Bab 5
Kaca jendela mobil diturunkan sehingga Carla melihat wajah yang familier. Wanita di dalam mobil itu tersenyum pada Carla.
"Bisakah kita bicara sebentar?"
Carla mengangguk. Lalu, dia membuka pintu mobil depan dan duduk ke dalam.
Melisa mengamati Carla dengan tatapan mata yang lembut. "Kamu ... gadis yang selama ini hidup bersama Jason, ya? Seingatku, namamu Carla, 'kan?"
Seolah-olah merasakan kegelisahan Carla, Melisa memegang Carla dengan tangannya yang putih cerah dan ramping. "Nggak perlu gelisah. Kamu bisa panggil aku Kak Melisa atau kakak ipar."
"Aku hanya pernah lihat fotomu, ternyata kamu secantik ini. Kamu pasti akan sangat cantik setelah dewasa nanti."
Carla pesimis di depan Melisa. Dia memanggil dengan suara pelan, "Kakak Ipar."
Melisa tersenyum dengan sangat puas ketika mendengar panggilan itu.
"Tugas hari ini banyak nggak?"
"Nggak banyak. Ada apa Kakak Ipar cari aku hari ini?"
Melisa berkata, "Sudah lama aku ingin makan bersamamu. Aku kebetulan lewat, jadi sekalian cari kamu. Kakakmu masih sibuk di perusahaan, baru bisa datang nanti. Ayo kita pergi pesan makanan dulu."
Carla terdiam, tidak menjawab apa-apa. Melisa jelas tahu Carla mencoba untuk bunuh diri karena pernikahannya dengan Jason. Jason pasti tidak tahu Melisa mendatangi Carla sekarang.
Apakah Melisa mencarinya saat ini untuk mengujinya?
Menguji apakah perasaannya pada Jason melampaui hubungan "persaudaraan".
Mobil menempuh perjalanan selama lebih dari setengah jam.
Mereka tiba di Restoran Harum, sebuah restoran dengan bangunan bergaya tradisional.
Melihat mereka datang, manajer restoran segera maju seraya tersenyum. "Nona Melisa, selamat datang. Ruangan yang Nona pesan sudah siap. Aku bawa Nona ke sana sekarang."
Begitu memasuki ruangan besar itu, Melisa dengan anggun duduk di kursi, sedangkan Carla duduk di sebelah Melisa.
Manajer restoran secara pribadi memberikan sebuah buku menu. Melisa menyodorkan buku menu itu pada Carla yang duduk di samping. "Carla, coba lihat mau makan apa."
Carla melihat bahwa setiap lauk di menu tersebut berharga ratusan ribu.
Tidak ada satu pun yang sanggup dimakan oleh Carla yang sekarang.
Carla mencengkeram ujung bajunya dengan gugup. "Kakak Ipar, aku bisa makan apa saja."
Merasakan kegugupan Carla, Melisa tersenyum seraya berujar, "Kalau begitu, ikuti selera kakakmu saja. Seperti kamu, dia nggak suka makanan dengan cita rasa berat."
Di Grup Cakrawala.
Carlos menerima panggilan telepon dari Restoran Harum. Ketika Jason keluar dari ruang rapat, Carlos melapor, "Pak Jason, Nona Melisa membawa Nona Carla ke Restoran Harum. Mereka baru saja telepon untuk tanya kira-kira berapa lama lagi Pak Jason akan sampai."
Jason yang jangkung, memakai jas hitam, dan mengantongi satu tangan ke dalam saku berjalan ke dalam kantor CEO. Jason mengernyit. "Siapa yang suruh dia cari Carla?"
Carlos menggelengkan kepala. "Mungkin Nona Melisa kebetulan lihat Nona Carla di tengah perjalanan."
Jason memberi perintah, "Undur agenda berikutnya, kita ke Restoran Harum."
Carlos mengangguk. "Baik, Pak Jason."
Jason telah memberi larangan pada semua orang untuk jangan mengganggu Carla.
Melisa selalu memandang Carla sebagai ancaman. Kali ini, Melisa ingin mendeklarasikan kepemilikan di depan Carla dan memberitahukan implikasinya pada Carla.
Carla dan Jason berasal dari dua dunia yang berbeda. Ada kesenjangan kekayaan dan umur di antara mereka ....
Dalam dua tahun lagi, Jason sudah berumur 30 tahun, sedangkan Carla baru berumur 18 tahun ....
Kehidupan Carla baru akan dimulai.
Carla sedang minum minuman. Melisa yang duduk di samping sangat perhatian pada Carla. Melisa memesan banyak kue yang disukai oleh gadis berumur 16 tahun.
Saat Jason tiba, sudah jam 7 malam.
Hidangan disajikan satu per satu.
Mendengar suara langkah kaki di luar, Carla tiba-tiba merasa gugup. Tangannya yang sedang mencengkeram ujung baju menjadi lebih erat.
Detik berikutnya, pintu ruangan dibuka.
Saat bertemu dengan mata setajam mata elang itu, Carla memalingkan mata karena takut.
Melisa maju ke depan pintu dan menggandeng lengan Jason. "Kenapa kamu baru datang sekarang? Sudah lama aku dan Carla menunggumu."
Ruangan itu ber-AC. Melisa dengan soleh melepas jas Jason dan menggantung jas itu ke gantungan di samping. Interaksi mereka seperti pasutri yang sudah bersama selama bertahun-tahun.
Jason memakai kemeja hitam, tetapi dua kancing dari atas terbuka sehingga menampakkan ototnya yang kuat. Postur tubuh Jason sangat kekar, tampak kurus ketika berpakaian, tetapi sebenarnya berotot. Jason cocok untuk mengenakan pakaian apa pun, bahkan mengalahkan para model pria internasional. Ditambah dengan wajah yang tampan, tidak ada wanita yang tidak terpukau oleh Jason. Apalagi ... Jason adalah CEO Grup Cakrawala dari Keluarga Wills.
Melisa yang duduk di tengah mengambilkan peralatan makan untuk Jason. "Aku tiba-tiba ajak Carla ke sini, kamu nggak marah, 'kan?"
Jason menjawab dengan suara yang rendah, "Nggak. Bagaimana hasil pemeriksaan di rumah sakit hari ini?"
Melisa tersenyum seraya berujar, "Nggak perlu khawatir, dokter bilang aku nggak apa-apa. Aku berencana ikut program kehamilan dalam waktu dekat, kamu juga harus jaga kesehatan bersamaku. Jadi, aku nggak tuangkan bir untukmu."
Program kehamilan ....
Carla yang duduk di samping tiba-tiba menumpahkan minumannya. Carla langsung beranjak dari kursi.
Melisa bergegas mengambil tisu untuk mengelap baju Carla. "Kenapa ceroboh sekali? Aku bawa kamu ke kamar mandi untuk lap dulu."
Carla buru-buru menolak, "Nggak ... nggak perlu, aku nggak apa-apa. Seragamku juga mau dicuci besok."
Melisa berkata dengan prihatin, "Kamu harus bilang kalau nggak nyaman. Pas ada baju gantiku di mobil."
Carla menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa, nggak perlu repot, Kakak Ipar."
Carla mengabaikan tatapan mata Jason yang tegas dan membara saat melihatnya.
Carla kembali duduk di kursi, memakan lauk yang diambilkan oleh Melisa tanpa bersuara. "Makan yang banyak. Kalau nggak habis, bisa dibawa pulang untuk nanti malam."
Jason tiba-tiba bertanya, "Biaya hidupmu masih cukup?"
Carla menunduk ke bawah dan mengangguk. "Masih."
Kemudian, Jason mengeluarkan selembar kartu bank dari dompet hitamnya. "Kalau ada yang mau dibeli, gesek kartu ini. Jangan makan makanan yang sudah lewat semalam, lambungmu nggak baik."
Ternyata Jason masih ingat. Saat tinggal di panti asuhan, Carla sering tidak dapat merebut makanan sehingga kelaparan dalam kebanyakan waktu. Lama-kelamaan, Carla menderita penyakit lambung.
Carla tidak bisa makan makanan yang terlalu dingin atau makanan yang sudah disimpan semalam, lambungnya bisa sakit. Suatu kali ... Carla makan telur tomat yang sudah disimpan semalam di kulkas.
Pada malam hari, Carla muntah dan berak, bahkan mengalami pendarahan di lambung.
Jason segera membawa Carla ke rumah sakit pada malam itu juga dan merawatnya sepanjang malam.
Carla buru-buru melambaikan tangan. "Kakak ... biaya hidup yang kamu berikan sebelumnya belum habis kupakai. Aku nggak bisa ambil lagi."
Melisa menyembunyikan ekspresi matanya. Sambil tersenyum, dia menjejalkan kartu bank itu ke tangan Carla. "Jason suruh kamu ambil, kamu ambil saja. Ini bentuk perhatiannya sebagai kakak. Kakakmu punya banyak uang sekarang, nggak perlu berhemat untuk dia. Kalau nggak cukup, kamu juga bisa minta dengan Kakak Ipar."
Melisa memasukkan kartu bank itu ke tas Carla. Carla tidak bisa berbuat apa-apa, seolah-olah uang itu adalah sedekah.
"Oh, ya, beberapa bulan lagi, aku dan kakakmu akan bertunangan. Ini undangannya. Nanti ... Carla harus datang, ya."