Bab 13 Sang Diva Ingin Satu Tim dengan Ivana!
Dari mobil yang baru tiba turun seorang idola papan atas yang bahkan lebih terkenal dari Finley. Dia adalah Christo Nelson. Usianya tiga tahun lebih tua dari Finley, mereka debut di waktu yang hampir bersamaan.
Meskipun awalnya dia juga dikenal sebagai penyanyi yang mengandalkan vokal dan tarian, Christo kemudian sukses beralih ke dunia akting. Meski belum pernah memenangkan penghargaan besar, setiap drama yang dia bintangi selalu meledak di pasaran.
Christo memiliki aura yang kuat, memiliki temperamen dingin serta penuh percaya diri. Gayanya pun cenderung arogan. Oleh karena itu, beredar rumor bahwa dia adalah anak dari keluarga konglomerat, pernah berkuliah di universitas ternama di luar negeri, serta bisa kembali ke rumah untuk mewarisi kekayaan keluarganya kapan saja dia mau.
Mengenai rumor itu, Christo tidak pernah mengonfirmasinya. Setiap kali ditanya, dia hanya tersenyum, tidak mengatakan apa-apa.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan Finley, yang sejak awal memang menggunakan status anak keluarga kaya sebagai bagian dari strategi promosinya.
Begitu Christo turun dari mobil, semua orang segera menyapanya serta memperkenalkan diri.
Namun, berbeda dari sambutan biasa yang hanya berupa lambaian tangan atau jabat tangan singkat, William dengan hormat membungkuk serta menjabat tangan Christo dengan penuh kesungguhan.
Saat mereka sedang berbincang, mobil kelima pun tiba.
Seorang wanita cantik dengan penampilan seksi turun dari mobil.
Wanita cantik itu adalah seorang penyanyi terkenal yang memiliki tubuh indah dengan lekuk menggoda. Dia mengenakan gaun ketat yang menonjolkan bentuk tubuhnya, memiliki rambut pirang bergelombang, serta kulit sawo matang yang sehat. Usianya dua tahun lebih tua dari Christo, serta telah memenangkan beberapa penghargaan di dunia musik. Di dunia hiburan, statusnya bisa dibilang cukup tinggi.
"Halo semuanya! Aku Amanda Maison." Wanita cantik itu tersenyum ramah sambil melambaikan tangan.
"Halo, Senior! Halo, Bu Amanda!" Semua orang segera menyapanya dengan sopan.
"Nanti kita akan dibagi dalam beberapa kelompok, 'kan? Kalau begitu, aku ingin satu tim dengan Ivana," ucap Amanda tanpa basa-basi. Dia langsung berjalan mendekati Ivana, lalu menggandeng lengannya.
Ivana tampak bingung.
Sebenarnya, setelah meneliti tentang beberapa peserta lainnya, Amanda merasa hanya Ivana yang bisa diandalkan untuk bekerja sama. Yang lainnya tampak seperti orang kota manja yang tidak pernah melakukan pekerjaan rumah.
Jadi, tentu saja Amanda harus segera mendapatkan Ivana sebagai rekan timnya.
Tepat pada saat itu, mobil terakhir pun tiba.
Dari dalam mobil keluar sepasang suami istri paruh baya.
Sang suami, Ryan Dickson, adalah seorang aktor senior yang kini juga menjadi sutradara. Dia memiliki karakter serius serta berwibawa. Sementara itu, sang istri, Wendy Williams, adalah dosen di sebuah universitas musik ternama. Penampilannya anggun serta lembut. Dia piawai dalam memainkan berbagai alat musik klasik, bahkan kadang tampil dalam acara resmi.
Keduanya jelas merupakan tokoh besar di dunia seni.
Semua orang segera menyapa. Ada yang memanggil mereka dengan sebutan senior, ada juga yang memanggil dengan sebutan guru.
"Baiklah, karena semua orang sudah hadir, mari kita bersiap menuju tempat tujuan kita di Desa Winsor!" ujar Erin, sang sutradara, dengan senyum ramah.
"Bisakah mobil sebesar ini masuk ke sana? Apa kita perlu menggantinya dengan mobil yang lebih kecil?" tanya Amanda sambil menoleh ke sekeliling.
Peserta lain juga ikut menoleh, ingin tahu kendaraan seperti apa yang disediakan oleh tim produksi.
Namun, ternyata hanya ada sebuah mobil van biasa.
"Jangan mencari-cari lagi, mobil kecil juga nggak akan bisa masuk ke sana," kata Erin sambil tersenyum.
"Lalu, bagaimana kita bisa sampai ke sana? Apa mungkin kita akan berjalan kaki?" Christo merasa ada trik licik yang tersembunyi di balik senyum sang sutradara.
"Benar sekali! Kita akan jalan kaki ke sana!" jawab Erin dengan nada riang.
Semua orang terdiam sejenak, lalu langsung mengeluh bersamaan.
Terutama tiga peserta wanita yang memakai sepatu hak tinggi.
Baru pada saat inilah mereka sadar bahwa satu-satunya peserta wanita yang memakai sepatu olahraga adalah Ivana.
Selain itu, bukan hanya sepatunya, Ivana juga memakai pakaian olahraga. Dia jelas berbeda dari tiga wanita lainnya yang tampil memukau dengan gaun cantik.
Olivia mengenakan gaun putih anggun yang panjangnya mencapai mata kaki. Amanda memakai gaun pendek ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Sementara itu, Wendy mengenakan gaun elegan selutut dengan kesan klasik serta berbudaya.
"Pak Erin, apa nggak ada cara lain?" Amanda menolak untuk menyerah. "Kalau harus berjalan sejauh itu, kakiku bisa patah!"
Peserta lain ikut mengeluh satu per satu. Ivana juga ikut sedikit mengeluh.
Meskipun berjalan kaki di gunung itu bukan masalah sama sekali bagi Ivana, dia tidak bisa terlalu menonjolkan diri. Jika tidak, dia akan dianggap beda sendiri, tidak cocok dengan kelompok ini.