Bab 393
"Ya, tapi nggak setiap kali keramas harus mandi." Perkataannya membuatku tertawa.
"Terserah kamu, yang penting cepat mandi. Kalau nggak, sebentar lagi hari sudah terang." Aku cepat-cepat mendorongnya masuk ke kamar mandi, takut kalau aku kurang cukup cepat, dia malah menarikku masuk juga.
Mario Klein, pria ini, saat pertama kali bertemu, kesannya adalah dingin, kasar, dan cuek terhadap wanita.
Namun, sekarang aku tahu bahwa pria ini sudah "membuka hatinya", seperti bendungan yang jebol, tidak bisa dihentikan.
Setelah dia masuk ke kamar mandi, aku membereskan meja makan. Ini adalah kebiasaan yang sudah kupelajari sejak kecil dari orang tuaku, tidak membiarkan peralatan makan yang kotor dibiarkan semalaman.
Sebelum aku selesai beres-beres di dapur, bel pintu berbunyi.
Awalnya aku pikir aku salah dengar, mungkin bel kamar lain yang berbunyi. Namun, saat bel itu berbunyi lagi dan lagi, aku memastikan bahwa itu memang bel kamarku.
Malam-malam begini, siapa yang datang?
Aku mengambil tisu un
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda