Bab 2
Aku yang delapan belas tahun mengira mengungkapkan cinta adalah keberanian dan hal yang harus dilakukan masa muda. Namun, sekarang aku sungguh ingin menampar diriku.
Masa muda dan keberanian apa, jelas-jelas aku yang gila.
Untungnya saat ini aku belum mengungkapkan perasaanku, jadi semuanya masih ada harapan untuk mengubahnya.
Tak peduli apa yang terjadi, karena aku sudah diberi kesempatan untuk mengulang semuanya, aku tidak akan mengganggu Charles lagi dan mengulang kehidupan sengsara itu.
Aku menarik napas dalam, lalu mengarahkan mikrofon ke depan mulutnya dan bersumpah dengan sikap yang tulus, "Apa yang dikatakan Charles benar. Aku sudah mengintrospeksi perbuatanku, aku meminta maaf atas kesalahanku yang dulu! Kamu tenang saja, aku sudah berubah. Kelak cinta yang ada di dalam hatiku sudah berubah menjadi niat belajar dan cita-cita."
Charles, "..."
Pemuda itu makin bingung, bahkan terlihat kaget.
Aku langsung turun dan kabur.
Semua orang terlihat bingung.
"Apa Valen nggak mau mengejar Charles lagi?"
"Dia menyerah? Sikap dingin Charles sudah membuat berapa banyak wanita mengaku kalah, hanya Valen yang nggak pernah menyerah. Meski dia sudah ditolak berkali-kali, dia masih saja antusias. Bulan lalu, dia bertaruh dengan orang untuk masuk ke Universitas Hanra dengan Charles."
"Mungkin bualannya terlalu besar, jadi menyerah karena takut malu."
"Charles pasti sangat senang, akhirnya nggak diganggu oleh Valen itu."
Saat semua orang diskusi, Charles hanya menatap Valen yang kabur, alis yang dikerutkan itu terlihat makin dingin, bahkan merasa marah.
Aku kabur ke kelas, jantungku masih berdebar kencang. Kaca kecil di meja memantulkan wajahku.
Meski aku yang 25 tahun masih muda, setelah pernikahan tiga tahun itu, tatapanku yang berbinar sudah hilang. Bahkan wajahku terlihat pucat karena kekurangan tidur dan mata pandaku hanya bisa ditutupi oleh bedak.
Namun, wanita yang di depan kaca terlihat putih, memiliki kulit lembut, mata yang berbinar, bibir yang merah merona. Bisa dibilang terlihat sehat dan cantik, juga penuh dengan aura muda.
Ini adalah aku yang 18 tahun.
Saat ini aku baru merasa terlahir kembali dan merasa sangat kaget.
"Nggak usah bercermin. Meski kamu cantik, Charles juga nggak menyukaimu." Terdengar suara yang dingin. "Siapa yang nggak tahu kalau Charles dan Arelia sudah kenal sejak kecil, bahkan saling suka."
Aku baru sadar, melihat Arelia yang dibanggakan beberapa wanita itu, Arelia pun melihat ke bawah karena malu, tapi dia tidak mengelak perkataan mereka.
Aku hanya melihat ke arah wanita yang berbicara, "Terima kasih kamu telah memuji kecantikanku, aku juga merasa begitu."
Wajah wanita itu menjadi masam, bahkan tak bisa melawan.
Setiap kali bertemu musuh, pasti ingin memakan dagingnya. Apalagi di kehidupan sebelumnya, Arelia terus mengganggu Charles yang sudah menikah, hal ini membuatku tidak menyukainya, bahkan menjadi masalah dalam pernikahanku dan Charles. Ini juga alasan hubungan pernikahan kita hancur.
Aku tidak menyukainya.
Namun, sekarang aku tidak ingin menjadi peran utama dalam hubungan segitiga ini.
Aku melihat Arelia. "Tiga bulan lagi Ujian Nasional akan diadakan, aku hanya ingin belajar. Berharap harapanmu terwujud dan bisa bersama dengan orang yang disukai."
Nada bicaraku sangat tenang, tetapi Arelia hanya melirikku dengan senyum. "Valen, aku tahu kamu mengatakan taruhan untuk masuk ke Universitas Hanra demi Charles hanya sebuah candaan. Kamu jangan merasa tertekan."
Lagi-lagi begini.
Aku tersenyum.
Arelia selalu terlihat baik hati dan lembut, sebenarnya cara liciknya sangat banyak, bahkan bisa diam-diam membuat orang menjadi target omongan.
Benar saja, omongan dia membuat banyak wanita mulai mengataiku.
"Paling benci orang seperti ini, berusaha untuk menghancurkan hubungan orang, bahkan demi menarik perhatian Charles bisa mengatakan mau masuk ke Universitas Hanra, sungguh tak tahu malu."
"Dengan nilainya bisa masuk ke Universitas Jima, sudah syukur. Bisa-bisanya mau masuk ke Universitas Hanra."
"Besok adalah ujian simulasi kedua, aku tunggu dia jadi bahan candaan saja."
Di kehidupan sebelumnya, aku akan marah dan sedih karena perkataan ini, tapi takut Charles merasa aku menindas Arelia, jadi aku selalu menahan amarahku.
Namun, sekarang setelah mendengar ini, aku hanya merasa lucu.
Aku menatap Arelia dan berkata dengan cemooh. "Arelia, aku akan masuk ke Universitas Hanra, juga nggak akan menyukai Charles lagi. Jadi kamu nggak perlu menindasku, juga suruh pengikutmu menjauh dariku. Kelak kita nggak ada hubungan apa pun lagi."
Arelia terlihat tegang.
Wanita di sampingnya sangat marah. "Valen, apa maksudmu?"
"Nggak ada maksud lain." Aku mengangkat bahuku. "Aku hanya dengan tulus memberkati Arelia dan Charles bisa secepatnya bersama."
Karena di kehidupan sebelumnya mereka ingin bersama kembali tanpa memikirkan moral, maka di kehidupan ini aku berharap mereka selalu bersama, bahkan menolak menjadi bagian dari mereka.
Selesai aku berbicara, sekelompok orang masuk dipimpin oleh Charles.
Ekspresi mereka terlihat aneh, sepertinya sudah mendengar perkataan tadi.
Wajah Arelia agak memerah dan berkata dengan manja, "Charles, Valen hanya bercanda."
Charles melirik dengan dingin.
Aku bisa merasakan ketidaksenangannya, tapi emang bisa kenapa?
Aku tidak peduli lagi.
Setelah saling melihat, aku menunduk untuk membaca buku dengan tenang.
Ekspresi Charles makin dingin, bahkan terlihat sangat emosi. "Apa nggak perlu belajar?"
Semua orang yang takut segera bubar.
Charles berjalan dengan pelan, baju sekolahnya menyeka sudut mejaku, lalu duduk di belakangku.
Auranya sangat kuat, bahkan bisa merasakan keberadaannya.
Aku yang memegang pensil menjadi tidak tenang.
Dulu aku berusaha merebut posisi di depan Charles untuk meminta dia mengajariku, lalu aku bisa banyak berhubungan dengannya. Meski sikap Charles sangat dingin, dia tidak menolak.
Dulu aku mengira dia berbeda padaku, jadi aku makin terjerumus.
Sekarang setelah dipikir lagi, Charles pasti menahan rasa benci dan bersikap sesabar mungkin untuk menghadapi gangguanku.
Aku menarik napas dalam, memaksa diriku untuk membuat soal dengan tenang.
Untungnya keponakan di Keluarga Yusan banyak, jadi selama tiga tahun aku menjadi ibu rumah tangga. Aku sering mengajari mereka hanya untuk menyanjung orang Keluarga Yusan. Kalau tidak, aku yang kembali ke tujuh tahun lalu, pasti sudah lupa dengan soal ini.
Waktu berlalu cepat, aku sudah membuat tiga set soal, bahkan berhasil mencari rasa saat menjelang Ujian Nasional. Namun, ada beberapa soal yang aku tidak mengerti, aku mengambil kertas soalku dan berbalik ke belakang. Lalu aku melihat mata Charles yang hitam.
"..."
Suasana menjadi tegang.
Tatapan Charles seperti mengerti sesuatu, tapi masih saja dingin dan mengambil pensil untuk membantuku.
Namun, aku menarik balik tanganku, lalu menaruh kertas itu di teman sebangku Charles yang bernama Mark Sanjaya. "Dewa Mark, bisakah bantu aku melihat beberapa soal ini."
Suasana di sekitar menjadi dingin.
Mark memegang kacamatanya dengan bingung, lalu berkata, "Apa ... apa kamu salah nanya?"
Aku pura-pura tidak mengerti. "Nggak salah kok."
Mark melirik Charles, lalu terdiam lagi.
Sedangkan pria yang mencari Charles terkejut, bahkan membantu Charles mengatakan isi hatinya. "Valen, kamu nggak tanya Kak Charles lagi?"
Aku tersenyum sopan santun. "Rekan Charles sudah membantuku banyak, kelak aku nggak boleh merepotkannya lagi."
Pria itu kaget.
Hebat dia, panggilan sudah diubah juga.
Suasana menjadi tegang, bahkan suhu pun terasa dingin.
Aku mendesak Mark, "Cepat bantu aku. Selesai bantu aku, aku akan mengundangmu makan es krim."
Mark mengambil kertas itu dengan gemetar.
Lalu terdengar suara plak dari samping, Charles yang mengerutkan bibirnya membuang pensil ke meja dan pergi.