Bab 6
Kevin mengernyit. Dia perlahan merapatkan bibir.
Setelah hening beberapa detik, Kevin kembali berucap dengan suara dingin, "Jane, minta maaf. Aku nggak mau ulangi lagi."
"Lakukan!"
Ucapan itu sangat menyakiti Jane.
Di hadapan Lily, Kevin benar-benar tidak memercayainya.
Lily menatap Jane, lalu berjalan ke depan dan menariknya.
Jane langsung menghindar. Wajah Lily menjadi pucat.
Kemudian, Lily menoleh pada Kevin. "Kevin, kamu terlalu galak. Jane sudah bukan anak kecil. Mana bisa kamu memarahinya seperti saat masih kecil?"
"Sudah, Jane, Bibi memaafkanmu. Jangan marah dengan pamanmu, ya."
Jane tiba-tiba mendongakkan tatapan pada Lily. Lily mengontrol ekspresi wajahnya dengan sangat baik. Ekspresi dan nada suara Lily lembut. Matanya juga berkedip-kedip, tampak sangat lincah.
Setiap bagian tubuh Lily membawa kelembutan dan godaan yang kuat. Pria mana yang tidak menyukainya?
Jane menyeringai sinis. "Aku nggak melakukan kesalahan apa pun."
Dengan mata merah padam, Jane tidak lagi mengindahkan mereka dan langsung pergi.
Tatapan mata Lily sangat dingin.
Dia sangat lihai dalam persaingan antar wanita.
Lily menoleh pada Kevin dan berlagak kasihan. "Kevin, pergelangan kakiku luka. Bisakah kamu membantuku menanganinya? Kalau berbekas, itu akan mengganggu syuting film nanti."
Kevin mengernyit, tidak menolak.
Di sisi lain, Jane berlari ke dalam toilet. Jane menggigit bibir dengan kuat dan berusaha menahan air matanya.
Jane membuka keran air untuk membasuh luka di pergelangan tangannya.
Ekspresi mata Jane lebih sinis lagi saat melihat luka itu.
Jane telah jatuh cinta pada Kevin selama bertahun-tahun. Sejak kejadian itu, Jane berupaya keras untuk menjaga jarak dengan Kevin.
Cintanya jelas tidak akan membuahkan hasil. Lebih baik segera diakhiri.
Dengan pergi ke luar negeri secepatnya, dia tidak perlu menyaksikan kemesraan antara Kevin dan Lily lagi.
Jane keluar dari toilet setelah menangani luka secara sederhana. Jane kehabisan tenaga untuk pergi ke lantai teratas untuk meminta tanda tangan Kevin.
Sekembalinya ke kantor, Jane membuat surat pengunduran diri dalam bentuk digital dan mengirimnya pada Kevin melalui surat elektronik.
Jane menyeringai sinis ketika tanda "terkirim". Paman sepertinya sedang sibuk mengurus Lily. Mana mungkin ada waktu untuk membaca surat elektronik darinya?
Pada malam hari.
Dikarenakan Lily adalah seorang artis, Kevin tidak pergi makan malam bersamanya.
Saat duduk di dalam mobil, Kevin memicingkan mata. Tebersit keresahan dalam matanya.
Mengapa Jane menangis dengan begitu sedih tadi siang?
Jane-lah yang melakukan kesalahan.
Akan tetapi, ketika teringat air mata Jane yang berusaha ditahan, Kevin menarik napas dalam-dalam. Kevin langsung mengemudikan mobil ke rumah.
Di ruang tamu, Kevin melihat ibunya sedang makan sendirian.
Citra menoleh ke sana dengan tatapan tegas. "Apakah Jane dirundung di perusahaan hari ini?"
Alis Kevin merenggang karena mendengar itu. Ekspresinya tak terbaca.
"Apa maksud Ibu?"
Pengurus berkata dari samping, "Nona langsung masuk kamar setelah pulang, juga nggak makan malam."
"Nggak makan malam?"
Wajah Kevin menjadi dingin. Jane masih mengambek karena kejadian tadi siang? Dia telah membesarkan Jane sejak kecil. Dia memang terlalu memanjakan gadis itu.
Jane bahkan merasa dipaksa ketika diminta untuk meminta maaf.
Teringat akan Jane minum bir bersama Andy di bar kemarin malam, Kevin merapatkan bibirnya. Tebersit kejengkelan dalam tatapan mata Kevin. Dia mencibir dan berujar, "Kalau begitu, nggak usah kasih makan."
Tepat saat itu, Jane menuruni tangga.
Wajah Jane menjadi pucat karena mendengarnya. Jane mengepalkan tangan dengan erat hingga kuku jari menusuk telapak tangan, cukup sakit.
Kelihatannya, sekarang Kevin benar-benar tidak menyukainya lagi!
Kevin langsung memercayai Lily walau tidak melihat kejadian itu secara langsung.
Jane sudah bereputasi buruk di mata Kevin.
Napas Jane tersendat. Dia berbalik badan dan ingin kembali ke kamar.
Kevin menoleh ke sana dan memicingkan mata dengan cuek. "Jane."
Citra tidak tahan lagi. Citra menegur Kevin dengan suara rendah, "Kenapa kamu menggalaki Jane? Bukannya kamu panggil Jenny dari dulu?"
Tubuh Jane gemetar hebat. Dia menggigit bibirnya dengan kuat.
Jenny adalah nama yang diberikan oleh Kevin kepada Lily.
Selama bertahun-tahun, Kevin merindukan wanita lain melaluinya.
Jane yang awalnya cukup optimis dengan dirinya merasa ironis. Meskipun telah tinggal bersama Kevin selama bertahun-tahun, dia sama sekali tidak berbobot di dalam hati Kevin.
Kevin menghardik dengan suara dingin, "Dia melukai Lily karena mengambek tadi siang."
Ekspresi Citra berubah seketika. "Lagi-lagi tentang Lily. Kevin, apakah kamu mendengarkan Ibu ...."
Kevin sudah menaiki tangga dan berjalan menuju Jane.
Jane mengeraskan hatinya dan berjalan ke kamar tanpa menoleh ke belakang.
Ketika Jane hendak menutup pintu, sebuah tangan menyela melalui celah pintu. Jane ingin melawan, tetapi tenaganya tidak sebesar pria!
Kevin berjalan ke dalam dan menghampiri Jane.
Jane merasa sekujur tubuhnya diselimuti aura dingin dari Kevin hingga sulit untuk bisa bernapas.
Di depan Kevin yang bertubuh jangkung, Jane merasa dirinya seperti boneka mainan.
Jane merasa sangat tertekan karena Kevin tiba-tiba mendekat.
Hati Jane sangat kacau, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. "Paman mau apa?"
Sekujur tubuh Kevin mengeluarkan aura dingin. "Jane, minta maaf pada Lily besok. Nggak perlu dibicarakan lagi. Salah ya salah. Sejak kapan kamu menjadi pembangkang?"
Jane benar-benar frustrasi. Jane tiba-tiba mendongakkan matanya yang merah pada Kevin.
"Aku nggak melukai pacarmu! Dia suruh aku buka kotak makanan, tapi sudah jatuh sebelum kusentuh."
Jarang sekali Jane lepas kendali akan emosinya, kecuali kesedihan sudah memuncak.
Kevin tertegun sejenak. "Maksudmu, Lily berbohong?"
Apa yang Kevin katakan membuat hati Jane sangat sakit, seperti dicekik dengan kuat.
Jane memalingkan tatapan pada cermin di kamar.
Wajahnya yang pucat dan sedih terpantul di cermin, tampak sangat menyedihkan.
Jane kehilangan tenaga untuk berdebat lagi. "Ya sudah kalau Paman nggak percaya."
"Aku mau tidur. Paman, silakan keluar."
Ketika Jane ingin berbalik badan, Kevin mencengkeram pergelangan tangannya.
Tubuh Jane bergidik karena lukanya sakit.
Kevin termangu sejenak. Lalu, dia menengok ke bawah.
"Ada apa dengan pergelangan tanganmu?"
Jane masih memiliki harapan di dalam hatinya. Jane ingin menemukan rasa peduli dalam tatapan mata Kevin, walau hanya sedikit saja!
Lalu, Jane menyeringai sinis. Mana bisa dia mengharapkan kasih sayang dari Kevin seperti yang didapatkan oleh Lily?
Nada suara Jane kembali tenang. Jane menarik pergelangan tangannya dari tangan Kevin. "Aku akan minta maaf pada Bibi."