Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Victoria merasa pria ini tidak akan percaya begitu saja. Dia berkata, "Situasi seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Mungkin ada orang yang ingin mencelakaiku, tapi dia nggak menyangka kalau aku akan memberikan minuman itu ke kamu." Julian juga memikirkan hal ini sebelumnya. Victoria tidak berkata apa-apa lagi. Dia membuka pintu untuk pergi. "Tunggu sebentar." Julian mengambil mantel berbulu domba buatan tangan yang tadi dilepasnya dari sofa, lalu memberikannya padanya. "Pakai ini sebelum keluar." Tadi dia tidak menahan diri, jadi ada banyak tanda ciuman di tubuh Victoria sekarang. Kalau dia keluar seperti ini, pasti akan mengundang banyak gosip negatif. Victoria tidak mengambilnya. "Nggak perlu. Kalau orang lain melihatku pakai mantel Pak Julian, rumor tentang hubungan dekat kita akan makin menjadi-jadi." Mendengar Victoria membalasnya dengan tegas, Julian tidak marah dan hanya berkata, "Aku nggak tidur sama wanita secara cuma-cuma. Kalau tantemu punya permintaan, suruh dia bicara langsung denganku." Victoria berkata dengan sinis, "Makasih sudah membuatku merasa berharga, Pak Julian." Dia juga tidak ragu-ragu lagi, mengambil mantelnya dan mengenakannya sebelum pergi. Julian yang sendirian di ruang istirahat tiba-tiba merasa kesal. Dia menelepon Bryan, "Cari tahu siapa yang masukkin sesuatu ke minuman Victoria di tempat acara dan dapur hari ini." Setelah Agatha menyuruh Victoria untuk menemui Julian, dia sendiri mengambil gelas anggur dan pergi ke kumpulan ibu-ibu sosialita kaya. "Aku pikir, Pak Julian nggak akan bisa melupakan mantan pacarnya, tapi keponakanmu justru bisa mengambil hatinya." Meski terdengar seperti pujian, tetapi sebenarnya itu untuk merendahkan Agatha. Agatha bertanya, "Mantan pacar apaan?" "Kamu nggak tahu? Aduh, kalau bicara tentang mantan pacarnya, mereka berdua dulu terkenal di kalangan kita. Mantan pacarnya itu nggak berasal dari latar belakang yang bagus. Dia sama sekali nggak punya sikap anggun seorang wanita bangsawan, tapi dia tetap berhasil memikat hati Julian. Julian bahkan memberi pelajaran ke semua orang yang berani merendahkan pacarnya. Dia sangat melindunginya dan bahkan memanjakannya seperti permata." Agatha tidak terlalu percaya. "Siapa dia sampai bisa membuat pewaris keluarga Wayne begitu tergila-gila ... " "Julian pernah bilang secara terang-terangan kalau dia itu cahaya di dalam masa gelapnya. Sangat mendalam, bukan? Tapi setelah itu ada masalah di antara mereka dan akhirnya mereka putus. Katanya yang mutusinnya itu si pacarnya dan Julian nggak bisa melupakannya untuk waktu yang lama." Orang lain berkata, "Ya, hubungan mereka selalu rumit, jadi nggak mungkin berakhir begitu saja. Bu Agatha, kamu harus mengingatkan keponakanmu buat waspada. Kalau wanita itu kembali, mungkin Julian akan tergoda lagi." "Katanya, wanita itu akan segera kembali ke Eclanta, 'kan?" Mereka semua bergosip. Namun, Agatha merasa kalau mereka terlalu berlebihan. Semua itu sudah menjadi masa lalu. Berapa banyak pria yang benar-benar menjadi bodoh karena seorang wanita? Tiba-tiba suara perdebatan mereka terhenti. Victoria berjalan mendekat dengan anggun dan menawan. Para ibu-ibu sosialita kaya itu tidak bisa memalingkan mata mereka dari Victoria. Agatha merasa bangga. Sehebat apa pun wanita lain, apa ada yang bisa selegendaris Victoria? Victoria yang dia besarkan dan latih ini adalah wanita tercantik di seluruh Kota Santigo. Victoria mendekat dan menyapa semua orang. Setelah mengenali mantel yang dikenakan oleh Victoria, ekspresi semua orang terlihat agak terkejut. Ini adalah mantel yang tadi pagi dipakai oleh Julian. Kalau mereka terus menebak, itu akan mengarah ke sesuatu yang intim. Awalnya, mereka hanya menunggu dan mengamati, tetapi sekarang, suasananya berubah. Mereka langsung menyambut Victoria dengan ramah dan mengajaknya duduk. Victoria sudah terbiasa menghadiri acara seperti ini bersama Agatha sejak kecil dan terbiasa berurusan dengan ibu-ibu sosialita kaya. Dia sangat terampil dalam menghadapi situasi seperti ini. Dalam perjalanan pulang, akhirnya Victoria menyampaikan kata-kata Julian kepada tantenya, Agatha, "Pak Julian bilang kalau Tante punya permintaan, Tante bisa langsung menghubunginya dan membuat janji untuk bertemu dengannya. Tapi Tante, jangan pakai namanya lagi sembarangan, dia nggak menyukainya." "Oke, oke. Kamu memang bisa diandalkan. Julian langsung setuju begitu bertemu denganmu." Agatha berkata dengan riang, "Banyak wanita di Kota Santigo berlomba-lomba untuk mendekati keluarga Wayne. Kamu harus inisiatif dikit. Kalau kamu bisa mendapatkan hatinya, itu yang terbaik. Kalau nggak, seenggaknya kamu bisa dapat koneksi dan sumber daya." Victoria merasa tidak nyaman, tetapi dia sudah terbiasa dengan sikap tantenya yang seperti ini. Dia hanya menjawab dengan asal dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Tidak lama kemudian, Agatha mengatur pertemuan makan malam dengan Julian. Agatha juga sengaja membawa Victoria untuk memastikan negosiasinya berjalan lancar. Makan makan kali ini diadakan di restoran mewah tradisional. Agatha dan Victoria tiba lebih awal dan memesan beberapa jenis anggur merah yang mahal dan meminta pelayan untuk membuka botol anggur terlebih dulu. Setelah menunggu selama setengah jam, Julian masih belum datang juga. Victoria melihat jam, lalu berkata kepada tantenya kalau dia mau ke toilet. Hari ini dia mengenakan rok pendek hitam yang dipadukan dengan kemeja V-neck warna krem berbahan sutra yang berkilau lembut. Pakaiannya tampak dewasa dan profesional, sangat cocok untuk acara hari ini, tetapi tetap terlihat seksi. Begitu dia keluar dari toilet, dia langsung bertemu dengan Julian yang baru datang dengan asistennya. Dia terlambat selama 40 menit. Ini menunjukkan betapa sombongnya dia. Saat melihat Victoria, tubuhnya yang tinggi dan tegap juga langsung terhenti sejenak. Dia berjalan ke arah Victoria dengan tatapan setajam pisau, mengamati Victoria dari atas sampai ke bawah. Victoria tersenyum dengan sopan. "Pak Julian sudah datang, silakan masuk, tanteku sudah menunggu di dalam." Julian mengangguk dengan tatapan yang penuh arti. Selama makan malam, Agatha yang paling banyak mengobrol dengan Julian, sementara Victoria duduk diam di samping. Sepertinya Julian sedang dalam suasana hati yang baik hari ini. Dia tidak terlalu menyulitkan Agatha dan sikapnya juga sangat ramah. Ini membuat Victoria merasa lega. Saat hampir selesai, Victoria berpura-pura pergi ke toilet lagi. Begitu keluar dari ruangan, dia langsung menuju meja kasir untuk membayar. Saat kembali ke ruangan, Agatha sudah pergi. Julian duduk sendirian di depan meja bundar, satu tangannya menopang keningnya, dan matanya terpejam. Dia tampak agak mabuk setelah menemani Agatha minum anggur hari ini. Setelah mendengar suara, Julian membuka matanya. "Tantemu sudah pulang duluan. Dia menyuruhmu untuk mengantarku pulang." Tantenya ini memang sudah terbiasa memerintahnya. Selain itu, asisten yang tadi datang bersama dengan Julian juga menghilang. Victoria menerima nasibnya. "Mari, Pak Julian." Julian agak terkejut saat melihat sikap dingin Victoria. Wanita ini mungkin masih menyimpan dendam atas apa yang dikatakannya di acara di Teluk Gilneas sebelumnya. "Pak Julian?" Victoria memanggilnya lagi karena dia tidak merespons. Julian berdiri. Tubuhnya yang tinggi dan besar terhuyung lalu jatuh ke arah Victoria. Victoria langsung menopangnya. Saat itu dia baru menyadari kalau Julian sangat mabuk sampai tidak bisa berdiri dengan tegap. Mereka sangat dekat sampai Victoria bisa mencium bau alkohol yang kuat dari tubuhnya yang bercampur dengan aroma kayu cemara yang segar. Aromanya ini sangat mencerminkan kepribadiannya yang dalam dan tegas. Victoria memapahnya dengan susah payah sampai ke tempat parkir. Saat menempatkannya di kursi penumpang depan dan memakaikan sabuk pengaman untuknya, rambut Victoria terjebak di kancing jasnya. Dia terlihat bingung dan mencoba melepaskan rambutnya. Pria yang awalnya terpejam itu mendecap kesal, lalu membuka matanya dan berkata dengan tidak puas, "Apa kamu selalu bersikap ceroboh kayak gini waktu menemani acara makan malam?" Victoria meliriknya dengan kesal, "Aku belum pernah mengantar orang pulang setelah makan malam." Ini adalah pertama kalinya dia menjadi sopir. Julian terdiam dan tidak bicara lagi. Sementara Victoria masih sibuk melepaskan rambutnya, tiba-tiba Julian meraih kepala Victoria dan mengomel dengan lembut, "Jangan bergerak sembarangan." Sambil berbicara, tangannya yang besar meraih rambut Victoria untuk membantu melepaskan rambutnya. Victoria terdiam sejenak sebelum akhirnya menyadari apa yang dia katakan. Tadi dia terlalu fokus untuk melepaskan rambutnya sehingga tidak menyadari kalau dia terus bergesekan dengan paha Julian ... Victoria merasa sangat malu dan wajahnya memerah. Langit saksinya, dia benar-benar tidak bermaksud begitu. Setelah Julian melepaskan rambutnya, dia langsung melarikan diri dan duduk di kursi pengemudi. "Ke Vila Atlanta." Setelah Julian mengatakan ini, dia memejamkan matanya.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.