Bab 96
"Erm …" Hendra yang tadinya mengernyit, kini kembali normal. Dia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengaktifkan mode speaker. "Pak Yudha, itu … apa Anda mendengarnya?"
"Hm." Suara Yudha terdengar ceria di ujung telepon. "Nggak perlu nyanyi atau menari. Orang yang tubuhnya kaku menari seperti pohon yang tertiup angin, nggak ada indahnya sama sekali."
Aku menggerutu dalam hati, 'Yudha, kamu memang suka nyindir orang. Kamu tahu cara menusuk titik lemah orang lain, mulutmu seperti diolesi racun.'
"Asalkan jangan datang dengan rambut yang berantakan dan penampilan yang nggak terawat."
Terdengar nada sibuk di ujung telepon. Aku menggertakkan gigi sembari melihat ke arah biang keladinya. "Hendra!"
Hendra melepas earphone bluetooth dari telinganya dan mundur beberapa langkah. "Khaira, ini bukan salahku. Aku sudah memberi isyarat dengan jelas, tapi kamu yang nggak melihatnya!"
Keesokan paginya, tepat pukul tujuh, aku muncul di bandara Kota Ambarawa dengan semangat untuk menyambut atasan yang

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda