Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Pendengaran Aldo jauh lebih tajam daripada kepala pelayan. Dia sudah mendengar suara dari luar, termasuk panggilan namanya tadi. Amarahnya langsung memuncak. Siapa yang mengizinkan wanita ini memanggilnya seperti itu? Selina berlari masuk ke dalam dengan semangat, hendak memeluk anaknya. Tiba-tiba, langkahnya berhenti saat dia mendengar teriakan keras. "Pergi! Jangan berani-beraninya mendekatiku!" teriak Aldo. Selina terkejut melihat putranya yang sekarang sudah tumbuh begitu besar. Namun, ketika matanya tertuju pada kalung di leher Aldo yang dia buat sendiri, hatinya pun merasa lebih tenang. "Nggak peduli seberapa besarnya dia tumbuh, dia tetaplah anakku!" batin Selina. Sambil menarik napas dalam-dalam, Selina mencoba menenangkan Aldo, "Aldo, ini memang sulit dipercaya, tapi ...." Namun, Aldo tak mau mendengar penjelasannya. Dia langsung mengabaikan Selina, bergegas ke arah ayahnya yang baru masuk ke ruangan. Anak berusia dua puluh tahun itu sekarang tingginya sudah sama dengan Kenzo. "Kenapa kamu melakukan ini? Ibuku nggak bisa digantikan oleh siapa saja seenaknya, apa lagi wanita ini! Apa kamu sudah gila?" Aldo tersenyum sinis dengan tatapan penuh amarah, lalu berkata, "Ya, kamu memang sudah gila." Meski seharusnya mereka adalah ayah dan anak yang dekat, saat ini mereka tampak seperti musuh bebuyutan. Kebencian yang terlihat di mata Aldo membuat Selina merasa ngeri. Kenzo tetap tenang. Dia mendekati Selina, menggenggam tangannya erat. Kemudian, dia berkata dengan tenang pada Aldo, "Ayo kita bicarakan di ruang kerja." Kenyataannya, hal yang begitu aneh ini memang sulit untuk dipercaya. Di dalam ruang kerja, kemarahan Aldo masih tak kunjung surut meski sudah mendengar penjelasannya. "Agar wanita ini bisa masuk ke rumah, kamu bahkan menciptakan alasan yang nggak masuk akal seperti itu?" tanya Aldo. Aldo tidak bisa memahami kenapa ayahnya menganggapnya bodoh. Ketika melihat reaksi putranya, sebuah pikiran tiba-tiba terlintas dalam benak Selina. Apakah Kenzo benar-benar memercayai dirinya sekarang? "Dia adalah ibumu," kata Kenzo dengan pasti sambil menggenggam tangan Selina erat-erat. "Ibuku sudah lama mati!" Selama ini Aldo tidak pernah mau mengakui bahwa ibunya sudah meninggal. Namun, melihat sikap ayahnya kali ini, untuk pertama kalinya dia berteriak mengatakan hal itu. Saat melihat wanita muda di hadapannya yang usianya tak jauh berbeda dengannya, Aldo menggelengkan kepalanya. Gila, ini benar-benar gila. "Aldo, kamu ingat rahasia kecil kita? Kita pernah bersama-sama mengukir kalung untuk hadiah ulang tahun Ayah. Kamu juga ingin menulis nama kita di belakang kalung itu ...." ujar Selina. Ekspresi Aldo menunjukkan keterkejutan. Itu memang janjinya dengan ibunya, tapi .... "Pelayan juga mendengarnya, tentu saja hal itu mudah untuk diketahui." Aldo sama sekali tak percaya dengan hal ini. Dia tak mau terjebak dalam pembicaraan ini lebih lama lagi. Dia menatap Kenzo, lalu berkata dengan nada tegas, "Aku nggak peduli siapa yang ingin kamu kencani, tapi jangan kaitkan dengan ibuku. Rumah ini milik ibuku, kamu dan wanita ini harus pergi. Jangan pernah menyentuh barang-barang yang berhubungan dengan ibuku lagi!" Saat membicarakan tentang ibunya, ekspresi Aldo menunjukkan kelemahan sejenak, tapi dengan cepat berubah menjadi ketegasan. Dia bisa melakukan apa saja jika didesak! Wajahnya yang kekanak-kanakan memancarkan sedikit ancaman. Suaranya tegas, seperti seekor serigala yang terdesak ke ujung jurang. Menghadapi Aldo yang seperti ini, ekspresi Kenzo tetap tidak berubah, sementara Selina mulai menangis. Aldo mengerutkan kening. Wanita ini sungguh pandai berpura-pura! "Bagaimana sebenarnya kamu membesarkan anak-anak kita selama ini? Kalau dia bisa mengatakan hal seperti ini, itu berarti kamu sebagai ayahnya nggak memberinya rasa aman yang cukup. Aldo adalah anak yang paling manis dan patuh, dia seharusnya tumbuh dalam kebahagiaan, bukan penuh penderitaan seperti ini!" kata Selina. Selina merasa sangat sedih ketika memikirkan betapa beratnya beban yang telah ditanggung putranya selama bertahun-tahun ini. Aldo yang dikasihani langsung tercengang. Dia melihat Selina menangis sambil mencubit telinga Kenzo dengan kasar. Telinganya bahkan berubah bentuk karena dicubit dengan keras! Tak ada seorang pun yang berani melakukan hal ini pada ayahnya! Yang lebih mengejutkan, ayahnya hanya membiarkan hal itu terjadi tanpa rasa marah, bahkan menenangkan Selina dengan suara rendah. "Jangan marah apanya? Aku hampir mati karena marah! Nanti saat makan malam, ceritakan padaku bagaimana kabar anak-anak!" Selina merasa dirinya seharusnya segera bertanya sejak awal, tak seharusnya merasa kasihan pada Kenzo! Di hadapan Kenzo, Selina tampak sangat tegas. Namun, ketika berbalik menghadap Aldo, dia langsung berubah menjadi Ibu yang penuh kasih sayang. "Aldo, aku tahu sulit bagimu untuk menerima semua ini, tapi ini adalah kenyataannya. Aku benar-benar ibumu. Selama ini aku nggak ada di sini, kamu pasti sudah sangat menderita. Maafkan Ibu, sayang." Aldo mencoba meyakinkan dirinya bahwa wanita ini hanya berpura-pura gila. Banyak wanita di luar sana yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan akses ke Keluarga Raharjo. Namun, saat tatapan Aldo bertemu dengan mata penuh kasih sayang itu, ketika dia kembali mendengar panggilan sayang, dia tak bisa menahan perasaan sedih yang tiba-tiba muncul. Dia mundur selangkah, merasa bingung dan tersentuh. Selina terisak, dengan tenang mencabut beberapa helai rambut dari kepalanya, lalu meletakkannya di meja. "Sayang, nggak apa-apa untuk kamu bersikap waspada. Ini rambutku, bawalah ke laboratorium yang kamu percaya untuk melakukan tes DNA. Hasilnya nggak akan berbohong." "Sementara itu, pikirkan baik-baik apa yang hanya kita berdua ketahui. Setelah melihat hasilnya, baru kamu bisa datang padaku untuk mengonfirmasi kebenarannya. Ibu akan selalu menunggumu di rumah." Selina dengan lembut mencoba meyakinkannya. Meski Aldo kini sudah dewasa, tatapan dan gerak-geriknya masih menunjukkan jejak masa kecilnya. Melihat jari kelingking Aldo yang sedikit bergerak, Selina tahu bahwa putranya mulai memercayainya. Aldo mencoba menerima kenyataan ini, tapi rasanya semua ini terlalu konyol! Dia melangkah mundur lagi. Kemudian, seakan sudah membuat keputusan, dia berjalan mendekat untuk mengambil rambut itu, lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah Aldo pergi, Selina mulai "menginterogasi" Kenzo. Semua yang terjadi selama bertahun-tahun ini tak lagi penting baginya. Yang dia inginkan hanyalah mengetahui bagaimana anak-anaknya tumbuh. Setelah kecelakaan pesawat, tim penyelamat menemukan beberapa jenazah penumpang di dekat lokasi kotak hitam. Namun, hingga kini masih ada puluhan orang yang belum ditemukan, baik hidup mau pun mati. Selina adalah salah satu dari mereka yang hilang. Kenzo terus berharap Selina masih hidup. Dia bahkan memimpin pencarian itu sendiri dengan kapal selama setahun penuh. Pada awalnya, Aldo ikut bersamanya. Namun, karena Aldo yang masih kecil tidak bisa bertahan di kapal, dia terpaksa dikirim kembali ke vila untuk diasuh oleh pengasuh. Sementara itu, anak kembar mereka dititipkan di taman kanak-kanak dengan perawatan dari staf profesional. Sejak saat itu, hidup Kenzo hanya berfokus pada dua hal. Pekerjaan dan mencari Selina. Dengan energi yang terbatas, anak-anak menjadi terabaikan, sehingga hubungan antara ayah dan anak makin renggang. "Aldo selalu bersekolah di sekolah dengan asrama. Nita dan Jamie juga tinggal di asrama. Aku mempekerjakan sepuluh pengasuh pribadi untuk mengurus kehidupan mereka sehari-hari." "Selina, aku tahu aku salah. Aku nggak merawat mereka dengan baik. Jangan marah lagi, oke? Mulai sekarang, kita akan hidup bahagia bersama, nggak akan pernah terpisah lagi." Kenzo mengulurkan tangan untuk meraih lengan Selina dengan penuh hati-hati. "Aku butuh waktu untuk merenung." Selina tak menyangka Kenzo akan begitu buruk dalam mengurus anak-anak setelah dirinya menghilang. Setelah kehilangan Ibu mereka, anak-anak juga seakan kehilangan Ayah mereka! Selina mengusir Kenzo dari ruang kerja. Dia duduk sendirian di lantai, memeriksa foto-foto anak-anaknya, rapor, catatan pengasuh pribadi, serta segala hal yang berhubungan dengan kehidupan mereka. Dia berusaha dengan keras untuk mengejar semua yang terlewat. Sementara itu, Kenzo yang baru saja ditendang keluar, duduk di depan pintu. Dia tidak beranjak sedikit pun karena tidak bisa merasa tenang. Malam itu, seluruh vila Keluarga Raharjo terang benderang.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.