Bab 7
Tangan Chelan mencengkeram erat cangkirnya hingga ujung jarinya memutih.
Chelan berucap, "Wilona, kasih aku satu kesempatan lagi."
Tatapannya penuh harap. Matanya menyala seperti api yang bisa mengusir dingin.
Pemandangan itu mengingatkanku pada masa SMA, ketika dia duduk di belakangku dan menusuk pundakku menggunakan pulpen dengan lembut. Kala itu, Chelan bertanya pelan, "Aku mau pacaran sama kamu. Boleh, nggak?"
Di tengah keramaian suara orang menghafal pelajaran, Chelan terlihat begitu tulus. Tanpa sadar aku mengiakannya.
Melalui uap dari cangkir kopi, aku berujar dengan tenang, "Kamu tahu betapa aku pernah menantikan masa depan kita, tapi saat kamu terus menempatkanku sebagai pilihan kedua, apa yang sebenarnya ada di pikiranmu?"
"Wilona, kamu tahu Natalia punya masalah mental. Aku adalah satu-satunya keluarga yang dia punya," jawab Chelan.
Chelan bertanya dengan ekspresi pasrah, "Apa kamu nggak bisa memahami posisiku?"
Bahkan sekarang, dia masih berharap aku mengerti keadaannya. Se
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda