Hadiah Pernikahan
Daniel dan Lita sudah berada di sebuah hotel bintang lima di Bandung. Bagi Lita, ini adalah perjalanan jauh untuk pertama kali untuknya. Selama ini, dirinya hanya di rumah saja. Mengingat orang tuanya memang tidak pernah berpergian jauh sama sekali.
Orang tuanya memang lebih senang menghabiskan waktunya di rumah saja. Setiap sebulan sekali, biasanya dia dan keluarganya akan berpiknik di halaman belakang. Jujur, Lita sangat menyukai hal seperti itu.
‘Aku jadi kangen sama mereka. Mereka kangen nggak ya sama aku?’ Lita langsung membaringkan tubuhnya di kasur yang begitu empuk sama seperti kasur yang ada di kamarnya.
Daniel hanya geleng-geleng kepala melihat istrinya itu. Sebenarnya, Daniel ingin memesan dua kamar. Hanya saja, Lita tadi menolaknya dengan alasan hal itu akan membuang-buang uang saja.
“Aku mandi dulu ya,” pamit Daniel.
“Iya,” sahutnya.
Lita menatap langit-langit kamar. Dirinya kali ini begitu bimbang. Apakah dia akan melakukan cara seperti yang di internet tadi?
‘Apa tidak apa-apa jika aku sampai melakukan hal gila itu?’
Lita meraih sesuatu dari saku celananya. ‘Apa memang harus cara ini yang aku tempuh?’
“Cklek.”
Pintu kamar mandi terbuka menandakan jika Daniel sudah selesai dengan ritual mandinya. Dengan gerakan cepat, Lita kembali meletakkan botol itu ke tempatnya kembali dan merubah posisinya menjadi duduk.
“Aku sudah selesai. Mandilah,” titah Daniel. Ia tengah menggosok-gosok rambutnya yang basah. Sontak saja, Lita begitu gugup. Suaminya itu terlihat begitu mempesona sekali.
Daniel mengerutkan keningnya heran sebab Lita masih diam di tempatnya. “Lita?” Kakinya melangkah mendekati Lita yang masih terpesona dengannya.
“Lita?” ulangnya.
“Eh. Iya Om. Lita akan mandi.” Langsung berdiri dan mengambil handuk bekas Daniel.
“Itu, handuk bekasku,” cicitnya pelan. Namun terlambat, istri kecilnya itu sudah memasuki kamar mandi.
“Sudahlah, biar saja.” Daniel tak ambil pusing.
Lima belas menit kemudian.
Lita keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk saja. Ia merutuki kebodohannya yang begitu ceroboh. Bisa-bisanya dirinya sampai lupa tidak membawa pakaian ganti. Dan sialnya lagi, kini Daniel tengah menatapnya lekat.
Karena merasa begitu malu, Lita mempercepat langkahnya menuju koper. Tapi, tiba-tiba saja. Lita tersandung kakinya sendiri sehingga handuk yang melilit tubuhnya kali ini terlepas begitu saja.
Sontak, Daniel membelalakkan matanya. Jika dihitung, ini adalah ketiga kalinya ia melihat tubuh polos istrinya yang begitu menggoda iman.
“Tutup mata Om!” jerit Lita histeris.
Daniel langsung memejamkan matanya sesuai permintaan Lita. Dengan segera, Lita bangkit dan mengenakan handuk itu kembali. Langkahnya kini terhenti di kopernya. Dengan sedikit panik, Lita mengambil asal pakaian yang akan digunakannya itu.
“Sudah belum?”
“Belum,” ucapnya setengah berteriak.
Lita langsung memasuki kamar mandi kembali.
Hingga terdengar suara pintu yang ditutup dengan lumayan kuat. Barulah, Daniel kembali membuka kedua matanya.
Daniel mengusap-ngusap dadanya sendiri. Juju saja, dirinya begitu gugup saat ini. Bayangan tubuh indah Lita terus tergiang-giang di otak mesumnya saat ini.
“Sial!” umpatnya kesal.
Jika tahu begini, seharusnya dia menyewa dua kamar saja tadi. Dan lebih baik lagi, dirinya tidak membawa Lita sekalian.
***
“Mas, kamu sedang apa?” tanya Gisel yang langsung duduk di samping suaminya itu.
“Ini hadiah pernikahan untuk seseorang.” Mengamati kotak kecil yang dipegangnya saat ini. Kotak itu berisi cincin pasangan berinisial nama.
“Siapa yang menikah?” Gisel mengerutkan keningnya bingung. Setahunya, belakangan ini tidak ada undangan pernikahan sama sekali.
Bukannya menjawab. Anton menunjukkan cincin pasangan itu kepada istri tercinta. “Bagus kan?”
Gisel mengangguk kecil. Cincin berwarna putih itu memang terlihat sangat bagus. Terlihat simple namun mewah. “Eh, sebentar. Kenapa inisialnya ‘L’ sama ‘D’.”
Anton tertawa kecil. “Tentu saja. Cincin ini untuk Lita dan Daniel,” jelasnya enteng.
Gisel semakin tidak paham saja. “Tapi, Mas bilang. Cincin ini untuk hadiah pernikahan? Kenapa harus diserahkan kepada mereka?” Gisel memandangi wajah Anton lekat.
“Memang benar ini untuk hadiah pernikahan. Lebih tepatnya hadiah pernikahan mereka.”
“APA?!” pekik Gisel begitu kaget.
“Haha. Mas bercanda kan? Tidak lucu tau.” Gisel tertawa hambar. Lelucon suaminya itu tidak lucu sama sekali.
Bagaimana mungkin, keponakan kecilnya menikah dengan Daniel yang notabenya adalah anak tirinya yang umurnya sudah sangat matang. Hal itu terdengar begitu mustahil sekali.
“Aku tidak bercanda. Memang itu kebenarannya. Lita dan Daniel sudah menikah.”
Gisel termangu mendengar perkataan suaminya. Semua ini terasa bagaikan mimpi.
“Tidak mungkin! Bagaimana bisa? Lita itu masih terlalu mudah dan bersekolah. Sedangkan Daniel sudah terlalu tua. Sangat tidak pantas untuk Lita.”
Rahang Anton mengeras seketika. Dirinya merasa tidak terima jika sang anak dibilang sudah tua walau memang begitu kenyataannya. Apalagi dikatakan tidak pantas.
“Jaga perkataanmu itu Gisel. Bagaimanapun, Daniel itu anak kita. Dia darah dagingku!” sarkasnya.
Gisel terdiam. “Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu Mas,” ucapnya merasa bersalah. Gisel sadar jika tidak seharusnya ia berkata seperti itu.
“Sudahlah. Jangan dibahas lagi. Minggu depan kia akan ke rumah mereka.”
“Kenapa harus minggu depan. Kenapa tidak besok saja?”
“Mereka sedang pergi ke Bandung.”
“Dalam acara apa? Honeymoon?” ucap Gisel sedikit gugup. Semoga saja hal itu tidak benar. Ia benar-benar tak sanggup jika nantinya mendengar Lita mengandung. Bagaimana dengan sekolah keponakannya itu.
Anton hanya mengedikkan bahu tanda tidak tahu. Karena ia juga baru mendengarnya dari Zio tadi pagi.
‘Jika benar mereka bulan madu. Aku malah akan senang sekali. Itu tandanya sebentar lagi aku akan punya cucu lagi. Semoga saja cucuku kali ini perempuan.’
Anton hanya memiliki dua cucu saja dari Angela dan keduanya berjenis kelamin laki-laki. Cucunya itu juga sudah beranjak remaja. Hanya Daniel harapannya untuk punya anak lagi. Mengingat Angela yang sudah tidak bisa punya anak lagi karena factor usia yang hampir kepala empat. Selain itu, Angela juga memiliki rahim yang lemah.
Di tempat lain.
Angela terus tersenyum seperti orang gila. Sedari tadi, dirinya terus bernyanyi. Thomas benar-benar kebingungan melihat tingkah laku sang istri.
“Pa, Mama kenapa?” tanya Sakha si anak sulung yang langsung duduk di samping Thomas.
“Papa tidak tahu. Pulang-pulang, Mamamu sudah seperti itu,” jujurnya.
“Mungkin Mama sudah mulai tidak waras memikirkan Om Daniel yang tidak kunjung menikah,” ujar Shaka santai.
“Siapa bilang?” Angela tiba-tiba saja duduk diantara keduanya.
Sontak saja, kedua pria beda umur itu mengusap dadanya karena kaget.
“Mama itu bahagia karena ternyata Om Daniel sudah menikah,” kata Angela sambil tersenyum lebar.
Sakha langsung tertawa terbahak-bahak. “Haha, hal itu tidak mungkin. Bagaimana bisa? Om Daniel kan katanya tidak ingin menikah seumur hidupnya. Mama jangan terlalu banyak bermimpi dech.”
“Mama tidak bermimpi kok. Om kamu memang sudah menikah. Dia menikah dengan Lita,” jelasnya.
“APA?!” Ayah dan anak itu saling bertatapan saking shocknya.
Angela beranjak dari duduknya. “Mereka bahkan ke Bandung untuk liburan sekalian bulan madu mungkin.” Angela beranjak pergi meninggalkan dua pria yang tengah terdiam tak berkutik tersebut. Dirinya benar-benar bahagia sekali.
Ternyata benar, jika setiap ucapan yang dilontarkan adalah sebuah doa. Sedari dulu, Daniel memang selalu didoakan berjodoh dengan Lita. Dan semua itu sekarang terwujud.