Bab 49
Albert tersenyum malu dengan telinga yang memerah.
Aku jadi bertanya-tanya, apa pemuda satu ini memang suka dipuji?
Habis dipuji seperti itu saja sudah membuat telinganya semerah ini.
Wah, gawat. Jika pujian sesederhana ini saja sudah membuat Albert besar kepala, bagaimana jika dia dipuji habis-habisan di tempat kerja yang sebenarnya? Bisa-bisa dia nanti dimanfaatkan habis-habisan.
Aku pun memanggil pelayan untuk membayar, tetapi Albert bersikeras ingin mentraktir.
Saat kami sedang berdebat, si pelayan mengatakan bahwa tagihan sudah dibayarkan.
Ternyata yang membayarnya adalah Chelan yang baru saja pergi.
Saat berjalan ke luar restoran, aku langsung melihat Chelan yang sedang bersandar di samping pintu mobil sambil menelepon.
Dia berdiri di bawah lampu jalan yang redup. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku jaketnya yang tidak diresleting dan bergoyang tertiup angin. Dedaunan kering yang jatuh dari pohon berputar-putar di atas aspal.
Ternyata dia masih di sini.
Albert pun berpamitan
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda