Bab 13
Melisa tersenyum dengan lembut seraya merapikan selendang. Dia dengan pelan menjentik kepala gadis di depannya. "Dasar kamu! Jangan mudah percaya pada gosip orang-orang. Jason tumbuh besar bersamaku, hanya aku yang tahu bagaimana kepribadiannya."
"Sudah, barang sudah dibeli, ayo kita pulang."
Carla ingin bersikap cuek, tetapi mendengar percakapan itu dengan jelas. Di kehidupan lampau, tidak heran Jason begitu peduli pada Melisa. Ternyata ... mereka sudah kenal sejak kecil dan tumbuh besar bersama. Dia tidak akan pernah bisa menyaingi Melisa.
Mie hotpot yang panas disajikan di meja. Carla menambahkan dua sendok cabai. Ketika hendak menambahkan sendok ketiga, Irvan menahan tangan Carla. "Dua sendok sudah cukup, bisa sakit lambung kalau kebanyakan."
"Kalau begitu, kasih kamu saja."
Sebelum Carla sempat menyodorkan sendok, sendok itu sudah diambil oleh Irvan dan dimasukkan ke dalam mangkuknya. Lalu, Irvan memberikannya pada Carla.
Carla berkomentar, "Sendoknya sudah kupakai."
Irvan menjawab, "Nggak apa-apa."
Hati Carla yang murung langsung menjadi ceria. Carla menundukkan kepala sambil tersenyum. 'Irvan, kamu tak pernah berubah ....'
Di Grup Cakrawala
Ketika Melisa memasuki perusahaan membawa kotak kue, staf resepsionis langsung mengenalinya dan datang sambil tersenyum. "Nona Melisa sudah datang? Cari Pak Jason, ya? Mungkin harus tunggu beberapa menit, Pak Jason sedang rapat sekarang. Aku bantu tekan lift."
Melisa mengangguk seraya tersenyum berseri-seri. "Maaf merepotkanmu."
Staf resepsionis berujar, "Nona Melisa terlalu sungkan."
Kini, semua orang di Kota Titus tahu bahwa Melisa akan menjadi Nyonya Wills di kemudian hari dan berstatus mulia. Namun, memang tidak ada seorang pun selain Melisa yang serasi dengan Jason yang tampan dan seperti dewa.
Melisa naik lift khusus CEO ke lantai tujuan. Begitu melangkah keluar, dia Jason dengan berwibawa duduk di kursi utama dalam ruang rapat khusus petinggi yang pintunya tidak tertutup rapat. Dua kancing pada kemeja hitam Jason terbuka sehingga memberi aura kekangan yang memikat. Bentuk rahang Jason yang tirus dan jelas membuat Melisa terpukau, tidak dapat memalingkan mata.
Walau sudah belasan tahun Jason meninggalkan Kota Titus, Jason tidak pernah berubah. Seperti ketika masih kecil, Jason tetap cuek pada semua orang.
Dalam waktu setahun setengah sejak Jason kembali, Melisa masih bimbang terhadap Jason. Namun, dibandingkan dengan sebelumnya, hubungan mereka sepertinya sudah agak jauh.
Melisa agak sedih ketika teringat akan kecuekan Jason padanya dalam beberapa hari terakhir.
Carlos memperhatikan bahwa Melisa berdiri di luar sehingga dia membungkuk untuk berbisik di telinga Jason. Jason mengangguk.
Tak lama kemudian, Carlos berjalan keluar dari ruang rapat.
"Nona Melisa, mari ikut aku."
Melisa bersikap rendah hati. "Maaf aku datang mendadak dan ganggu kalian!"
Carlos berkata dengan hormat, "Nggak, Nona Melisa adalah calon nyonya perusahaan ini. Pak Jason juga sudah bilang, nggak ada yang akan melarang kalau Nona Melisa ingin datang. Tapi rapat baru berlangsung selama setengah jam, mungkin masih harus tunggu agak lama."
Melisa dibawa ke dalam kantor CEO. Carlos meminta sekretaris menuangkan segelas air hangat untuk Melisa.
Melisa duduk di sofa dan menaruh kotak kue di atas meja. Dia menunggu selama sesaat.
Sesaat kemudian, Carlos berkata, "Oh, ya, ada satu hal yang perlu Nona Melisa ingat."
Melisa tersenyum, senyumannya sangat ramah. "Pak Carlos, langsung katakan saja."
Carlos berujar, "Jangan ungkit apa pun tentang Nona Carla di depan Pak Jason."
Melisa bertanya-tanya, "Apa yang terjadi? Bukannya Jason paling peduli dengan adiknya itu? Apa mereka bertengkar?"
Carlos menjawab, "Bagaimanapun, Nona Carla nggak ada hubungan dengan Keluarga Wills. Nona, yang penting sudah kusampaikan, mohon Nona Melisa jaga tutur kata."
Melisa tersenyum. "Baik, terima kasih atas imbauan Pak Carlos."
Setelah Carlos pergi, bulu mata Melisa mengarah ke bawah sambil memegang segelas air, menyembunyikan semua perasaannya. Entah apa yang dia pikirkan pada saat ini. Setelah sekitar setengah jam, Jason baru keluar dari ruang rapat. Begitu pintu ruang rapat dibuka, Melisa mendengar suara Jason dan segera beranjak dari sofa.
"... Terkait proyek ini, segera kamu awasi lebih lanjut. Sudah harus dikerjakan akhir tahun ini."
Carlos mengangguk. "Baik, Pak Jason."
Jason mengantongi satu tangan ke dalam saku dan duduk di depan meja kantor. Auranya dingin dan terkesan sangat cuek, seolah-olah tidak ada seorang pun yang dapat mendekatinya. Jason mengambil pena, memutar tutup pena, membaca dokumen secara ringkas, menandatangani dokumen, lalu memberikannya kepada Carlos.
Ketika hanya tersisa mereka berdua di dalam kantor, Melisa perlahan berjalan ke depan sambil membawa kue. "Jason, kamu belum pernah sempat temani aku sejak kamu pulang."
Melisa berjalan ke belakang Jason dan memijat bahunya dengan pelan. Sebuah cincin berlian biru yang berharga tersemat di jari kirinya. Mata Jason berubah gelap ketika melihat barang di atas meja. "Kamu pergi ke sekolah?"
Menyadari kekesalan dalam nada bicara Jason, Melisa segera menjelaskan, "Aku lihat kue yang kamu makan waktu itu seperti kue kastanye yang dijual di mal dekat kawasan pendidikan. Hanya dia yang jual. Aku kebetulan nggak ada kesibukan hari ini, jadi aku pergi belikan untukmu. Coba makan, harusnya belum dingin. Cita rasanya bisa beda kalau sudah dingin."
Jason bertanya, "Kue kastanye apa?"
Melisa bertanya balik dengan heran, "Kamu lupa kamu makan itu bulan lalu? Jangan-jangan bukan kamu yang beli?"
Jason teringat pada sesuatu sehingga menjawab, "Jangan lakukan hal-hal yang nggak penting. Kamu nggak sibuk belakangan ini?"
Kue kastanye itu dibeli oleh Carla di kawasan pendidikan setelah mengantre lama. Namun, rasanya terlalu manis sehingga Carla tidak mau makan lagi setelah makan satu gigitan saja dan langsung memberikan kue itu kepada Jason.
Jason hanya menghabiskan kue itu karena tidak ingin mubazir.
Tangan Melisa berhenti sejenak. Senyuman acuh tak acuh tersungging di bibirnya. "Aku bisa sibuk apa dengan kondisi tubuhku begini? Aku terus minum obat herbal dalam beberapa hari ini, nggak tahu kapan baru bisa sembuh."
"Tunggu beberapa hari lagi, ganti dokter lain. Kamu harus jaga kesehatan. Ada banyak urusan di perusahaan, aku nggak bisa menemanimu."
Melisa ingin mengatakan sesuatu, tetapi setelah merenung sejenak, dia berkata dengan waswas, "Jason, Ibu bilang hari pertunangan kita sudah hampir tiba. Mereka berharap aku bisa segera pindah ke Mansion Tilsa dan tinggal bersamamu."
"Bagaimanapun, sudah belasan tahun kita nggak bertemu. Ibu berharap kita bisa membina hubungan kita. Sebenarnya ... aku juga merasa, kamu sepertinya ... jadi agak asing denganku."
Jason tidak pernah mendongak dan melirik Melisa, melainkan sibuk dengan apa yang ada di tangannya.
Tepat saat itu, ponsel Jason yang terletak di sisi meja berdering. Sepertinya dari pihak sekolah ....