan pasti curiga karena tanda kemerahan yang ada di leher Lita. Tapi, sepertinya Lita tidak berbohong. Tanda itu semakin banyak saja dari tempo lalu. Bisa jadi itu memang sebuah penyakit,’ batin Lisna.
‘Ah. Lita tidak mungkin berbohong. Dia itu gadis baik-baik,’ batin Arkan meyakinkan dirinya yang sempat ragu.
“Sebenarnya ada apa?” tanya Lita balik. Dia pura-pura tidak tahu.
Arkan menggeleng dan tersenyum. “Ah, tidak ada apa-apa. Oh iya, biar aku suapin ya,” tawar Arkan. Dia langsung mengambil alih makanan milik Lita yang baru tersentuh sedikit.
Lita tersenyum kecil dan mengangguk. Sepertinya jika disuapi, makanan itu akan habis. Lisna hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya.
‘Pasti orang-orang akan beranggapan jika Lisna Mulan Sanjaya adalah obat nyamuk untuk dua orang menyebalkan ini,’ umpatnya kesal dalam hati.
Arkan begitu senang melihat Lita yang mulai lahap makannya. Sepertinya gadis cantik dengan rambut panjang sepunggung itu sangat menyukai dengan yang mananya makan disuapi.
“Terima kasih ya Arkan. Aku selalu saja membuat dirimu susah,” ujar Lita tak enak hati disela-sela makannya.
“Tidak apa. Seorang Arkan Kaisar Sanjaya akan selalu siap sedia menyuapi putri Lalita Andrea yang cantik jelita,” gombalnya.
Lita terkekeh geli mendengarnya. Ia kembali melahap makanan yang disodorkan oleh temannya itu.
‘Mungkin jika aku menikah denganmu. Aku pasti akan bahagia. Ternyata cinta tak menjamin kehidupan bahagia untuk seseorang. Apalagi jika cinta itu tidak bersambut alias bertepuk sebelah tangan,’ batin Lita merasa begitu sedih.