Obat Pencegah Kehamilan
Lita menatap puas hasil masakannya. Ia bangun pagi-pagi sekali hari ini hanya untuk membuat makanan sehat khusus teruntuk suami tercintanya. Selang infus Daniel sudah ia cabut tadi pagi sesuai anjuran dokter Kaisar.
Lita memasuki kamarnya. Terlihat sosok Daniel yang tengah tertidur dengan pulasnya. Senyum mengembang di wajah cantiknya. Ia pun duduk di tepi ranjang.
Sampai kapanpun, dirinya tidak akan pernah bosan mengagumi sosok tampan tersebut. Sosok yang selalu memporak-porandakan hatinya.
“Om,” panggilnya lembut sambil mengelus-ngelus pipi Daniel.
Daniel sepertinya sedikit terusik. Perlahan, matanya mulai terbuka.
“Lita!” ucapnya setengah berteriak. Daniel langsung menjauhkan tubuhnya.
Lita mengerutkan keningnya bingung. “Ada apa Om?”
“Kamu ngapain megang pipiku kayak tadi?” ujar Daniel sedikit gugup.
“Oh itu. Lita hanya ingin membangunkan Om saja kok. Memangnya salah ya Om?” tanya Lita sambil menatap Daniel lekat.
‘Benar! Dia tidak salah. Aku yang terlalu berlebihan ternyata.’
“Ah tidak! Kamu tidak salah. Aku hanya sedikit terkejut saja,” sahutnya.
“Begitu rupanya. Lita sudah buat sarapan. Om mau makan di sini atau di bawah saja?” tawar Lita.
“Di bawah saja. Aku sudah enakan kok. Tidak sakit lagi.”
“Ya sudah kalau begitu.”
Keduanya pun beranjak dan bergegas turun ke bawah. Lita membantu Daniel untuk berjalan. Bagaimanapun, keadaan suaminya itu belum pulih sepenuhnya. Lita ingat jika tadi malam, Daniel begitu susah memakan obatnya. Padahal, dirinya rela malam-malam seorang diri pergi ke apotek hanya untuk sekedar menebus obat.
Yah, dengan kata lain. Ia lah yang memaksa Daniel untuk meminum obat melalui mulut ke mulut. Jika mengingat akan hal itu. Lita sangat malu sekali.
‘Sepertinya dia lupa dengan kejadian tadi malam. Sepertinya hanya aku yang malu dan terus kepikiran, sedangkan dia biasa saja,’ batin Lita sedikit kecewa.
‘Sampai kapan kamu menganggapku sebagai anak kecil Om? Lihatlah, aku ini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa.’ Lita memperhatikan Daniel dengan lekat.
‘Kenapa Lita terus menatapku seperti itu? Apa dirinya merasa jijik dengan perbuatannya tadi malam karena sudah memberikan obat dengan cara yang tak biasa.’
‘Mungkin saja iya. Bagaimanapun, aku ini sudah Om-om. Pasti dia jijik sekali denganku.’
Keduanya pun sudah duduk di tempat masing-masing. Lita dengan cekatan mengambilkan sarapan untuk suaminya itu. Daniel sesekali terpana melihat perbuatan Lita yang bisa dikatakan terlihat seperti istri yang sempurna.
Suasana mendadak hening. Keduanya menikmati makanan masing-masing tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka terlalu larut dengan pikirannya sendiri.
Hingga, tak berapa lama. Lita pun membuka suaranya. “Kata Om dokter, Om selama beberapa hari ini harus istirahat total. Jadi, tidak usah bekerja ya.”
Daniel menghentikan aktivitasnya dan menatap Lita lekat. “Tidak bisa. Siang ini aku akan ke Bandung.”
“Apa?!” Lita mengerjapkan matanya saking kagetnya.
“Tidak boleh! Om masih sakit!” tolaknya tegas.
Daniel menghela nafas berat. “Aku harus pergi Lita. Ada hal penting yang harus aku lakukan,” ucap Daniel menjelaskan.
“Kalau begitu, Lita ingin ikut. Lita harus memastikan keadaan Om baik-baik saja.”
‘Memang aku awalnya ingin mengajakmu. Aku tidak menyangka jika kamu sampai menawarkan diri seperti ini. Kenapa semakin lama kamu tidak terlihat seperti gadis kecilku lagi?’ batin Daniel dilema.
Yang dilihatnya sekarang adalah, Lita terlihat sebagai gadis dewasa yang melakukan peran istri dengan sangat baik.
“Jika kamu maunya begitu. Aku tidak masalah.”
Lita tersenyum senang. “Kalau begitu, aku akan izin sekolah selama beberapa hari.”
“Tidak perlu. Biar Zio yang mengurusnya. Setelah sarapan, lebih baik kamu beres-beres.”
Lita mengangguk paham. Ia pun kembali melanjutkan kegiatan makannya yang sempat tertunda begitu pun dengan Daniel.
***
“Hey Broo,” sapa Kaisar kepada sosok yang tengah menikmati makan siang itu.
“Dokter Kaisar?” ucapnya sedikit kaget.
Yang dipanggil dengan Kaisar itu langsung duduk di samping pria yang di sapa. “Tumben, kamu makan di kantin. Biasanya makan di ruangan.”
“Ah itu. Aku tidak membawa bekal. Istriku bangun kesiangan,” jujur Dicky.
Kaisar hanya manggut-manggut paham.
“Kamu mau?” tawar Dicky menyodorkan keripik kentangnya.
“Tidak usah. Aku sudah kenyang makan dengan istriku tadi,” tolaknya halus.
“Ya sudah kalau begitu.” Dicky kembali memakan keripik kentangnya.
Akhir-akhir ini, istrinya itu sering kelelahan. Mungkin, karena dirinya yang terus menggagahinya setiap malam. Entah mengapa, semakin tua ini. Gairahnya semakin kuat saja. Untungnya, kedua anaknya itu tidak ada di rumah.
Lita tinggal dengan suaminya. Sedangkan Tanza tinggal dengan Gisel kakaknya. Tanzalah yang meminta untuk tinggal dengan Gisel. Alasannya adalah, karena anaknya itu muak melihat sikap bucin orang tuanya yang tidak ingat umur.
Selain itu, Tanza lebih suka sekolah di perkampungan daripada di perkotaan. Sejujurnya, Dicky begitu sedih melihat kedua anaknya tidak lagi tinggal dengannya. Jika tahu begitu, Dicky ingin punya anak banyak.
“Dicky,” panggil Kaisar pelan.
“Hmmm,” sahutnya agak malas. Karena ia tahu jika pria itu sudah memanggil namanya dengan lembut. Pasti akan ada pertanyaan yang aneh-aneh.
“Lita masih sekolah?” tanya Kaisar hati-hati.
“Tentu saja. Dia masih kelas sebelas, sama seperti anakmu,” sahut Dicky santai.
“Dia sudah menikah kan?” tanyanya lagi.
Deg.
Dicky langsung menatap Kaisar dengan intens. “Darimana kamu tahu?” ucapnya sedikit panik.
“Ternyata hal itu benar ya,” ujar Kaisar sedikit kecewa.
“Tadi malam, Lita menyuruhku datang ke sebuah rumah yang pernah kita pilih dulu sebagai kado sweet seventeennya,” ucapannya terjeda. “Aku tidak menyangka jika dia menyuruhku untuk memeriksa suaminya yang sedang sakit.”
“Maaf. Aku tidak memberitahukanmu soal ini,” kata Dicky merasa menyesal. Bagaimanapun, Kaisar itu adalah sahabatnya. Hanya saja, memang semuanya dilakukan secara mendadak. Belum ada yang tahu sama sekali tentang pernikahan putrinya itu. Termasuk keluarganya sendiri.
“Jujur, aku sedikit kecewa dan terkejut. Terlebih, kamu tega menikahkan anakmu sendiri di usia yang begitu belia dengan seorang pria dewasa.”
“Kamu itu dokter. Seharusnya kamu tahu jika usia anakmu itu belum pantas untuk menikah. Jika sampai dia mengandung di usia yang begitu muda. Hal itu akan sangat membahayakan untuknya.”
Kaisar menatap Dicky dengan amat kecewa. Dirinya juga begitu menyayangi Lita seperti anak kandungnya sendiri. Mengingat dirinya yang hanya memiliki seorang putra semata wayang saja.
Dicky menundukkan kepalanya. Semua ucapan Kaisar tidak ada yang salah sama sekali.
“Sebaiknya, kamu harus memberikan obat pencegah kehamilan untuk anakmu. Bagaimanapun, dia masih sekolah. Jika teman-temannya sampai tahu, takutnya dia akan menjadi bahan olok-olokan. Selain itu, sekolahnya pasti akan terganggu.”
Kaisar menghembuskan nafasnya kasar. Dilihatnya Dicky yang masih setia menunduk.
“Aku pergi dulu. Aku harap kamu mendengarkan semua saranku tadi.” Ia pun melangkah pergi meninggalkan Dicky seorang diri.