Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Adelia pulang dengan tubuh yang lelah. Jarvis telah sampai di rumah terlebih dahulu dan duduk di sofa ruang tamu. Setelah melihat Adelia pulang, dia memanggilnya. "Sebentar!" "Kenapa kamu bekerja di tempat seperti itu? Aku sudah memberimu uang?" Adelia bersandar di pintu sambil mengganti sepatu dan menjawab dengan datar. "Aku bosan di rumah. Nggak ada kerjaan, jadi mau coba pengalaman baru." Kekesalan pada wajah Jarvis mereda, tetapi suaranya masih terdengar dingin. "Mulai sekarang jangan ke sana lagi." Adelia memang tidak perlu pergi lagi. Dia mengangguk dua kali dan menaiki tangga dengan kepala tertunduk. Beberapa hari setelahnya, Jarvis hampir tidak pernah pulang. Malahan Elina mengirimi banyak foto setiap hari. Cincin, foto-foto gaun pengantin, tempat pernikahan, dan buket bunga. Semuanya mencerminkan kebahagiaan dan kegembiraan pernikahan. Adelia tidak membalas, dia sibuk mengemas barang-barangnya. Pada pagi tiga hari sebelum keberangkatannya, Adelia bertemu dengan Jarvis yang hendak pergi di ujung tangga dan memanggilnya. "Paman, tiga hari lagi bisakah meluangkan waktu satu jam untuk merayakan ulang tahunku?" Jarvis telah merawatnya selama bertahun-tahun, jadi Adelia ingin berpisah dengan sepatutnya. Namun, menurut Jarvis permintaannya seperti tantangan. Karena selama beberapa tahun terakhir, Adelia selalu mengucapkan ungkapan cinta yang tidak pantas setiap ulang tahunnya. Tanpa pikir panjang, Jarvis langsung menolak. "Aku sudah bilang berapa kali, jangan mengajukan permintaan seperti itu lagi!" Melihat Jarvis marah, Adelia buru-buru menjelaskan. "Kali ini aku nggak bakal melakukan hal yang membuat Paman benci. Aku juga nggak berniat mengungkapkan perasaan kayak sebelumnya. Aku cuma pengin …" Mengucapkan selamat tinggal sepatutnya. Jarak di antara mereka perkataan terakhirnya hampir tidak terdengar. Jarvis tidak mendengar sepatah kata pun. Mendengar alasan yang wajar dari Adelia, Jarvis merasa lega dan mengangguk. Pada hari ulang tahun, Adelia menunggu Jarvis dari pagi sampai malam, tetapi Jarvis masih belum pulang. Mengingat waktu keberangkatan makin dekat, dia akhirnya mengambil ponselnya dan menelepon Jarvis. Setelah berdering selama sepuluh detik, terdengar suara Elina di ujung telepon. "Halo, Jarvis sedang mandi, jadi nggak bisa terima telepon." Suara Elina terdengar ambigu, membuat jantung Adelia berdetak kencang. Adelia melihat jam tangannya dan suaranya terdengar mendesak. "Berapa lama lagi dia selesai? Aku bisa menunggu dia selesai." Suara sinis terdengar dari ujung telepon. "Adelia, ngapain kamu maksa gini? Dia sedang mandi, lo." "Jujur aja, kami sedang di hotel. Kamu sudah dewasa seharusnya tahu apa yang kami lakukan setelah mandi, 'kan? Apa kamu mau melihat semuanya? Hei, dia adalah pamanmu. Ya sudah kalau kamu memang menyukainya, tapi dia bakal menikah dan kamu belum pindah. Setiap hari terus mengganggunya, apa kamu nggak tahu malu?" Penghinaan itu menusuk jantung Adelia bagai jarum. Dia menggigit bibir kuat-kuat, menahan air matanya agar tidak menetes. Setelah meluapkan emosinya, Elina langsung menutup teleponnya. Melihat tulisan "panggilan telah berakhir" pada layar ponsel, Adelia meletakkan ponselnya dengan putus asa. Entah sudah berapa lama Adelia terdiam, sebelum akhirnya dia mengambil lilin dari kotak. Krim di atas kue agak meleleh karena suhu ruangan dan angka 21 posisinya miring. Setelah menyalakan lilin, Adelia membungkuk dan berdoa dalam hati. Harapan ulang tahun Adelia yang ke-21 bukan lagi selalu bersama dengan pamannya. Dia berharap pamannya panjang umur, selalu diberikan keselamatan meski tanpa kehadirannya. Setelah itu, Adelia meniup lilin. Akhirnya dia telah membersihkan semua jejak keberadaannya dan hanya meninggalkan tiga barang di rumah yang telah ditinggali selama lebih dari sepuluh tahun. Sebuah kartu ATM berisi saldo 200 miliar untuk membalas semua kebaikan dari Jarvis. Sebuah hadiah pernikahan, mendoakannya supaya dia bahagia bersama orang yang dicintainya hingga tua. Ucapan selamat tinggal terakhir. "Paman, aku pergi. Semoga bahagia." Setelah menulis Adelia mendorong kopernya dan memandangi rumah untuk terakhir kali. Kemudian, dia pergi tanpa menoleh.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.