Bab 6
Seseorang membeberkan kasus plagiarisme di media sosial.
Pelaku yang terlibat ialah Adelia dan Elina yang hari ini mengadakan pameran lukisan.
Melihat palet warna yang dibuat oleh para warganet di ponselnya, mulai dari isi gambar hingga komposisi warna, kedua lukisan itu sama persis.
Tak lama kemudian, topik "Pelukis Baru Adelia Diduga Plagiarisme" menjadi topik pencarian teratas dan menimbulkan perdebatan.
Beberapa teman Adelia yang berkumpul di sekitarnya gelisah seperti cacing kepanasan.
"Mana mungkin Adelia melakukan plagiarisme? Seragam sekolah dalam lukisan itu seragam SMA kita, apa mereka buta?"
"Benar. Gadis dalam lukisan itu Adelia sendiri, kami saksinya!"
"Jelas Elina yang melakukan plagiarisme. Dia masih punya muka setelah melakukannya."
Adelia masih menjaga akal sehatnya. Dia segera pulang ke rumah untuk mengambil sketsa dan membuktikan diri.
Sepanjang perjalanan, pikirannya berkelana. Dia mengingat kembali adegan saat melukis dahulu.
Saat itu Adelia berusia 18 tahun dan Jarvis tidak lagi menjemputnya pulang sekolah.
Dia membawa pulang lembar hasil ujian peringkat pertama dan langsung berlari ke ruang kerja. Adelia ingin menunjukkan pada Jarvis untuk membuatnya senang.
Ruang kerja itu sunyi.
Jarvis tertidur di meja dengan posisi tengkurap dan Adelia pelan-pelan mendekatinya.
Cahaya senja menyinari ujung alis dan sudut matanya. Di terangi sinar emas yang berkilauan, Jarvis tampak seperti raja yang berkuasa.
Adelia berniat untuk menjadi orang yang menarik Jarvis turun dari takhtanya.
Dia meletakkan lembar ujian pada wajah Jarvis dan menciumnya dengan lembut.
Jarvis terbangun oleh tindakan Adelia dan menegurnya lagi.
Namun, Adelia tidak mempermasalahkan tegurannya. Dia malah segera melukis adegan tersebut dan menyimpannya dengan penuh perhatian selama bertahun-tahun.
Setelah Adelia memutuskan untuk melepaskan Jarvis, dia memajang lukisan itu di pameran karena sangat membutuhkan uang.
Tak disangka, lukisan itu malah menjadi noda yang ditunjukkan padanya.
Sesampainya di rumah, Adelia membongkar semua tempat yang bisa dia pikirkan, tetapi tidak menemukan jejak sketsanya.
Adelia mulai panik. Dia berusaha keras mengingat tempat yang belum diperiksanya.
Ponselnya berbunyi. Seorang teman mengirim tautan dan memintanya untuk segera melihatnya.
Dia menekan tautan itu dan wajah Elina langsung muncul di layar.
Melihat tulisan "konferensi pers" di belakangnya, hati Adelia terasa berat.
Di layar siaran langsung, Elina tampak serius membahas masalah plagiarisme dan menjelaskan dengan rinci proses melukisnya.
Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah sketsa dan menunjukkannya pada kamera dan para wartawan.
"Saya mengenal baik Adelia, pelukis baru yang terlibat kasus plagiarisme. Dia masih muda, jadi saya yakin dia tidak bermaksud melakukannya. Mungkin dia hanya tersesat sesaat dan saya tidak menyalahkannya."
Begitu konferensi pers dimulai, opini publik di medsos langsung berubah drastis.
Sejumlah warganet menyerbu akun medsos Adelia untuk menghujat dan jumlahnya segera melampui angka seratus ribu.
Sementara itu, sebuah topik lain perlahan-lahan menjadi topik terpanas.
"Ciuman Mesra Putri Keluarga Jayati dengan CEO Grup Cakrawala, Kabar Baik Segera Tiba!"
Di bawah judul artikel terdapat video yang diputar secara otomatis.
Jarvis datang ke lokasi konferensi pers dengan mengendarai mobil sport. Elina berlari ke arahnya dan memeluknya sambil tersenyum.
Keduanya berpelukan saat masuk ke mobil. Sebelum jendela mobil ditutup, kamera sempat menangkap momen mereka berciuman mesra.
Hubungan mereka telah lama terungkap, menarik para penggemar pasangan itu yang antusias mengomentari video.
"Romantis banget! Aku jadi meleleh, huhuhu!"
"Kenapa jendelanya ditutup? Adakah yang disembunyikan dari penggemar setia sepertiku?"
"Katanya Jarvis adalah pamannya Adelia. Sekarang Adelia dan Elina terlibat kasus plagiarisme, tapi Jarvis memilih dukung Elina. Bukannya ini makin membuktikan kalau yang plagiarisme adalah Adelia?"
Adelia menutup artikel dengan ekspresi datar. Melihat notifikasi komentar yang makin banyak, dia membukanya dan menemukan banyak yang menghujatnya.
Ada yang memakinya karena berbuat buruk, ada yang menghina karena tidak punya etika, dan ada yang menghina kemampuan melukisnya.
Parahnya lagi beberapa orang menghina keluarganya, mengatakan dia tidak berpendidikan dan sebatang kara.
Jarinya berhenti pada komentar itu, tubuhnya gemetar.
Air matanya menetesi layar ponsel dan mengaburkan tulisannya, tetapi tidak dapat menyamarkan sakit hatinya.
Adelia menelepon Jarvis.