Bab 5
Saat mendengar tentang kecelakaan Cintia dari asistennya, Steve berada di Amerik.
Grup Lincoln mempunyai kontrak yang sangat penting sehingga dia harus mengawasi secara langsung. Setelah kontrak ditandatangani, asisten mengatakan bahwa situasi Cintia kurang baik dan dia segera membeli tiket pesawat dan pulang.
Begitu dia turun dari pesawat, dia mendengar bahwa dia ada di kediaman Keluarga Shaw, jadi dia bergegas kemari. Steve tidak punya waktu untuk memahami apa yang terjadi.
Cinta Cintia pada Yovan hampir diketahui semua orang. Biarpun tahu dalam hubungan ini tidak mungkin ada kebahagiaan, dia tetap bertahan dengan keras kepala seperti ngengat menyerbu api.
Dia bertahan selama tiga tahun. Kalau perceraian bisa semudah itu, kegigihannya akan menjadi lelucon.
Mengungkit perceraian dengan Yovan, wajah Cintia muram.
Mata dingin Yovan masih terpatri di benaknya.
Steve memberinya segelas air hangat dan dia memegangnya.
Cintia tidak menjawab, Steve tidak mendesak, dia menunggu jawabannya dengan tenang.
Dia tahu Cintia akan mengatakannya. Itu hanya membutuhkan waktu.
"Kak Steve ...." Cintia mengerucutkan bibirnya dan menyodorkan gelas padanya. Ada terlalu banyak cerita dalam pernikahan yang saling menyiksa antara dia dan Yovan sehingga dia tidak bisa menceritakannya dalam beberapa kata dalam waktu singkat. Dia menarik napas dalam-dalam dan menarik kesimpulan, "Mungkin karena sudah bertahun-tahun, aku lelah mencintainya dan juga sudah cukup."
Dia melepaskan harga dirinya dan mencintai Yovan selama 4 tahun. Di mata Yovan, dia adalah wanita yang kejam dan licik. Kalau begitu, lebih baik diakhiri.
Memikirkan janinnya yang keguguran, mata Cintia memerah.
Dia berusaha keras selama 3 tahun pernikahannya tapi berakhir seperti ini.
Dengan berlinang air mata, dia mengusap perutnya.
Dia belum pernah merasakan anak terbentuk di sana dan anak itu sudah keguguran ....
Steve memandang Cintia yang patah hati sambil membuka mulutnya tapi tidak tahu bagaimana cara menghiburnya.
Steve diam dan menemaninya dengan tenang di bangsal.
"Cintia, ikut aku tinggal di Kota Jido saja." Steve berpikir lama dan berkata perlahan.
Dia mengeluarkan sepucuk surat dan memberikannya kepada Cintia, "Ini yang ditinggalkan Paman Harto untukmu."
Cintia mengambil amplop itu dengan linglung dan mendengarnya berkata lagi, "Paman Harto tahu kamu adalah tipe orang yang takkan menyerah sebelum menemui jalan buntu. Dia mencintaimu jadi dia berharap kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan. Beberapa tahun terakhir ini, dia mengetahui segalanya."
Cintia membuka amplop itu dengan tangan gemetar dan mengeluarkan kertas surat di dalamnya.
"Tia kesayangan Ayah, membaca surat Ayah sama seperti mendengar Ayah bicara."
"Tia, kamu sudah menderita. Ayah tahu tak mudah bagimu beberapa tahun ini. Kamu sudah berjuang untuk mempertahankan pernikahan yang gagal total."
"Kakak yang kamu selamatkan dari kematian yang berjanji kepadamu itu, entah dia mengingatmu atau nggak, Tia sudah menepati janji dan mencintainya selama bertahun-tahun juga sudah cukup. Tia sungguh luar biasa!"
"Cintamu sangat mulia, begitu mulia hingga Yovan tak pantas mendapatkannya."
"Saat ibumu sehat, dia selalu bilang dia khawatir putrinya akan menderita di masa depan dan memintaku untuk meninggalkan lebih banyak jalan alternatif untukmu dan Sovia."
"Dia selalu bilang hanya bisa melihat cahaya di matamu ketika kamu menatap Yovan. Karena kamu mengira dia adalah cahayamu, maka ikutilah cahaya ini."
"Belakangan kami tahu dialah arah dan titik akhir kebahagiaan yang kamu akui. Kalau begitu, sebagai orang tua, otomatis kami akan mendukung kamu tanpa ragu-ragu. Ini satu-satunya hal yang bisa kami lakukan sebagai orang tua."
"Tia, Ayah tak tahu berapa lama cintamu bisa menopangmu. Tubuh Ayah tak memungkinkan untuk bertahan sampai melihatmu sadar, jadi hal terakhir yang bisa Ayah lakukan untukmu adalah memberikan jalan keluar untukmu."
"Kalau kamu membaca surat ini berarti kamu sangat kecewa dan juga pernah bertemu dengan Steve. Ayah tak ingin kamu tinggal di Kota Bedo, jadi Ayah membeli properti di Kota Jido untukmu dan meninggalkan banyak uang untukmu dan Sovia, itu cukup untuk kalian hidup bahagia seumur hidup."
"Pamanmu boleh mengambil alih perusahaan itu kalau dia suka. Ayah tak mau kamu menanggung beban sebanyak itu, jadi lupakan saja materi itu."
"Ayah dan Ibu berharap kamu dan Sovia ingat bahwa kalian harus menghadapi dunia dengan gagah berani, entah saat kami masih menemani kalian atau nggak. Ayah dan Ibu akan selalu mendukung keputusan Kalian."
"Tia, kamu dan Sovia adalah cahaya yang ditinggalkan Ibu dan Ayah di dunia. Kami tak meminta kalian bersinar terang, kami hanya ingin kalian menjalani sisa hidup dengan damai dan bahagia."
"Terakhir, tolong selalu ingat, Ibu dan Ayah sayang kalian."
"Dari Harto."
Setelah membaca surat ini, mata Cintia pun dipenuhi oleh air mata.
Mengenang kembali masa lalu, betapa keras kepalanya dia?
Ketika masih remaja, ada begitu banyak pilihan, tapi dia hanya melihat Yovan dan memikirkan Yovan, dia tidak bisa menerima orang lain yang mendekatinya.
Belakangan, dia hanya menginginkan Yovan.
Orang tuanya berusaha menghentikannya dengan berbagai cara sejak awal, tapi tidak berhasil, kemudian mereka memberikan dukungan penuh.
Setiap langkah yang diambilnya adalah jalan yang dirintis oleh orang tuanya.
Kalau dia bisa kembali ke malam 15 tahun yang lalu itu, Cintia merasa dia tidak mungkin menyelamatkan Yovan.
Kalau dia tidak menyelamatkan Yovan saat itu, hidupnya tidak akan begitu tragis.
Dia juga tidak akan bernasib seperti ini hanya karena janji Yovan.
Tapi, sekarang masalahnya sudah seperti ini, tidak ada gunanya dia menyesal.
Steve berbicara di saat yang tepat, "Paman Harto datang ke Kota Jido sebelum meninggal. Di satu sisi, dia membeli rumah untukmu dan Sovia, di sisi lain, dia berpesan beberapa hal kepadaku dan juga menitipkan surat ini untukmu. Sekarang aku sudah melakukan semuanya."
Dia mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Cintia, "Cintia, sudah waktunya kamu tumbuh dewasa. Kamu nggak boleh seperti itu seumur hidup. Paman Harto ingin kamu dan Sovia bahagia. Dengarkan Paman Harto sekali saja dan hiduplah untuk dirimu. Aku akan selalu berada di sisimu. Aku akan membantumu sampai kamu bisa menerima dunia sepenuhnya." Kemudian, dia menambahkan dalam hati, 'Sampai kamu bisa mandiri dan tak membutuhkanku lagi.'
Cintia menunduk dan melihat tulisan tangan ayahnya.
Mungkin akhir terbaik untuk kisahnya dan Yovan adalah dia merantau ke kota lain dan keduanya tidak pernah berinteraksi lagi satu sama lain sampai meninggal.
Sesaat kemudian, Cintia berpikir jernih.
"Baiklah, Kak Steve, aku akan ikut kamu tinggal di Kota Jido. Aku tak akan kembali lagi ke sini."
Dia menutup matanya, segala macam orang dan kejadian yang terjadi terlintas di depan matanya.
Saatnya mengucapkan selamat tinggal pada segala sesuatu di Kota Bedo.
Akhir cerita seperti ini tidak terlalu buruk.
Terlepas dari apakah Steve datang hari ini atau tidak, dia sudah memutuskan untuk pergi dari sini setelah sembuh.
Dia akan pergi ke Floren untuk mencari Sovia atau mencari tempat yang tenang dan jalani kehidupan yang damai.
Terakhir, dia ingin bertemu dengan pria yang dicintainya selama 15 tahun itu untuk terakhir kalinya sebelum pergi, sebagai akhir dari cerita ini. Dia akan mengucapkan "selamat tinggal" pada cinta itu dan mengakhiri sendiri cinta yang tidak akan pernah sempurna dalam hidupnya.
Cintia dirawat di rumah sakit selama setengah bulan sebelum dipulangkan.
Saat itu turun hujan lebat di Kota Bedo dan jalur penghijauan di kedua sisi kota tertutup genangan air.
Genangan air ada di sepanjang jalan dengan cemara di kedua sisi jalan.
Cintia membungkus dirinya dengan syal dan berjalan sendirian di tengah hujan.
Sosoknya kurus dan menyedihkan.
Ponselnya berdering saat ini, itu panggilan telepon dari pamannya, Hasan Wright.