Bab 89
Mendengar perkataan pamer Sania, dia tidak memberi respons apa pun.
Bagaimanapun juga, kini, dia sudah bisa menghasilkan uang sendiri.
Nindi melihat ke arah staf wanita di toko itu dengan tenang. "Ukurannya pas, bungkus saja."
"Nindi, kamu cuma beli dua ini? Kenapa? Dokter sekolah itu nggak rela mengeluarkan uang buatmu?"
Si Dua mengejek, "Nindi, kamu pura-pura kaya, 'kan? Hari itu, dokter sekolah menyewa begitu banyak mobil mewah untuk menjemputmu. Sangat megah, tapi semua mobil itu sewaan!"
Sania tidak bisa menahan senyum. Akhirnya, perasaannya bisa sedikit lebih lega.
Nindi memegang kantong belanjaannya. "Paling nggak, aku pakai uang hasil jerih payahku, tanpa minta siapa pun."
"Nindi, bergantung pada keluarga juga bentuk kebahagiaan. Kenapa kamu harus bertengkar sama keluarga? Bukankah lebih baik menundukkan kepala dan kembali? Kamu nggak tahu betapa irinya diriku denganmu yang memiliki begitu banyak saudara."
Luna sungguh muak mendengarnya. "Sania, nggak usah pura-pura baik. Kalau
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda