Bab 7
Panggilan pertama tidak dijawab.
Panggilan kedua masih tidak dijawab.
Adelia terus menelepon sampai sembilan kali, sebelum akhirnya tersambung.
Adelia mendadak teringat masa SMA saat mendengar napas Jarvis yang tenang. Sewaktu difitnah plagiarisme dan diisolasi, dia juga meneleponnya berulang kali seperti ini.
Dahulu Jarvis hanya mengatakan singkat. "Jangan takut, paman di sini."
Namun, sekarang Adelia bertanya dengan gemetar, "Apa Paman yang memberikan sketsaku padanya?"
Jarvis tanpa keraguan langsung mengakuinya.
"Benar, aku pelakunya."
Terdengar kekagetan di ujung telepon.
"Kenapa Paman melakukannya?"
Setelah terdiam sejenak, Jarvis akhirnya menjawab.
"Lukisan itu nggak seharusnya muncul di hadapan publik. Apa lagi, atas namamu. Apa kamu nggak tahu?"
Ternyata Jarvis masih takut ketahuan.
Jarvis masih khawatir bahwa Adelia masih memiliki perasaan yang tidak sepatutnya padanya.
Adelia menyunggingkan senyum getir dan memejamkan matanya yang merah.
"Tapi bukan aku yang plagiarisme, melainkan Elina! Kalau Paman memberikan sketsaku padanya, aku nggak bisa membersihkan tuduhan plagiarisme! Karierku tamat!"
"Elina cuma pengin tenar sesaat, dia nggak bermaksud gitu. Apa salahnya tutup mata sekali aja? Aku memintamu belajar melukis cuma buat mencari hobi guna mengalihkan perhatianmu, nggak usah terlalu serius. Lagian, aku bakal membiayaimu seumur hidup, kamu nggak perlu khawatir sama masa depan."
Setelah mengatakannya, Jarvis langsung menutup telepon.
Tatapan Adelia masih tertuju pada cermin di depannya.
Melihat wajahnya yang bengkak dan matanya yang merah karena menangis, dia merasa tidak bisa mengenali diri.
Apa ini masih dirinya?
Dia juga tidak mengenal Jarvis lagi.
Apakah saat dunia meninggalkannya, pamannya juga akan meninggalkannya?
Dia tidak tahu lagi.
Setelah pameran lukisannya gagal, Adelia makin yakin untuk mengembalikan semua pemberian Jarvis.
Beberapa teman di sekitarnya memperkenalkan pekerjaan paruh waktu yang bisa menghasilkan uang banyak, seperti menjadi pramugolf di lapangan golf, pelayan di pertemuan elite, dan sebagainya.
Demi mengumpulkan uang secepat mungkin, Adelia tidak memilih-milih pekerjaan asal bisa menghasilkan uang. Setiap hari dia pergi dan pulang larut sampai jarang di rumah.
Seminggu sebelum berangkat ke luar negeri, Adelia akhirnya mengumpulkan beberapa miliar yang tersisa.
Dia berganti dengan pakaian pelayan, lalu mendorong pintu VIP dan bersiap untuk menjalankan pekerjaan terakhirnya.
Kebetulan pada hari terakhir kerja paruh waktunya, Adelia bertemu orang yang dikenalnya.
Sejumlah pria dan wanita berkumpul bersama, tampaknya sedang memainkan suatu permainan.
Pada putaran pertama, Jarvis kalah.
Pemandu acara permainan itu membacakan hukumannya di depan semua orang.
"Cium lawan jenis yang kamu sukai selama tiga menit!"
Dalam sekejap, suasana menjadi riuh. Semua orang menatap Elina yang wajahnya merah padam karena malu.
Jarvis langsung berdiri dan melewati kerumunan. Selangkah demi langkah, berjalan menuju hadapan Adelia.
Semua orang terdiam dan kebingungan.
Saat mereka masih bertanya-tanya, Jarvis mengeluarkan ponselnya dari saku dan menyerahkannya pada Adelia.
"Pegang baik-baik dan rekam semua."
Adelia merasakan firasat buruk, jantungnya agak berdebar.
Namun, sekarang dia menyadari sudah tidak sesakit sebelumnya. Mungkin karena dia sudah berniat untuk melepaskannya, jadi tidak ada lagi yang bisa melukainya.
Adelia mengambil ponsel Jarvis dengan tenang, lalu membuka fitur kamera, mengangkat dan menekan tombol rekam.
Resolusi pada ponsel itu sangat bagus. Meskipun pencahayaannya agak redup, Adelia bisa melihat jelas pemandangan di layar.
Jarvis berbalik ke tempat duduknya, merangkul Elina dalam pelukannya, lalu menunduk dan menciumnya.
Di bagian atas layar ponsel tertera waktu.
Tiga menit, 180 detik, tidak lebih dan tidak kurang.
Namun, video tidak berakhir di situ.
Setelah ciuman berakhir, Jarvis langsung berlutut. Kemudian, mengeluarkan cincin berlian dari sakunya dan bicara dengan penuh kelembutan.
"Elina, maukah kamu menikah denganku?"
Jarvis melamar Elina!
Adelia tidak mendengar dengan jelas jawaban Elina.
Kedua orang pada layar segera terhalang oleh kerumunan orang, sedangkan teriakan dan sorakan menggelegar dari segala penjuru hingga ke telinganya.
Adelia menurunkan tangannya dan menekan tombol untuk mengakhiri rekaman.
Tepat pada saat itu, manajer datang dan memintanya membantu di ruangan sebelah karena ada pelanggan baru.
Adelia menyerahkan ponsel Jarvis pada rekan di sampingnya, lalu meninggalkan ruangan.
Tanpa menoleh ke belakang.