Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Undangan merah dengan tulisan berwarna emas itu menusuk mata Carla. Setelah itu, Carla makan tanpa bersuara, hanya diam saja. Carla mendengar Melisa membicarakan urusan rumah dengan Jason, beserta hal-hal yang harus disiapkan untuk pertunangan. Carla mendengarkan dengan diam di samping, tidak bisa terlibat dalam percakapan mereka. Usai makan, Melisa pergi ke toilet, Jason pun ikut. Hanya tersisa Carla di ruangan besar itu. Langit di luar jendela sudah gelap. Carla melihat jam, sudah jam delapan malam lewat. Carla bisa tidak keburu naik bus terakhir nanti. Carla menunggu selama beberapa menit, tetapi mereka tidak kunjung kembali. Carla tidak ingin menunggu lagi. Carla beranjak dari kursi, mengeluarkan kartu bank pemberian Jason dari tas dan menaruh kartu itu di depan kursi Jason. Carla menyimpan undangan merah yang tadi. Carla memikul tasnya dan berjalan keluar. Carla berpesan pada pelayan, "Kalau kakakku sudah kembali nanti, tolong beri tahu dia, aku pulang dulu." Pelayan berkata, "Nona Carla, Pak Jason dan Nona Melisa sedang berbincang di ruang sebelah. Bagaimana kalau Nona tunggu sebentar?" Carla memegang tali tasnya seraya menggelengkan kepala. "Nggak usah, aku masih harus sekolah besok." Sebenarnya, Carla sudah mengantuk. Jika terus menunggu, Carla hanya akan melihat kemesraan Jason dan Melisa. Buat apa? Carla dapat merasakan bahwa Jason jengkel karena dia mengikuti Melisa ke sana. Carla meninggalkan Restoran Harum. Setelah berjalan selama beberapa saat, Carla masih keburu untuk naik bus terakhir. Carla harus terbiasa hidup sendirian. Begitu turun dari bus, Carla melewati gang yang gelap dan naik ke sebuah perumahan usang. Lampu sensor di lorong sudah rusak. Carla terpaksa harus membuka pintu rumah di tengah kegelapan. Carla masuk ke rumah dan mengunci pintu. Sampai di kamar, Carla menaruh tasnya, lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi. Carla merendam seragam sekolahnya dalam air detergen di ember. Menjelang jam setengah sebelas malam, Carla baru menyelesaikan tugas pelajaran bahasa Indrus. Ketika mengemas buku-buku, Carla tiba-tiba menemukan sebuah buku catatan di tas yang bukan miliknya. Carla mengambil buku catatan yang masih baru itu dan membuka satu halaman, ada nama Irvan. Carla meraba nama itu. Tulisan Irvan tegak dan standar. Selain Jason, tulisan Irvan paling bagus di antara segelintir pria yang Carla kenal. Carla membuka satu halaman lagi, ada rumus matematika fisika yang dituliskan oleh Irvan untuknya. Buku itu dimasukkan ke tasnya oleh Irvan minggu lalu dan lupa dikembalikan oleh Carla. Tepat saat itu, Carla mendengar suara ketukan pintu .... Siapa yang datang malam-malam begini? Mendengar ketukan yang terus-menerus itu, Carla pergi membuka pintu dan mengintip dari lubang intip di pintu. Ternyata, itu Jason. Mengapa Jason datang? Begitu membuka pintu, Carla mencium aroma alkohol yang pekat. "Kakak ... kenapa Kakak ke sini?" "Kakak nggak boleh ke sini?" Carla mengepalkan tangannya. "Bukan begitu." Carla memberi jalan agar Jason masuk. "Sudah malam, kenapa belum tidur?" Begitu Jason masuk, Carla menutup dan mengunci pintu. Angin sepoi yang berembus membuat Carla mencium bau rokok dan alkohol pada Jason. Jason sepertinya baru pulang dari kegiatan bersosialisasi. Bau yang pekat itu bercampur dengan aura dingin khas Jason, sangat enak dicium. Akan tetapi, Carla yang berdiri di belakang Jason bahkan tidak berani melirik sosok Jason. Apakah Jason sudah minum bir? Bukankah Jason harus mengikuti program kehamilan bersama Melisa? Carla menyembunyikan ekspresi matanya, lalu mengarahkan tatapan ke tumit sepatu kulit Jason. Carla menjawab dengan suara pelan, "Aku baru selesai kerjakan tugas." Jarang sekali Carla merasa canggung ketika berduaan dengan Jason. Itu pertama kalinya. "Kakak, aku ambilkan sup penghilang mabuk." Masih ada semangkuk sup penghilang mabuk yang tersisa di dalam kulkas. Carla keluar dari dapur, tetapi tidak melihat Jason di ruang tamu. Jadi, Carla membawa sup penghilang mabuk ke kamar. Jason berdiri di depan meja Carla sambil memegang buku catatan itu. Aura Jason dingin sekali. Tidak tahu apakah karena terlalu khawatir, Carla merasa Jason sepertinya sedang marah. Jason bertanya dengan suara dingin, "Siapa Irvan Jonathan?" Suara Jason tidak tegas, tetapi Carla gemetar ketakutan. Carla menjelaskan, "Dia teman sekolahku. Aku pinjam buku catatannya. Kakak ... jangan salah paham, nggak ada apa-apa di antara kami." Melihat ekspresi Carla yang takut dan panik, ketegasan di mata Jason berkurang dan wajahnya tidak lagi masam. Jason menaruh buku catatan itu, berjalan ke depan Carla dengan lagak wali, dan menatap lurus pada Carla dengan mata setajam mata elang. "Carla ... Kakak bukannya mau menegurmu, tapi kamu masih terlalu muda sekarang." "Kakak juga sudah bilang, kamu harusnya fokus belajar sekarang, bukan membuang-buang waktu pada orang yang nggak penting. Apa kamu mengerti?" Suara Jason sangat merdu saat berbicara. Ucapannya pada Carla sangat lembut, tetapi Carla tetap tidak berani mendongak dan menatap Jason. Carla menyilangkan tangan di depan tubuh dan mengangguk. "Aku mengerti, Kakak. Aku nggak akan menambah masalah Kakak lagi." Pengungkapan cinta Irvan padanya sudah tersebar di seluruh sekolah. Guru bahkan hampir memanggil wali Carla. Orang tua Carla sudah lama tewas dalam kecelakaan. Jason adalah satu-satunya kerabat yang Carla miliki. Saat mendaftar di SMA, Carla mengisi nomor telepon Jason. Hal yang paling ditakuti Carla adalah guru menelepon walinya. Untung Irvan membelanya. Jika Jason datang ke sekolah dan mengetahui apa yang terjadi, Jason pasti tidak akan mengampuni Irvan. "Ke depannya, aku akan fokus belajar. Aku nggak akan mengecewakan Kakak." Suara Carla sangat kecil karena ketakutan. Melirik sup penghilang mabuk yang Carla pegang, Jason mengambil mangkuk itu dan meletakkan mangkuk itu ke samping. Lalu, Jason memegang tangan Carla. Tubuh Carla membeku. Carla ingin menarik tangannya, tetapi mengurungkan niat itu. Jason bertanya, "Sudah oles obat?" "Sudah." Pada akhirnya, Carla tetap menarik tangannya dari pegangan Jason. "Kakak, sudah malam. Kakak pulang saja, aku ... aku mengantuk. Aku masih harus sekolah besok." Jason menurunkan tangannya. "Masih marah pada Kakak?" Carla menggelengkan kepala. "Nggak." Jason mendekat selangkah ke arah Carla. Carla menundukkan kepala, hanya berjarak satu sentimeter dari dada Jason. Jason bertanya dengan suara tegas, "Nggak? Sejak Kakak masuk sampai sekarang, kenapa kamu nggak lihat Kakak, malah terus menghindar?" "Kamu takut karena lihat Kakak atau ... kamu sama sekali nggak ingin ketemu Kakak?" Carla tidak bisa berkata-kata.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.