Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Kejutan SemalamKejutan Semalam
Oleh: Webfic

Bab 15

Julia dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak, aku hanya merasa kalau saat itu Ibu pasti kesulitan melahirkanku. Melihat apa Ibu menyesal telah melahirkanku sebagai beban." Belva tersenyum seraya dengan lembut menggaruk hidungnya. "Kamu adalah anak perempuan yang paling Ibu sayangi. bagaimana mungkin Ibu menyesal? Ibu sangat bersyukur telah melahirkanmu. Ini adalah keputusan terbaik yang pernah Ibu buat dalam hidup. Ayo, kita lihat album foto masa kecilmu. Lihatlah, betapa lucunya kamu ... " Melihat bayi yang putih dan lembut, hati Julia tergerak. Di sisi lain. Mobil mewah hitam berhenti di depan rumah Julia. Anita menggandeng lengan Hans. "Hans, kamu nggak masuk?" "Hmm." Anita tiba-tiba memeluk pinggang Hans dan menyembunyikan kepalanya di pelukan Hans. Dia dengan suara lembut meminta, "Hans, apa kamu bisa tinggal bersamaku malam ini?" Julia sedang mengandung, maka dia juga akan hamil malam ini. Ketika dia berpikir tentang itu, dia berani mengangkat kepalanya dan mencium pria itu. Hans mengerutkan keningnya, melihat bibir merah yang memesona, tanpa ada keinginan sedikit pun. Sangat aneh, malam di hotel itu, Anita benar-benar memberinya perasaan yang indah dan menggetarkan hati. Namun, saat ini dia merasa sedikit mual. Dia menghindar dengan menyampingkan tubuhnya. Anita menggenggam jari-jarinya dengan erat, wajahnya penuh dengan kesedihan. "Hans." "Beberapa hal, lebih baik dilakukan setelah menikah." Ekspresi wajah Hans menjadi dingin. "Pulanglah." Meskipun Anita sangat tidak rela, dia tidak punya pilihan selain membuka pintu mobil dengan lambat. "Tunggu sebentar." Tiba-tiba Hans memanggilnya. Anita mengira Hans telah berubah pikiran, dengan gembira dan penuh harapan dia berbalik. "Jangan semprot parfum merek ini lagi, baunya nggak enak." Dengan tenang Hans melanjutkan ucapannya. "Parfum di hotel itu wanginya enak." Setelah sedikit terkejut, Anita mengangguk. "Baiklah. Kalau kamu suka, aku akan menggunakan yang itu saja nanti." "Hmm." Setelah dia pergi, Hans membuka jendela mobil untuk menghirup udara segar dengan rasa tidak senang. Aroma parfum terlalu menyengat hingga membuatnya sakit kepala. ... Melihat Anita masuk ke dalam rumah, Sabila bertanya, "Di mana Pak Hans? Bukannya dia pulang bersamamu? Makan malam sudah siap." "Dia pulang. Dia masih ada rapat yang harus dihadiri kantor," jawab Anita dengan murung. Sabila sangat marah, dia menekan dahinya dengan keras. "Kenapa begitu nggak berguna. Kamu bahkan nggak bisa mempertahankan seorang pria." Anita yang sudah merasa kesal langsung berteriak, "Apa kamu tahu kalau kita sedang dalam kesulitan besar dan kamu masih saja menghinaku." "Apa yang terjadi, Anita?" "Julia si jalang itu hamil. Kalau saja Hand tahu, dia akan tahu kalau aku sudah memalsukan semuanya. Bagaimana kalau dia nggak mau aku lagi nanti?" "Apa? Julia hamil?" Sabila tidak bisa percaya. "Bagaimana kamu tahu? Kamu yakin?" Anita merasa tercekik saat mengeluarkan lembaran hasil pemeriksaan dari dalam tas. Sabila meraih kertas itu dan ekspresi wajahnya makin mengerikan. "Jangan khawatir, aku akan bicara dengan ayahmu dan memutuskan. Tenanglah. Kamu tunggu saja untuk menjadi istri Hans dan masuk ke keluarga Septian." Julia tertawa dan menjadi sangat manja. "Terima kasih, Ibu. Tunggu aku menjadi Istri Hans dan masuk keluarga Septian. Aku akan membelikanmu perhiasan dan rumah besar." Sabila juga terjebak dalam mimpi indahnya. "Anak perempuan yang baik. Masa depan kekayaan dan kemuliaan ibumu bergantung padamu, Nyonya Septian." Anita tersenyum lebih bahagia. Keesokan harinya. Begitu bangun dari tidurnya, Julia mendapat telepon dari Herman. "Kamu ada di mana?" Dia menjawab dengan nada dingin, "Katakan saja apa yang mau kamu bicarakan." "Sekarang ada di perjalanan pulang. Aku ada urusan denganmu." "Nggak ada waktu. Katakan saja lewat telepon." Herman berujar, "Obat khusus yang diresepkan rumah sakit untuk ibumu masih ada di rumah. Ke sinilah dan ambil obatnya." Julia dengan nada dingin menyahut, "Hah, apa kamu benar-benar punya hati yang begitu baik?" "Anak ini bicara seperti apa sih? Cepatlah, aku menunggumu di rumah." Julia sama sekali tidak percaya padanya dan berkata, "Kamu antar saja atau kalau kamu punya waktu dua hari ke depan, aku akan ke situ untuk mengambilnya." Herman meledak marah. Dia dengan tidak sabar mendesak. "Sekarang juga, segera! Kalau nggak, aku akan segera menelepon ibumu dan memberitahunya bahwa kamu sedang hamil." Amarah memuncak di hatinya. Julia menggenggam ponselnya dengan erat. "Jangan berani-beraninya!" "Dalam satu jam, datanglah ke rumah." Begitu selesai mengatakannya, Herman menutup telepon. "Telepon dari siapa?" "Dari kantor. Bu, aku nggak sempat sarapan. Aku pergi dulu." Julia mulai mengambil tas dan segera pergi. Empat puluh menit kemudian. Dia datang ke kediaman Sianto. Melihatnya membuat ekspresi wajah Herman menjadi muram. "Nanti ikut aku ke rumah sakit. Kita singkirkan anak haram itu." "Ini urusanku sendiri. Kamu nggak perlu ikut campur." Herman memandanginya dari atas ke bawah. "Kamu adalah putriku. Bagaimana aku nggak ikut campur? Hidupmu sudah terpuruk. Sekarang kamu juga hamil anak haram, kamu masih mau mempermalukan diriku?" Tubuh Julia gemetar. "Kalau bukan karena kamu memaksaku menggantikan Anita untuk menginap di hotel dengan Wawan semalam, aku nggak akan menjadi seperti ini. Apa kamu sebagai ayah nggak bertanggung jawab? Daripada mengutukku, kamu seharusnya mengutuk dirimu sendiri. Kamu nggak berperikemanusiaan, lebih buruk dari binatang." Plak! Tamparan keras mendarat di wajah Julia. Melihat situasi tersebut, Sabila berpura-pura menengahi. "Kita bisa bicara dengan baik. Bagaimana bisa kamu memukul anakmu?" Julia benar-benar tidak suka mendengar ucapannya. "Untuk apa kamu pura-pura berlaku baik? Kamu nggak lebih baik darinya." Sangat jarang melihat Sabila tidak marah. "Ayahmu hanya mau kebaikan untukmu. Kamu baru saja menikah dengan Hans. Kalau keluarga Septian tahu kalau kamu hamil anak laki-laki lain, apa yang akan terjadi?" Julia menyeringai dengan tatapan dingin. "Jadi, itu akan memenuhi keinginanmu. Aku akan diusir dari rumah dan Hans akan menikahi putrimu." "Kamu ... " Sabila memegang dadanya dengan marah. Dan Herman benar-benar kehilangan kesabaran. "Nggak tahu diri! Jangan banyak bicara dengan dia. Tangkap dia." Julia yang panik langsung berbalik dan lari. Tindakan pengawal lebih cepat. Dengan satu langkah dia berhasil menangkap Julia, mengikat tangannya dan kakinya, menutup mulutnya dengan handuk, dan langsung melemparkannya ke kursi belakang. Herman dan Sabila juga naik ke mobil. Mobil meninggalkan pusat kota, pemandangan di luar jendela makin sepi. Akhirnya mobil berhenti di depan klinik desa. Herman dan dokter di klinik sudah saling menyapa sebelumnya sehingga tidak ada seorang pun di dalam klinik. Kemudian, Julia dibawa ke dalam sebuah ruangan kecil yang gelap.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.