Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Christo adalah satu-satunya orang yang pernah menolongnya. Dia tidak ingin melihat Christo dalam bahaya. Dari telepon terdengar tawa lepas yang datang dari hati. "Aryan, kayaknya istrimu lebih suka sama adikku, ya? Buat apa kamu susah payah mencarinya dua tahun? Pada akhirnya, dia tetap bukan milikmu ...." "Diam!" Aryan memutuskan telepon, lalu dengan cepat mendekati Meira dan menarik pergelangan tangannya, menyeretnya turun dari tempat tidur. "Lepaskan! Meira sedang sakit." Christo mencoba menghalangi. Aryan menendangnya. Christo tidak sempat menghindar dan terjatuh ke lantai. Aryan menggunakan sekitar 70-80% tenaganya. Cukup untuk mematahkan tulang rusuk Christo. Meira marah dan langsung menampar Aryan. "Apa kamu gila?! Kenapa tiba-tiba main pukul?! Apa salah dia? Kenapa kamu begini ...." Aryan menggendongnya dan membawanya keluar kamar dengan langkah cepat. Meira tidak punya banyak tenaga, jadi tamparannya tidak terlalu keras. Namun, buat Aryan, tamparan itu adalah penghinaan besar. Meira menamparnya ... demi pria lain?! Aryan menggeram, membawa Meira ke mobil dan memerintahkan sopir untuk mengantar mereka pulang ke rumah Keluarga Guswara. Di sepanjang perjalanan, Meira terus memohon, memintanya untuk tidak menyakiti Christo. "Susi atau Christo, pilih salah satu." Aryan benar-benar tahu cara membuatnya terpojok. Siapa pun yang dia pilih, itu berarti mengkhianati yang lainnya. Mata Meira basah, dia tidak tahu harus memilih yang mana. "Kalau kamu nggak pilih, pabrik kecil milik kakakmu bakal bangkrut." Dengan terus ditekan oleh Aryan, Meira merasa hampir sesak dan akhirnya hanya bisa berlutut di dalam mobil. "Tolong ... jangan ganggu mereka. Aku mohon, aku akan kasih nyawaku untukmu, aku akan lakukan apa saja yang kamu mau ...." Dia terus bersujud. Harapannya hanya satu. Agar pria yang dulu dia cintai ini tidak lagi menyakiti orang-orang di sekitarnya. Dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Orang tuanya, kakaknya, semua sudah membuangnya. Teman-temannya juga dilarang untuk berhubungan dengannya. Sekarang, satu-satunya orang yang peduli padanya, dipukul hingga tulang rusuknya patah. Dia benar-benar pembawa sial, semua orang yang dekat dengannya selalu bernasib buruk. Karena terlalu emosional, akhirnya dia pingsan lagi. .... Saat Meira sadar, hal pertama yang dia lakukan adalah mencari Bibi Lina untuk menanyakan kabar Christo. Begitu tahu kalau Christo cuma dikirim ke luar negeri oleh kakaknya, dia bisa merasa agak lega. Selama seminggu setelah itu, Meira hanya berbaring di tempat tidur. Hingga hari ini, dia mulai merasa lebih baik dan mencoba bangun serta berjalan. Di taman. Batu hias sudah dipindahkan, lubang di tanah sudah ditutup, dan bambu baru ditanam di atasnya. Meira duduk di tepi kolam, menatap bayangannya di permukaan air sambil melamun. Tak lama kemudian, Maya datang. Berbeda dengan pertemuan terakhir kali yang penuh kebencian, kali ini ibunya terlihat lebih tenang. Mereka duduk berhadapan, tapi tidak ada yang memulai pembicaraan. Meira agak gugup. Setelah Bibi Lina menyajikan teh, dia mendorong sepiring kue ke arah ibunya, mencoba menarik perhatiannya. "Bu, dulu Ibu suka ceri. Kebetulan Bibi Lina bikin kue ceri hari ini. Coba deh." Maya menatap kue ceri yang cantik itu, tapi tidak ada selera sedikit pun di matanya. "Setelah keluarga kita bangkrut, ayahmu sakit dan nggak bisa cari uang lagi. Aku terpaksa kerja serabutan di pabrik pengolahan buah." "Untuk menghemat, aku makan buah busuk selama tiga bulan, ceri salah satunya. Sekarang aku sudah nggak suka lagi." Suara Maya datar, seolah menceritakan kisah orang lain. Hidung Meira terasa perih, hatinya dipenuhi penyesalan. Dia menyelipkan selembar kertas ke tangan Maya. Sebelum dia sempat berbicara, ibunya berkata lagi. "Pabrik kakakmu itu dibangun dengan bantuan teman-temannya." "Mereka nggak pernah merendahkan kakakmu meskipun dia pincang. Sekarang usahanya mulai membaik, kenapa kamu masih nggak mau melepaskan kami?" Meira langsung tegang, buru-buru bertanya, "Apa Aryan melakukan sesuatu lagi kepada kalian?" "Apa gunanya bicara denganmu?" Maya tidak melihat kertas itu, malah merogoh sesuatu dari tasnya. Meira panik dan buru-buru menyerahkan kertas itu lagi. "Ibu, ini hal terakhir yang bisa aku lakukan untuk kalian. Aku harap kalian bisa ... ah ...."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.