Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Adelia jarang keluar rumah. Sebagian besar waktunya dihabiskan di ruang lukis. Elina juga penasaran mengapa dia ingin keluar di tengah hujan yang deras ini. "Adelia, kamu nggak punya pacar, buat apa keluar pada cuaca kayak gini?" Adelia tidak yakin bagaimana menjawabnya, jadi dia hanya menjawab secara spontan. "Aku … ada urusan." Bagaimanapun juga, sesampainya di kantor imigrasi, mereka seharusnya juga tahu. Elina tidak bertanya lagi, dia berbalik dan mulai berbicara dengan Jarvis tentang rencana hari ini. Keduanya asyik berbicara dalam mobil, seolah lupa masih ada seseorang di kursi belakang. Pada saat lampu merah, Elina mengeluarkan lipstik dan meminta Jarvis untuk memperbaiki riasannya. Jarvis tidak menolak, bahkan memegang wajahnya dengan lembut dan hati-hati. Melihat kedua orang itu berdekatan, Adelia mengalihkan pandangannya ke luar jendela, menatap hujan yang turun. Saat hampir sampai di tempat tujuan, Elina mendadak berkata ingin pulang mengambil jaket. Melihat layar peta navigasi hanya tersisa dua kilometer, Jarvis mengatakan bahwa mereka tidak searah dan minta Adelia untuk naik taksi saja. Adelia tersenyum getir dan turun dari mobil sendirian tanpa mengatakan apa pun. Porsche Cayenne berwarna hitam itu melaju kencang hingga menyibak angin dan air di sepanjang jalan. Tidak ada orang atau kendaraan yang lewat. Adelia berjalan sejauh dua kilometer ke kantor imigrasi dan menyerahkan semua dokumen. Setelah mengurus visa, dia bertemu dengan wali kelas SMA-nya di depan pintu masuk dan berbincang sebentar. Wali kelasnya tampak terkejut saat mendengar bahwa Adelia akan pindah ke luar negeri. "Kamu nggak berencana kembali? Apa pamanmu setuju?" Adelia tidak tahu mengapa wali kelasnya tiba-tiba menyinggung pamannya, jadi dia hanya bisa berbohong. "Paman setuju, kok. Lagian, kami nggak ada hubungan darah dan aku juga sudah dewasa. Aku nggak bisa selalu merepotkannya. Tinggal di luar negeri untuk memperluas wawasan juga berguna bagiku." Wali kelasnya mengangguk dengan penuh perasaan dan tampak terharu. "Meski nggak berhubungan darah, Pak Jarvis paling peduli denganmu. Ingat waktu kamu ikut lomba dan beberapa murid sekolah lain menuduhmu plagiarisme? Saat itu pamanmu kena radang usus buntu dan baru selesai operasi, tapi dia langsung datang buat membelamu. Ketika kamu terjatuh di sekolah, pamanmu rela meninggalkan proyek yang bernilai miliaran cuma untuk membawamu ke rumah sakit, bahkan sewaktu kamu diganggu sama beberapa preman, pamanmu yang mengurus orang-orang itu ..." Mendengar wali kelasnya membicarakan masa lalu, pikiran Adelia juga terbayang kembali ke masa lalu. Pada akhirnya, wali kelasnya memegang tangannya dan dengan penuh perhatian mengingatkan agar dia selalu mengingat kasih sayang pamannya dan membalas dengan sepatutnya. Adelia hanya mengangguk pelan. Dia memang sudah memutuskan untuk membalas semua kebaikan pamannya selama ini sebelum pergi. Bagi pamannya, balasan terbaik adalah kabar kepergiannya. Dengan begitu, pamannya tidak perlu khawatir lagi bahwa dia akan terus menganggunya. Setibanya di rumah, Adelia mengganti pakaiannya yang basah oleh air hujan, lalu duduk di meja dan mulai menghitung. Selama tinggal di rumah keluarga Cakrawala, dia selalu memperhatikan setiap pengeluaran bulanan dan tahunan sehingga dengan cepat dapat memperkirakan jumlahnya. Selain biaya yang spesifik, ada banyak pengeluaran tak terlihat yang sulit dihitung, jadi Adelia berencana untuk mengembalikan tiga kali lipat dari jumlahnya. Tadi pagi Adelia sudah mengumpulkan semua hadiah yang diberikan Jarvis dan menjualnya di Tokopedia. Setelah itu, dia menghubungi agen properti untuk mengiklankan rumah tua keluarga Kumala. Setelah semua selesai, dia merasa lega dan berbaring di ranjang. Ponselnya tiba-tiba bergetar beberapa kali. Di layar ponsel terdapat belasan foto yang dikirim oleh Elina dan sebuah pesan. "Adelia, aku dan pamanmu bakal berlibur ke Rondo selama beberapa hari. Kamu baik-baik di rumah, ya." Tanpa perlu membukanya, Adelia sudah tahu belasan foto itu adalah foto mesra Elina dan Jarvis. Sejak mengumumkan hubungan mereka, Elina sering mengirim serangkaian foto seperti ini setiap mereka berkencan. Dahulu hanya dengan melihat foto-foto itu, Adelia akan sulit tidur dan menangis sampai matanya bengkak. Namun, sekarang dia telah memutuskan hanya menganggap Jarvis sebagai keluarga dan tidak akan terpengaruh lagi oleh Elina. Terlepas dari Elina melakukannya secara sengaja atau tidak, Adelia juga malas menebaknya. Dia membalas pesan itu dengan santai. "Ya, bersenang-senanglah."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.