Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Entah mengapa, hati Kevin sedikit resah dan jengkel ketika mendengar kata bibi itu. Akan tetapi, Kevin sangat yakin akan cintanya terhadap Lily. Dia seharusnya merasa senang karena Jane tidak lagi membuat masalah. Mana mungkin dia merasa tidak senang? Kevin memaksa diri untuk menekan perasaannya. Nada suaranya kembali menjadi dingin. "Ikut denganku ke pesta besok." Setelah itu, Kevin meninggalkan kamar Jane. Jane berdiri di dalam kamar dan lemas seketika. Jane menengok luka bakarnya yang merah. Dulu, paman pasti akan pergi membelikan obat dan segera menangani lukanya. Jane ingin menahan diri, tetapi tidak bisa berhenti memikirkan kebaikan Kevin di masa dulu. Keesokan hari. Jane tiba di perusahaan tepat waktu. Direktur departemen personalia kebetulan datang. Dia langsung melambai pada Jane begitu melihatnya. "Bu Jane, laporan pengunduran dirimu sudah ditinjau. Hanya perlu diserahkan pada Pak Kevin." Jane langsung membuka komputer. Surat elektronik itu tetap berstatus terkirim. Jane menyeringai. Kevin bahkan tidak punya waktu untuk membaca surat elektronik. Jane tersenyum. "Tolong jangan langsung diberikan pada Pak Kevin. Aku ingin membicarakannya secara langsung dengan Pak Kevin." Direktur departemen personalia memandangi Jane. Lalu, dia mengangguk. "Oke, aku taruh di sini. Bu Jane bisa bawakan sendiri ke Pak Kevin untuk minta tanda tangan." Jane mengiakan. Kemudian, Jane menerima lokasi acara yang dikirim oleh asisten Kevin. Jane tidak berpakaian terlalu formal hari ini. Jane memakai gaun merah panjang di balik jas hitam. Jarang sekali Jane menghadiri acara pesta. Sebelumnya, gaun itu khusus dipesan oleh Kevin agar Jane bisa berpakaian formal untuk menghadiri acara resmi. Itu satu-satunya yang ada dalam lemari pakaian Jane. Setelah bersiap-siap, Jane turun ke lobi perusahaan dan hendak naik taksi ke lokasi acara. Sebuah mobil Roll-Royce Phantom berhenti di depan Jane. Jane tahu itu mobil siapa tanpa perlu melihat nomor platnya. Jendela kaca kursi depan diturunkan. Tampak wajah Lily yang berseri. Lily melambai pada Jane. "Jane, kebetulan sekali. Kamu mau ke mana? Aku dan Kevin antar saja." Jane menoleh pada Kevin. Kevin duduk bergeming, tidak menggubrisnya. "Nggak perlu, aku naik taksi." "Jane, kamu masih keberatan dengan kejadian kemarin? Kevin sudah membawaku ke dokter. Dokter juga bilang nggak akan berbekas. Masalah ini sudah lewat. Ayo naik. Kevin, katakan sesuatu." Lily menoleh pada Kevin sambil tersenyum dan mengayun lengan Kevin dengan manja. Barulah Kevin menoleh pada Jane dengan arogan. Kevin langsung mengernyit, sepertinya mengenali gaun Jane. Jakun Kevin bergerak naik turun. Suara Kevin rendah dan membawa peringatan. "Naik." Bulu mata Jane gemetar. Jane menatap lurus pada Kevin. Saat bertatap mata dengan Kevin, Jane dengan jelas melihat peringatan di matanya. Kevin memperingatkannya untuk jangan membuat masalah. Lily tersenyum. "Jane, ayo naik." Jane tersenyum dan berusaha menekan kesedihan dalam hatinya. Jane berjalan ke kursi belakang dan hendak naik. Kursi belakang dipenuhi oleh tumpukan pakaian wanita, kosmetik, dan sepatu hak tinggi. Hampir tidak ada ruang bagi Jane untuk duduk. Jane memicingkan mata. Jika tidak ada ruang untuk orang ketiga, mengapa harus mengajaknya? Lily melepas sabuk pengaman dan berbalik badan ke belakang untuk mengemas barang-barang. "Jane, maaf. Barangku terlalu banyak dan agak berantakan. Aku kemas dulu." "Lily, duduk baik-baik. Bahaya." Kevin menahan pinggang Lily dan membuatnya duduk. Lily tersenyum malu-malu pada Kevin. "Kevin, Jane masih di sini." Implikasinya jelas sekali. "Kamu kemas sendiri dan cari tempat duduk. Pestanya akan segera dimulai, jangan menunda waktu." Tenggorokan Jane terasa sakit seperti disayat pisau, tetapi Jane hanya bisa menahannya. Jane mengosongkan tempat untuk dirinya dengan mendorong barang-barang Lily ke samping. Lily duduk di kursi depan sambil menyilangkan kaki di bagian depan. Gaun Lily memiliki belahan sehingga menampakkan pahanya yang putih dan halus. Sulit untuk memalingkan tatapan darinya. Suara Lily centil. Lily menyodorkan buah yang dia pegang ke bibir Kevin. Kevin memakannya, sama sekali tidak keberatan ada noda lipstik Lily di garpu. Mereka memamerkan kemesraan di depan, sedangkan Jane duduk di belakang dengan gelisah. Jane merasa dirinya seperti orang yang suka menyiksa diri. Hatinya melambung tinggi dan jatuh dengan keras. Dulu, Jane dan Kevin pernah berkonflik sekali. Kevin mencueki Jane selama tiga hari. Tidak peduli bagaimana Jane meminta maaf, Kevin tetap bersikap dingin padanya. Pada akhirnya, Jane kehabisan akal dan meminta bantuan nenek. Nenek memaksa Kevin untuk mengantar Jane ke perusahaan. Kevin pun terpaksa mengantar Jane. Meskipun Kevin diam saja di dalam mobil, Jane merasa gembira karena dapat bersama Kevin di ruang yang sama. Setelah pulang kerja dan tiba di rumah, Jane baru sadar barangnya tertinggal di dalam mobil Kevin. Jane menunggu di rumah untuk waktu yang lama sampai Kevin pulang. Jane berjalan ke sana dengan penuh harapan dan ingin mencari barangnya di mobil Kevin. Alhasil, Kevin berkata dengan cuek, "Sudah kubuang." Pada saat itu, Jane merasa seperti sesak napas. Jane tanpa sengaja meninggalkan sesuatu di mobil Kevin, tetapi Kevin langsung membuangnya karena misofobia. Sekarang, mobil Kevin berantakan karena Lily dan barang berserakan di mana-mana. Tatapan mata Kevin penuh rasa cinta. Pada dasarnya, itu karena Kevin terlalu mencintai Lily. Wanita pujaan yang telah ditunggu selama bertahun-tahun akhirnya kembali. Mana mungkin Kevin tidak gembira? Suasana tetap hening sampai tiba di lokasi acara. Lily menoleh ke belakang dan mengedipkan mata pada Jane. "Jane, tolong ambilkan sepatu hak tinggiku. Terima kasih." Kevin baru saja mematikan mesin mobil. Dia melirik pergelangan kaki Lily yang terluka. Lily masih merintih sakit saat Kevin mengoleskan salep tadi pagi. Kevin langsung keluar dari mobil. "Nggak usah. Aku pakaikan." Tangan Jane yang hendak mengambil sepatu hak tinggi berhenti. Ketika pintu kursi belakang dibuka oleh Kevin, Jane menahan dorongan untuk melemparkan sepatu hak tinggi itu ke wajah Kevin. Wajah Kevin suram. Tatapan matanya saat melihat Jane juga dingin. Kevin mengambil sepatu hak tinggi di tangan Jane. Lalu, Kevin mengitari bagian depan mobil ke kursi penumpang. Kevin berlutut dengan satu kaki untuk memakaikan sepatu hak tinggi ke kaki Lily. Lily tersenyum dengan malu-malu dan bahagia. "Kevin, Jane baru saja membantu kita menangani krisis media. Jangan sampai difoto lagi oleh paparazi." "Nggak akan. Jane akan mengurusnya." Jane berhenti sejenak saat keluar dari mobil. Tebersit sedikit kesinisan di wajahnya.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.